Menyikapi
Permintaan
Perjanjian
Stabilisasi Investasi Freeport
Hikmahanto Juwana ; Guru Besar Hukum Internasional Universitas
Indonesia
|
DETIKNEWS, 19 Januari
2017
Pemerintah
telah mengeluarkan PP 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) pada tanggal 11 Januari yang
lalu. PP ini memungkinkan PT Freeport Indonesia (Freeport) dan pemegang
Kontrak Karya (KK) lainnya untuk tetap mengekspor konsentrat sepanjang
mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Freeport
menyatakan bersedia untuk mengubah KK menjadi IUPK dengan syarat Pemerintah
dan Freeport membuat perjanjian stabilisasi investasi.
Menurut
Freeport perjanjian ini yang memungkinkan Freeport mendapat kepastian hukum
dari pemerintah agar tidak ada aturan-aturan baru dikemudian hari yang
membuat Freeport terbebani sehingga mengurangi keekonomian usaha mereka.
Pemerintah
harus hati-hati dalam menyikapi syarat yang diminta Freeport. Paling tidak
ada tiga alasan.
Pertama,
perjanjian stabilisasi investasi merupakan perjanjian yang bersifat perdata.
Ini karena pemerintah dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum perdata membuat
perjanjian dengan Freeport sebagai badan hukum yang merupakan subyek hukum
perdata. Namun perjanjian ini hendak membelenggu kewenangan pemerintah
sebagai subyek hukum publik untuk membuat peraturan perundang-undangan.
Artinya
kedaulatan suatu negara untuk membentuk hukum hendak dikekang dengan suatu
perjanjian perdata. Perjanjian semacam ini tidak beda dengan KK yang selama
ini dinikmati oleh Freeport.
Alasan
kedua yang perlu diwaspadai oleh pemerintah adalah apakah pemerintah yang
berkuasa sekarang dapat memastikan agar pemerintah yang akan datang tidak
membuat aturan-aturan yang merugikan dalam kacamata Freeport?
Demokrasi
yang berkembang di Indonesia saat ini memposisikan pemerintah tidak berada
dalam situasi yang sama seperti pemerintahan Soeharto di masa lalu.
Suara
rakyat yang diartikulasikan dalam janji kampanye harus diwujudkan saat
kandidat Presiden menjadi Presiden. Situasi ini tidak beda dengan perusahaan
induk Freeport, Freeport McMoran, yaitu Amerika Serikat.
Ketiga,
bila permintaan Freeport dikabulkan tentu banyak perusahaan multinasional
yang berinvestasi di Indonesia akan meminta hal serupa. Pemerintah akan
terlihat lemah di mata rakyat bila perusahaan multinasional dapat mendikte
negara.
Bila
tiga alasan diatas diabaikan maka akan menjadikan posisi pemerintahan
Jokowi-JK seolah tidak berdaulat dibidang sumber daya alam sesuai janji
kampanye.
Seharusnya
Freeport menerima PP 1/2017 tanpa syarat apapun mengingat pemerintah telah
memfasilitasi kepentingan Freeport dalam situasi rakyat Indonesia yang
menghendaki agar tambang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar