Peta
Kemiskinan Indonesia
Yusuf Wibisono ; Direktur Indonesia Development and Islamic
Studies (IDEAS)
|
REPUBLIKA, 18 Januari
2017
Dalam
lima tahun terakhir, kinerja penanggulangan kemiskinan nasional mengalami
pasang surut dengan kemiskinan
perdesaan masih mendominasi. Jumlah
penduduk miskin perdesaan hampir dua kali lipat daripada jumlah penduduk
miskin perkotaan.
Jumlah
penduduk miskin perdesaan turun -0,71 persen per tahun sepanjang 2011-2016.
Lebih cepat daripada penurunan penduduk miskin perkotaan yang hanya -0,66
persen per tahun.
Terdapat
tendensi kebijakan ekonomi era Presiden Joko Widodo lebih ramah terhadap
penduduk miskin perkotaan dibandingkan penduduk miskin perdesaan. Pada Maret
2015, penduduk miskin perdesaan meningkat 569 ribu jiwa, di perkotaan
meningkat 296 ribu jiwa.
Pada
Maret 2016, penduduk miskin perdesaan hanya turun 275 ribu jiwa, penduduk
miskin perkotaan turun 313 ribu jiwa.
Kebijakan
ekonomi Presiden Joko Widodo yang bias ke penduduk miskin perkotaan
dikonfirmasi lebih lanjut oleh tren indeks kedalaman dan keparahan
kemiskinan. Pasca-Maret 2015, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan
perkotaan menunjukkan tren menurun.
Pada
saat yang sama, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan perdesaan justru
menunjukkan tren meningkat signifikan.
Disagregasi analisis kemiskinan ke tingkat daerah memberikan kita kondisi dan
tantangan kemiskinan jauh berbeda dari analisis nasional.
Kantong
kemiskinan tak banyak berubah. Penduduk miskin terkonsentrasi di tiga
provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Dengan
luas hanya enam persen dari total wilayah Indonesia, ketiga provinsi ini
menjadi rumah bagi hampir setengah dari total penduduk miskin nasional.
Setengah penduduk miskin lainnya tersebar di wilayah yang sangat luas di luar
Jawa.
Analisis
lebih jauh terhadap kantong kemiskinan nasional menunjukkan keterkaitan
antara aglomerasi, pertumbuhan kawasan metropolitan, dan kemiskinan.
Kawasan
metropolitan, selain menciptakan kemiskinan kota, juga menciptakan kantong kemiskinan di wilayah
sekitarnya, seperti Kab Bogor dan Kab Bekasi di Jabodetabek, Kab Bandung dan
Kab Bandung Barat di Bandung Raya.
Kab
Grobogan di Kedungsepur (Kendal, Ungaran, Semarang, Purwodadi), Kab Klaten di
Solo Raya, Kab Bangkalan, Kab Lamongan, dan Kab Gresik di Gerbangkertasusila
(Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan).
Sementara
itu, insiden kemiskinan yang tinggi terjadi di luar Jawa. Kabupaten-kota
dengan persentase penduduk miskin sangat tinggi (head-count index), 20-45
persen, ditemui di Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur.
Juga
ditemukan di beberapa daerah di JawaTengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh,
Sumatra Utara, Riau, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Barat. Terdapat pola, daerah
dengan tingkat kemiskinan (head-count index, P0) tinggi cenderung memiliki
indeks kedalaman kemiskinan (poverty-gap index, P1) yang juga tinggi.
Dan
daerah dengan indeks kedalaman kemiskinan tinggi cenderung memiliki indeks
keparahan kemiskinan (poverty-severity index, P2) yang juga tinggi. Tidak
hanya di Papua dan Papua Barat, pola ini ditemui pula di daerah lain, seperti
Maluku dan Nusa Tenggara Timur.
Pola
di daerah perkotaan juga menunjukkan arah sama. Dengan demikian, agenda
penanggulangan kemiskinan memiliki dua dimensi spasial, yaitu kantong
kemiskinan yang sangat terkonsentrasi di Jawa dan insiden kemiskinan yang
sangat tinggi di luar Jawa.
Dari
fakta ini, kami dalam laporan Peta Kemiskinan Indonesia (2017) menggagas
indikator baru, yaitu kepadatan penduduk miskin menurut wilayah. Terlihat
daerah dengan kepadatan penduduk miskin yang tinggi, di atas 250 jiwa per
km2, didominasi daerah perkotaan di Jawa.
Daerah
dengan kepadatan penduduk miskin tertinggi, 800-1.250 jiwa per km2, yaitu
Kota Kupang, Kota Surakarta, Kota Yogyakarta, Kota Cirebon, dan Kota Cimahi.
Temuan
ini menegaskan, meski kota pada umumnya adalah pusat kegiatan ekonomi dan
karenanya memiliki tingkat kemiskinan rendah, mereka adalah kantong
kemiskinan yang sangat masif. Kesenjangan dalam tingkat kesejahteraan
antardaerah amat lebar.
Pada
2015, kantong kemiskinan nasional terbesar, Kab Bogor memiliki penduduk
miskin 375 kali lebih banyak daripada Kota Sawahlunto, daerah dengan jumlah
penduduk miskin terkecil. Dilihat dari intensitas lokasi, penduduk miskin
sangat terkonsentrasi di daerah perkotaan.
Kota
Kupang memiliki kepadatan penduduk miskin 15.164 kali lebih tinggi daripada
Kab Malinau. Tingkat kemiskinan di Kab Deiyai 27 kali lebih tinggi daripada
insiden kemiskinan di Kota Tangerang Selatan.
Indeks
kedalaman kemiskinan Kabupaten Intan Jaya 94 kali lebih tinggi daripada Kab
Badung. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan Kab Paniai 363 kali lebih
tinggi daripada Kota Tarakan.
Mengetahui
kondisi dan karakteristik kemiskinan, penting untuk desain penanggulangan
kemiskinan. Namun, menilai kinerja penanggulangan kemiskinan lebih signifikan
untuk mengakselerasi penanggulangan kemiskinan.
Pada
periode 2010-2014, daerah paling progresif dalam penurunan jumlah penduduk
miskin didominasi daerah Luar Jawa, yaitu Kepulauan Bangka Belitung (Kab
Bangka Barat, Kab Bangka Selatan, Kab Belitung Timur, Kab Bangka Tengah, Kota
Pangkal Pinang) dan Sumatra Barat (Kota Solok, Kota Payakumbuh, Kab Solok
Selatan, Kab Pasaman).
Pada
periode sama, tercatat sekitar 12 persen daerah, 59 dari 497 daerah, gagal
menurunkan jumlah penduduk miskin. Daerah dengan kenaikan jumlah penduduk
miskin tertinggi, didominasi daerah perdesaan di luar Jawa dan daerah
perkotaan di Jawa.
Khususnya
di Jabodetabek, yaitu Kota Tangerang Selatan, Kota Jakarta Utara, Kota
Jakarta Pusat, dan Kota Jakarta Timur.
Secara
umum, daerah dengan kinerja penurunan jumlah penduduk miskin yang tinggi,
juga mencatat kinerja yang tinggi dalam penurunan persentase penduduk miskin
(head count index - P0), dan sebaliknya.
Menarik
untuk dicatat, daerah perkotaan dengan peningkatan P0 paling banyak ditemui
di Jabodetabek, yaitu Kota Jakarta Utara, Kota Tangerang Selatan, dan Kota
Jakarta Timur.
Daerah
paling progresif dalam penurunan indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap
index - P1) periode 2010-2014 didominasi daerah di Luar Jawa, yaitu kawasan
Timur Indonesia seperti Maluku Utara (Kab Pulai Morotai, Kab Halmahera),
Maluku (Kab Buru Selatan, Kota Tual, Kota Ambon), dan Papua (Kab Supiori, Kab
Puncak Jaya).
Pada
periode yang sama, tercatat sekitar 14 persen daerah, 69 dari 497 daerah,
gagal menurunkan P1. Menarik untuk dicatat, daerah dengan peningkatan P1
tertinggi ditemui di DKI Jakarta, yaitu Kab Kepulauan Seribu, mencapai 18,0
persen per tahun (CAGR).
Secara
umum, daerah dengan penurunan P1 yang tinggi, juga mencatat kinerja tinggi
dalam penurunan indeks keparahan kemiskinan (poverty severity index-P2), dan
sebaliknya.
Daerah
terbaik dalam penurunan P2, sekaligus terbaik dalam penurunan P1, kembali
diraih Kab Pulau Morotai, mencapai 49,4 persen per tahun (CAGR). Pada periode
sama, tercatat sekitar 21 persen daerah, 106 dari 497 daerah, gagal
menurunkan P2.
Daerah
dengan peningkatan P2 tertinggi dan juga daerah dengan peningkatan P1
tertinggi, kembali ditemui di Kab Kepulauan Seribu dan Kab Deiyai.
Dalam
laporan Peta Kemiskinan Indonesia (2017), kami menguantifikasi kinerja
penanggulangan kemiskinan daerah di semua ukuran ini dengan membangun
"Indeks Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Daerah".
Dengan
Indeks Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2010-2014 ini, secara menarik
terlihat hanya sedikit daerah yang termasuk kategori kinerja tinggi dalam
penanggulangan kemiskinan (nilai indeks di atas 60), hanya sekitar 27 persen
atau 136 dari 497 daerah.
Daerah
dengan Indeks Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Daerah tertinggi pada periode
2010-2014 didominasi daerah di Sumatra Barat (Kota Solok, Kab Solok Selatan,
Kota Payakumbuh, Kota Padang, Kab Lima Puluh Koto, Kab Dharmasraya),
Kepulauan Bangka Belitung (Kab Bangka Barat, Kab Bangka Selatan, Kab Bangka
Tengah, Kota Pangkal Pinang), serta Maluku (Kab Buru Selatan, Kota Ambon,
Kota Tual).
Sedangkan
daerah dengan Indeks Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Daerah terendah
periode 2010-2014 banyak ditemui di Bengkulu (Kab Bengkulu Tengah, Kota
Bengkulu, Kab Rejang Lebong), Gorontalo (Kab Gorontalo, Kota Gorontalo, Kab
Boalemo), Papua Barat (Kota Sorong, Kab Tambrauw), Jambi (Kab Merangin, Kab
Tanjung Jabung Timur), dan DKI Jakarta (Kab Kepulauan Seribu, Kota Jakarta
Utara, Kota Jakarta Timur).
Secara
umum terlihat daerah dengan kinerja penanggulangan kemiskinan tertinggi
dominan di luar Jawa. Namun pada saat yang sama, daerah dengan kinerja
penanggulangan kemiskinan terendah juga dominan berlokasi di luar Jawa,
dengan pengecualian DKI Jakarta.
Daerah
di DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional dan daerah dengan
tingkat pendapatan per kapita tertinggi dan tingkat kemiskinan terendah,
ternyata memiliki kinerja penanggulangan kemiskinan yang rendah.
Hasil
analisis secara keseluruhan dari Indeks Kinerja Penanggulangan Kemiskinan
Daerah 2010-2014, menunjukkan sebagian
besar daerah belum memiliki kinerja memuaskan dalam penanggulangan
kemiskinan.
Dengan
ambang batas nilai indeks 70, hanya ada enam dari 497 daerah, atau sekitar
satu persen, yang memiliki kinerja memuaskan dalam penanggulangan kemiskinan
pada periode 2010-2014. Ini sangat mengkhawatirkan dan secara implisit
menunjukkan lemahnya upaya menanggulangi kemiskinan di tingkat
kabupaten-kota. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar