Rabu, 28 Februari 2018

Narkoba dan Keamanan Laut

Narkoba dan Keamanan Laut
Fahmi Alfansi P Pane  ;   Alumnus Pascasarjana Manajemen Pertahanan, program kolaborasi Universitas Pertahanan Indonesia dan Cranfield University, Inggris
                                                  DETIKNEWS, 26 Februari 2018



                                                           
Laut Indonesia tidak hanya menjadi tempat nelayan menangkap ikan. Sejak beberapa tahun lalu perairan kita telah menjadi sarana utama penyelundupan narkoba. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) sekitar 80 persen narkoba diselundupkan melalui laut.  Hal itu terbukti saat TNI Angkatan Laut, BNN dan Bea Cukai sukses mencegah penyelundupan satu ton lebih sabu (serbuk metaamfetamine) dari kapal Sunrise Glory di perairan Kepulauan Riau awal Februari 2018. Namun, keberhasilan penangkapan tersebut masih menyisakan kekhawatiran. Penyebabnya adalah jumlah total sabu yang dibawa dari Taiwan tiga ton, sedangkan yang ditangkap KRI Sigurot-864 dan yang telah diturunkan di Australia masing-masing sekitar satu ton sabu.

Pada Juli 2017 sekitar satu ton sabu yang diduga hasil selundupan dari laut berhasil ditangkap BNN di Anyer, Banten. Yang menarik adalah pernyataan Kepala BNN Budi Waseso kala itu, bahwa beberapa bulan sebelumnya aparat kebobolan yang lebih besar.

Pada satu sisi bahaya narkoba sangat besar. Satu ton sabu dapat meracuni sekitar lima juta hingga enam juta orang sekaligus. Jumlah korban potensial yang dapat didorong lebih dekat kepada hidup tidak produktif, bahkan kematian, akan lebih besar jika ikut dihitung kasus-kasus penyelundupan narkoba melalui darat dan udara, serta produksi narkoba domestik. Menurut BNN kerugian ekonomi karena narkoba sekitar Rp 63 triliun per tahun. Kerugian tersebut mungkin akan lebih besar karena penyelundupan narkoba melalui laut makin gencar, serta zat sintetis baru makin banyak.

Pada sisi lain potensi perputaran uang transaksi haram narkoba sangat besar. Pemakai Indonesia terkenal royal. Harga narkoba tertinggi justru di sini. Bila sabu di China hanya Rp 100 ribu/gram, lalu di Taiwan Rp 200 ribu/gram, maka di Indonesia harganya dapat mencapai Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per gram. Godaan keuntungan fantastis tersebut dapat mendorong penyelundupan narkoba melalui laut makin besar karena ketatnya pengawasan di perbatasan darat dan bandar-bandar udara.

Dengan peta situasi tersebut, perlu percepatan penguatan postur pertahanan dan keamanan laut Indonesia. Akselerasi tersebut semakin perlu karena sejujurnya armada TNI masih jauh dari ideal. Banyak kapal TNI AL sudah sangat tua, bahkan melampaui usia ideal pemakaian kapal perang selama 30 tahun. Kapal patroli Sigurot yang menangkap kapal Sunrise Glory misalnya, adalah kapal tua buatan tahun 1967. Tahun 1985 Indonesia mengoperasikannya sebagai hibah dari Australia.

Kapal tua sulit mengejar kapal-kapal yang lebih baru dan canggih. Kapal tersebut akan efektif saat berupaya menangkap kapal-kapal yang juga uzur. Menurut Komandan Kapal Sigurot, salah satu penyebab kapal Sunrise Glory dapat ditangkap karena telah masuk terlalu jauh ke perairan dalam Indonesia.

Selain banyak kapal yang telah tua, masalah lainnya adalah kekurangan jumlah kapal. Kekurangan kapal terasa sekali saat misalnya, KRI Oswald Siahaan-354 hanya berhasil menangkap satu dari 12 kapal pencuri ikan China di perairan Natuna pada Mei 2016. Kondisi jauh dari ideal juga dialami untuk pesawat patroli dan pengintaian laut, serta cakupan radar dan satelit, baik untuk misi pertahanan maupun keamanan laut.

Percepatan pembangunan postur TNI juga dibutuhkan karena beragam ancaman selain narkoba dan pencurian ikan juga harus diatasi segera. Misalnya, terorisme, yang dapat bersimbiosis dengan pembajakan dan penyanderaan, lalu penyelundupan barang dan manusia (trafficking), dan sebagainya. Transportasi barang juga perlu dilindungi, terutama angkutan migas dan mineral, serta objek strategis semacam instalasi penambangan migas lepas pantai, kabel dan instalasi telekomunikasi bawah laut, dan lain-lain. Selain itu, ada ancaman pelanggaran wilayah oleh militer asing dan risiko eskalasi konflik di kawasan Indo-Pasifik (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik).

Pemerintah memang telah melakukan pengadaan kapal-kapal baru. Kapal patroli dan kapal selam terbaru telah diadakan. Namun, kecepatan pengadaan alutsista (alat utama sistem persenjataan) baru masih di bawah kebutuhan penggantian alutsista uzur.

Salah satu masalah besar percepatan pembangunan sektor hankam adalah rendahnya anggaran yang dapat disediakan. Ada anggapan sektor hankam bukan salah satu sumber utama penerimaan negara. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah jika mengacu pada nilai penerimaan negara bukan pajak dari sektor ini. Namun, nilai ekonomi dari sektor ini justru terletak pada fungsi penciptaan keselamatan dan keamanan bagi seluruh bangsa, serta stabilitas keamanan dalam negeri dan ketertiban umum. Tanpa keamanan personal dan umum, perekonomian negara dan swasta tidak berjalan.

Sebagai contoh, dengan keamanan laut yang memadai di Selat Malaka transportasi migas dapat berlangsung. Data Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) menunjukkan bila tahun 2011 sebesar 14,5 juta barel minyak mentah per hari diangkut melalui Selat Malaka, maka tahun 2016 menjadi 16 juta barel per hari. Sebaliknya, tanpa keamanan laut di perairan Somalia kapal MV Sinar Kudus yang mengangkut feronikel bernilai triliunan rupiah sempat dibajak. Beberapa kapal dan pelaut Indonesia juga dibajak dan disandera di perairan Filipina selatan. Sebagian dapat dibebaskan setelah pembayaran tebusan.

Bila berbagai alutsista baru dapat diadakan, kebutuhan pertahanan dan keamanan dapat dipenuhi, termasuk pencegahan penyelundupan narkoba. Kapal dan pesawat dapat menjalankan beragam misi sekaligus, seperti patroli Gugus Keamanan Laut (Guskamla) untuk mencegah penyelundupan narkoba, barang dan manusia, pencurian ikan, perompakan, penyanderaan dan lain-lain.

Keragaman misi tersebut merupakan bentuk efisiensi penggunaan aset negara yang dibeli dari uang rakyat. Sebaliknya, jika masing-masing institusi hankam harus melengkapi alat peralatan hankam masing-masing akan tercipta risiko kerugian negara dari inefisiensi. Bahkan, risiko kerugian negara akan bertambah jika kemampuan personal dan institusi tidak memadai, baik dalam pengoperasian peralatan maupun pemeliharaan, perawatan dan dukungan lain, seperti logistik, fasilitas parkir, training, dan pendidikan. Pesawat dan kapal dapat mengalami kecelakaan yang tidak perlu. Padahal, kemampuan personal dan institusi tersebut tidak dapat diperoleh dalam waktu dan anggaran yang terbatas.

Dalam lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI, manajemen alutsista sudah berjalan baik, meski kualitas dan integritasnya harus ditingkatkan secara berkelanjutan. Hal berbeda terjadi pada BNN misalnya. Karena itu, untuk pencegahan penyelundupan narkoba dari laut BNN tidak perlu mengadakan kapal dan pesawat baru. Lebih baik BNN bekerja sama dengan institusi hankam, seperti TNI dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Sinergi antarlembaga juga diperlukan karena setiap lembaga memiliki kapabilitas yang berbeda satu sama lain. Pengendusan dan pembuktian keberadaan narkoba di kapal Sunrise Glory misalnya, tidak dilakukan oleh TNI. Justru aparat BNN dan Bea Cukai yang melakukan penyelidikan, sedangkan TNI berperan menangkap kapal dan menjaga keamanan operasi.

Selain sinergi semua lembaga Indonesia, kerja sama internasional juga harus ditingkatkan. Pada level strategis kerja sama ekstradisi seperti dengan China yang telah diratifikasi menjadi UU Nomor 13/2017 harus dikembangkan, baik dengan negara lain maupun dalam bentuk yang lebih operasional. Selain itu, perlu kerja sama intelijen dan patroli terkoordinasi, seperti yang dilakukan Indonesia dengan Malaysia dan Filipina di perairan Sulawesi dan Sulu. Program Our Eyes yang diinisiasi Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu misalnya, dan didukung lima negara anggota ASEAN lainnya, juga dapat dikembangkan untuk mengantisipasi beragam ancaman keamanan. ●

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus