Kamis, 01 Maret 2018

Jangan Lupakan KPPU

Jangan Lupakan KPPU
Agus Herta Sumarto  ;   Peneliti Indef;  Dosen FEB Universitas Mercu Buana
                                              MEDIA INDONESIA, 01 Maret 2018



                                                           
KOMISI Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini seperti berada di persimpangan jalan. Sejak Selasa, 27 Februari 2018, KPPU resmi membekukan kegiatan. Hal itu dilakukan karena KPPU belum menerima surat perpanjangan izin operasi dari Presiden Joko Widodo. Keputusan presiden (keppres) terkait dengan masa jabatan komisioner anggota KPPU periode 2012-2017 yang selama ini menjadi payung hukum operasional KPPU telah habis masa berlakunya sejak 27 Desember 2017 dan sampai saat ini belum memperoleh perpanjangan masa jabatan dan belum ada keppres lanjutannya.

Belum adanya payung hukum yang menaungi KPPU setidaknya akan berdampak pada beberapa hal. Pertama, proses persidangan dan penilaian atas notifikasi merger serta akuisisi akan dihentikan sementara. Kedua, kegiatan yang melibatkan anggota komisi KPPU secara langsung akan dihentikan.

Selain itu, KPPU tidak dapat lagi melakukan kegiatan litigasi atas upaya hukum yang diajukan pelaku usaha terhadap putusan KPPU baik di tingkat pengadilan negeri(PN) maupun Mahkamah Agung (MA) yang membutuhkan surat kuasa Ketua KPPU. Jika payung hukum KPPU ini masih belum bisa diterbitkan, penghentian akan terus berlangsung sampai ditetapkannya anggota KPPU 2018-2023 atau perpanjangan anggota KPPU periode 2012-2018.

Lembaga KPPU merupakan salah satu lembaga yang lahir dari rahim reformasi. Tujuan, fungsi, dan peran KPPU dalam sistem perekonomian Indonesia sangat vital. Lembaga KPPU lahir dari semangat untuk memberantas tindakan kartel yang selama masa pemerintahan Orde Baru diyakini sangat menjamur dan sangat merugikan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Kartel muncul pertama kali di Amerika Serikat sebagai respons dari diberlakukannya Antitrust Law pada 1904 yang melarang kekuatan monopoli di pasar Amerika. Kekuatan monopoli pada waktu itu telah merugikan masyarakat (konsumen) dalam pasar karena tingkat harga bisa ditentukan satu perusahaan yang menjadi 'pemain' tunggal dalam industri tersebut.

Kecenderungan perusahaan ialah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan tingkat biaya sekecil-kecilnya sehingga harga yang ditentukan perusahaan tersebut sangat mahal dan merugikan konsumen Amerika pada waktu itu. Kemunculan keputusan Northern Securities dalam bentuk Antitrust Law di Amerika Serikat telah 'memukul' perusahaan-perusahaan monopoli dan beberapa perusahaan yang berniat melakukan monopoli. Untuk menyiasati pelarangan tersebut, beberapa perusahaan yang akan bergabung membentuk kekuatan monopoli akhirnya bergabung menjadi dua sampai tiga perusahaan saja. Adapun perusahaan yang sudah berbentuk monopoli memecah perusahaannya menjadi beberapa perusahaan. Dengan begitu, perusahaan monopoli tidak terkena sanksi Antitrust Law, tapi masih tetap bisa menikmati keuntungan sebagai perusahaan yang memiliki kekuatan monopoli.

Di Indonesia, kasus kartel dalam skala besar pernah beberapa kali terjadi seperti kartel pada kasus pengadaan tepung terigu, minyak goreng, tarif transportasi maskapai penerbangan, dan yang paling menghebohkan ialah kartel tarif short message service (SMS) beberapa tahun lalu. Fenomena kartel dalam sektor industri di Indonesia ini seolah-olah menyadarkan publik akan perlunya lembaga yang menjadi wasit bagi para perusahaan supaya tidak melakukan tindakan kartel yang merugikan masyarakat Indonesia.

Kesadaran ini yang mendorong pemerintah dan DPR pada 1999 menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha. Lahirnya UU ini untuk mengatur perilaku usaha supaya fair, adil, transparan, dan efisien. UU No 5/1999 ini adalah sebuah deklarasi bahwa pada saat ia diberlakukan, Indonesia sudah menganut suatu sistem atau tatanan ekonomi yang disebut pasar yang berkeadilan.

Lembaga KPPU dilahirkan untuk mengawal dan menjaga kelangsungan ekonomi pasar yang berkeadilan yang tidak memberikan kesempatan sedikit pun terhadap kemunculan kartel dalam sistem perekonomian Indonesia. Namun, permasalahan kartel ini adalah permasalahan yang unik. Fenomena kartel bisa muncul dalam dua bentuk, yaitu kartel dalam bentuk sebenarnya dengan beberapa perusahaan melebur menjadi satu dan memiliki kekuatan monopoli yang besar serta kartel terselubung yang penggabungannya tidak dalam arti fisik.

Kartel terselubung tidak melakukan penggabungan dalam arti fisik perusahaan, tetapi lebih berdasar pada kesepakatan kolektif di bawah 'meja' sehingga keberadaan kartel tidak terdeteksi. Kartel terselubung ini yang keberadaannya sulit terdeteksi dan paling sering terjadi di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia.

Perlu usaha besar untuk membuktikan keberadaan kartel terselubung ini dan sampai sekarang KPPU-lah yang memiliki kemampun dan kekuatan yang powerfull untuk mengungkap kartel terselubung ini. Keberadaan KPPU sebagai 'wasit' dalam dunia usaha sampai saat ini masih tetap diperlukan. Sebagai negara berkembang dengan sistem ekonomi dan politik yang masih belum begitu matang, lembaga KPPU masih memiliki peran dan fungsi yang belum tergantikan. Oleh karena itu, keberadaan lembaga KPPU jangan sampai dilupakan, baik oleh pemerintah maupun DPR. Pemerintah bersama DPR harus segera menerbitkan payung hukum yang menjamin KPPU bisa menjalankan operasinya secara optimal sehingga bisa terus menjaga sistem perekonomian Indonesia tetap berkeadilan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar