Rabu, 24 Mei 2017

Peringkat dan Realisasi Investasi

Peringkat dan Realisasi Investasi
Edy Purwo Saputro  ;  Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo
                                                 KORAN JAKARTA, 22 Mei 2017



                                                           
Publikasi rating dari S&P dengan peringkat BBB- menguatkan hasil rating sejumlah lembaga sebelumnya, seperti Fitch Ratings (BBB-), Moody’s Investor Service (Baa3), Japan Credit Rating Agency (BBB-) dan Rating and Investment Information Inc (BBB-). Hal ini menegaskan risiko investasi Indonesia menurun mudah-mudahan mendorong investasi.

Rating sekaligus mengindikasikan riak politik pascapilkada serentak dipersepsikan jangka pendek. Sementara itu, investasi bersifat jangka panjang. Hal ini menjadi signal positif untuk memacu daya tarik investasi. Paling tidak, indikasi yang terbaca dari pergerakan IHSG jumat 19 Mei yang ditutup 5.791,88 dan rupiah di kisaran 13.325. Potensi investasi harus dijaga.

Sentimen positif terhadap IHSG pascapublikasi rating S&P memupus keresahan publik terkait Perppu No 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan karena mengoreksi harga saham emiten perbankan pada sesi penutupan perdagangan Rabu 17 Mei 2017. Rupiah juga turun 24 poin menjadi 13.324 per dollar AS. Bursa sangat rentan, sedangkan investasi membutuhkan jaminan stabilitas dan prospek.

Keyakinan terhadap daya tarik investasi juga didukung penyampaian RAPBN 2018 yang diprediksi tumbuh 5,4 sampai -6,1 persen dengan inflasi 2,5 ke 4,5 persen. Sementara itu, nilai tukar rupiah di kisaran 13.200–13.900. Maka, banyak faktor yang mendorong investasi. Ini harus diidentifikasi sehingga berpengaruh positif pada pertumbuhan dan pembangunan. Hanya komitmen investasi harus direalisasikan. Untuk itu, pemerintah harus bisa menjaga kondisi makro yang menarik.

Setidaknya jangan sampai harapan realisasi investasi meleset seperti kejadian dengan Arab lalu. Meski diakui bahwa realisasi investasi terkait dengan banyak aspek sehingga pemerintah memang harus bisa menjamin kepastian. Apalagi target tahun ini 678,8 triliun dan 840 triliun tahun depan. Sampai kuartal I tahun ini baru ada 165,8 triliun rupiah. Ini memang tumbuh 13,2 persen dari tahun sebelumnya, 146,5 triliun.

Komposisinya, PMDN naik 36,4 persen dari 50,4 triliun menjadi 68,8 triliun dan PMA naik 0,94 persen dari 97 triliun menjadi 96,1 triliun rupiah. Realisasi investasi sampai triwulan I tahun lalu mencapai 146,5 triliun. Ini terdiri PMA 96,1 triliun dan dalam negeri 50,4 triliun. Pencapaian tersebut bisa menjadi optimisme target tahun ini dan 2018.

Beberapa sektor unggulan masih dominan menyerap investasi seperti industri kertas, kimia, makanan, alat angkut, transportasi dan logam dasar. Buah peningkatan realisasi investasi juga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 327.170. Mereka tersalurkan di proyek PMA (190.610) dan sisanya proyek PMDN.

Proaktif

Kondisi ini tentu harus dijaga, terutama dikaitkan dengan asumsi makroekonomi dan target pertumbuhan baik 2017 ataupun 2018. Iklim sospol yang kondusif tetap harus dipertahankan agar daya tarik investasi meningkat. Selain itu, pemerintah perlu proaktif mendatangi investor potensial dan menawarkan insentif.

Urgensi terhadap jaminan iklim sospol sempat terusik ketika vonis Ahok memicu kasus simbolisasi bunga dan riak berdalih NKRI. Yang menarik ancaman terorisme tidak ada di kuartal I 2017. Di satu sisi, hal ini menjadi fakta pentingnya menjaga stabilitas, meski di sisi lain ini menjadi momentum untuk menjalin sinergi antar-institusi.

Artinya, realitas ini secara tidak langsung menjadi kesempatan bagi pemerintah menepis rumor negatif instabilitas sospol, terutama terkait berbagai konflik yang muncul dikaitkan komitmen memacu pertumbuhan dan pembangunan. Alasan yang mendasari karena pembangunan ekonomi tidak bisa terlepas dari jaminan iklim sospol dan realisasi investasi triwulan I 2017 membuktikan. Bahkan, keyakinan ini juga diperkuat oleh keluarnya publikasi dari sejumlah lembaga perating tentang risiko investasi di Indonesia.

Pemerintah telah sepakat merevisi target pertumbuhan di tahun 2017 mencapai 5,1 persen. Ini harus didukung realisasi investasi. Persoalan investasi tidak hanya terkait sebaran realisasi investasi yang masih berkutat di Jawa, tapi juga persoalan tentang perizinan dan perburuhan. Iklim sospol masih menjadi ancaman terhadap realisasi investasi, termasuk yang riskan adalah konflik tahunan penetapan upah buruh dan teror.

Hal ini menunjukkan jaminan iklim sospol adalah faktor penting realisasi investasi. Maka, realisasi investasi triwulan I 2017 bisa menjadi signal meyakinkan dunia tentang rasa aman dan komitmen pemerintah menarik investasi asing.

Harapan terhadap realisasi investasi memang sangat penting karena tidak hanya terkait dengan target pertumbuhan pada tahun 2017 yang dipatok 5,1 persen, tetapi juga sasaran pencapaian untuk program pembangunan infrastruktur.

Mengacu harapan dan problem investasi maka tidak salah jika pemerintahan Jokowi-JK memberi harapan besar terhadap investasi asing. Realisasi investasi juga diharapkan dapat menggerakkan ekonomi daerah sebagai bagian spirit otda.

Mencermati realisasi investasi pada tahun 2016, realisasi triwulan I 2017 dan target investasi 2018 tidak ada salahnya pemerintahan lebih banyak pada target investasi tahun 2017 untuk mencapai pertumbuhan 5,1 persen. Selain itu, realisasi investasi juga diharapkan menyerap lebih banyak tenaga kerja sehingga mereduksi pengangguran dan peningkatan kesejahteraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar