Kamis, 19 April 2018

Memutus Jerat Jaring Korupsi Kaum Intelektual

Memutus Jerat Jaring Korupsi Kaum Intelektual
Suyatno  ;   Analis politik pemerintahan pada FHISIP Universitas Terbuka
                                              MEDIA INDONESIA, 19 April 2018



                                                           
IBARAT jaring laba-laba, jerat korupsi tidak pandang bulu menjebak korbannya. Jangankan orang yang lemah dan biasa-biasa saja, orang kuat, intelektual, dan berprestasi pun bisa terjebak. Fakta yang kian mengundang rasa miris publik ternyata banyak pelaku korupsi yang memiliki gelar dan tingkat pendidikan yang tinggi.
     
Saat ini ada pelaku korupsi bergelar profesor sebanyak 10 orang, doktor ada 332 orang serta 147 orang bergelar magister/master. Di samping itu, terdapat juga pejabat dan profesi lain menjadi koruptor sebanyak 739 orang (Media Indonesia, 16/4). Dalam kehidupan mereka ini ialah kelompok yang mungkin bisa dikategorikan manusia yang paripurna ketimbang kelompok masyarakat yang lain. Hal ini memunculkan salah satu pemikiran untuk mencabut gelar akademik koruptor.
   
Yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana rasuah memang harus memperoleh hukuman yang setimpal itu, termasuk efek jera mencabut gelar akademik. Namun, patut disayangkan bila virus jaring korupsi menyerang membabi buta ke hampir semua lini. Tidak sedikit koruptor dianggap sebagai pejabat berprestasi dan pernah meraih Satyalancana Karya Satya sebagai penghargaan PNS yang telah lama berbakti dengan kecakapan, kedisiplinan, serta teladan pegawai lain.    
     
Begitu pun masih kita ingat kasus yang menimpa mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini yang sebelumnya mereguk kinerja prestisius, bahkan menginsipirasi banyak orang di bidangnya harus terjerat jaring korupsi. Jebakan jerat korupsi harus diputus secara sungguh-sungguh sehingga tidak menjerat lebih banyak korban kaum intelektual. 
     
Patut dicari akar yang menyebabkan jerat korupsi menimpa kaum cerdik cendekiawan. Tidak kalah pentingnya untuk menelusuri dampak apa yang akan ditimbulkannya dan upaya apa yang bisa dilakukan untuk memutus jerat korupsi terhadap kaum intelektual ini jauh sebelum gelar akademik tercabut.

Muasal

Sejumlah kemungkinan memang bisa menjadi sebab intelektual terlibat kasus korupsi. Bisa saja mereka berubah saat masuk ke pemerintahan sehingga tak tahan godaan memanfaatkan jabatan dan kekuasaan. Harapan keahlian dan prestasi akademis ditunjukkan saat mengelola pemerintahan tidak menjadi kenyataan. Kemungkinan yang patut dipertanyakan.
   
Sebab lain ialah ketidakberdayaan menghadapi kekuatan sistemis yang ingin memanfaatkan anggaran dari uang rakyat di lembaga itu untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Pemanfaatan ini bisa disadari memang sengaja dilakukan dalam bentuk mark up, tetapi tidak bisa dicegah yang bersangkutan. Dapat pula anggaran yang ada memang sudah benar, tetapi dalam pembelajarannya diselewengkan tanpa sepengetahuan intelektual ini.
    
Dua hal terakhir itulah yang menunjukkan adanya jerat jaring korupsi sulit dihindari. Bukan bermaksud membela, pejabat yang berasal dari pendidikan yang baik berprestasi ternyata tersandung kasus korupsi. Kita tentu sepakat bila memang terbukti bersalah koruptor harus dihukum seberat-beratnya meski dia tokoh cerdik pandai yang prestisius.

Dampak

Dengan kecenderungan di atas, akan muncul sejumlah dampak mudah sekali terjadi. Tidak ada jaminan bahwa prestasi seseorang bergelar akademik tinggi, bisa dan mampu menghadapi tekanan korupsi sistemis. Tujuan awal menampilkan putra-putra terbaik bangsa dalam pemerintahan untuk menciptakan good government jauh panggang dari api.
   
Kasus korupsi tak sedikit menimpa kaum intelek yang tidak bisa mengelak dari libasan perilaku korupsi. Banyak cendekiawan yang baik dalam menjalankan sejumlah program dengan kinerja tinggi tak berdaya manakala berhadapan dengan para pemanipulasi anggaran.
       
Kondisi ini jangan sampai membawa pada tidak banyak anak bangsa kaum intelektual potensial dan berprestasi yang mau bergabung dan menjabat di pemerintahan. Runyamnya penggunaan anggaran negara menyeret tokoh pada kasus korupsi bisa membuat momok bagi putra-putri yang berprestasi di bidangnya berkiprah dalam pemerintahan. Pilihan mereka lebih diarahkan tetap bertahan menekuni bidang di luar pemerintahan yang aman dan mungkin justru bisa melambungkan namanya.  Pemerintahan akan sulit mendapat kader-kader pilihan.

Memutus

Bila terjadi penjeratan dengan jaring korupsi tentu harapan terbesar segera ada upaya mengakhirinya. Jerat jaring korupsi bisa diputus sehingga banyak tokoh berprestasi ikut membangun pemerintahan tak diseret dalam pusaran korupsi.
    
Sejumlah hal bisa dilakukan agar jerat jaring korupsi terhadap intelektual itu bisa diputus. Para cendekiawan yang berprestasi di bidangnya perlu berfikir berulang kali punya jurus melawan korupsi saat berkarir atau untuk masuk pada lingkaran pemerintahan.      
Keberhasilan yang selama ini diperoleh pada pendidikan dan bidang sebelumnya bukan jaminan akan didapatkan saat menjabat atau masuk jajaran birokrasi.
    
Untuk itu, perlu adanya mekanisme kontrol yang cermat dan komprehensif. Cara ini merupakan keterampilan sang intelek dalam menghadapi jeratan korupsi yang mengancamnya. Kontrol dilakukan mulai dari pengusulan anggaran, penetapan, penggunaannya, hingga laporan pertanggungjawabannya. Jebakan korupsi akan bisa diketahui sedini mungkin dan dilakukan upaya penangannya.
    
Penting untuk memosisikan tanggung jawab penggunaan anggaran dan sanksi atau penindakan atas penyelewengan anggaran hingga ke posisi yang terlibat langsung dalam penggunaan anggaran. Penerapan sanksi dilakukan sesuai dengan tingkat pelanggaran dan tanggung jawab masing-masing. Akan terbangun kondisi bahwa pemberantasan korupsi tidak bersifat tebang pilih.
   
Pemberantasan tidak hanya menyentuh sebagian kecil pihak. Jangan lagi ada pihak-pihak yang memang mengakali menggunakan uang korupsi untuk memenuhi kepentingan pribadi dan kelompoknya masih bebas bergentayangan. 
    
Patut dihindari adanya kaum intelektual yang menjadi tumbal atau kambing hitam. Tumbal dikorbankan untuk dimanfaatkan pihak lain. Kambing hitam memikul tanggung jawab pihak lain yang semestinya tidak menjadi tanggung jawabnya. Bertahannya kondisi ini akan berdampak pada jatuhnya korban jerat jaring korupsi. Sementara itu, semua pihak tentu tidak berharap pelaku sebenarnya tetap bebas dan menyungging senyum puas.
   
Jerat jaring korupsi harus segera diakhiri. Bila tidak, akan semakin banyak putra bangsa yang baik dan intelektualitasnya tinggi menjadi korban terjerat jaring korupsi. Kita bisa kehabisan tokoh berprestasi untuk duduk di pemerintahan selamat dari terkaman kasus korupsi.

3 komentar: