Resolusi
Ekonomi 2017
Tri Winarno ; Peneliti Bank Indonesia
|
MEDIA
INDONESIA, 25 Januari 2017
SETIAP
awal tahun perlu dibuat resolusi agar lebih fokus dan lebih terencana.
Pembangunan ekonomi di 2017 sungguh sangat memerlukan resolusi tersebut
mengingat ketidakpastian kondisi global yang semakin tinggi. Ketidakpastian
yang dipicu ketidakpuasan terhadap globalisasi. Ketidakpuasan terhadap
prinsip ekonomi neoliberal yang sangat dominan menjadi pemandu utama
pengelolaan ekonomi global selama ini yang didasarkan pada Washington
Consensus, yaitu suatu prinsip pengelolaan ekonomi yang didasari asas
liberalisasi dan privatisasi serta menyerahkan mekanisme pasar beroperasi
penuh yang tidak serta-merta mampu menjamin dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dan inklusif. Mencermati keprihatinan tersebut, maka arah
kebijakan ekonomi ke depan harus mampu memulihkan rasa percaya diri menuju
perekonomian yang lebih sejahtera. Untuk itu, arah kebijakannya seyogianya
mengacu pada resolusi berikut ini.
Resolusi
Pertama,
pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB) seharusnya
hanya dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
Pertumbuhan ekonomi memang penting karena ekonomi yang bertumbuh mampu
menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk meningkatkan berbagai dimensi
sosial ekonomi kemanusiaan, seperti penyediaan lapangan kerja, konsumsi yang
berkelanjutan, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Tanpa
pertumbuhan ekonomi yang memadai, semua dimensi tersebut menjadi buram.
Karena
itu, pertumbuhan sangat penting tetapi bukan segala-galanya. Kedua, setiap
kebijakan ekonomi harus berdimensi inklusivisme. Pemangku kebijakan harus
memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi menjamin tidak ada kelompok masyarakat
yang ditinggalkan. Mereka harus mampu memberikan solusi terhadap yang
tercerabut dari perputaran roda ekonomi, seperti pengangguran serta
ketidakcukupan akses terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan. Terlepas
dari dimensi moral, pendekatan tersebut membantu mempertahankan kinerja
perekonomian, yang terancam oleh ketimpangan pendapatan melalui ketegangan
sosial, turbulensi politik, dan bahkan konflik dengan kerusuhan. Fakta
menunjukkan kegaduhan politik seperti Brexit maupun Usxit sebagian didorong
ketimpangan pendapatan.
Ketiga,
pembangunan ekonomi yang berasaskan ramah lingkungan ialah suatu keharusan.
Di tingkat nasional, pertumbuhan ekonomi tinggi dengan pengorbanan kualitas
lingkungan hidup ialah suatu pertumbuhan ekonomi yang tidak berkelanjutan.
Pada tingkat global, perubahan cuaca merupakan ancaman terhadap kesehatan,
kehidupan, dan keberlangsungan planet bumi. Karena itu, mitigasi perubahan
cuaca harus menjadi bagian integral dari kebijakan pembangunan--bukan suatu
adendum dalam kebijakan.
Keempat,
asas keseimbangan antara pasar, negara, dan masyarakat harus dijaga. Tidak
boleh ada pengabaian peran dari salah satu aspek tersebut. Tidak boleh ada
dominasi di antara tiga aspek tersebut. Pasar pada dasarnya ialah pranata
sosial yang membutuhkan regulasi agar alokasi sumber daya efisien. Pada
seperempat abad terakhir, pasar yang terlalu liberal telah menjadi akar utama
dekadensi kinerja perekonomian dunia, seperti krisis keuangan global 2008 dan
ketimpangan pendapatan. Karena itu, peran negara menjadi sangat vital dalam
pembuatan regulasi yang efektif sehingga pasar dapat berfungsi optimal.
Masyarakat mampu berperan maksimal untuk mewujudkan fungsi negara yang lebih
efisien dan adil terhadap semua golongan.
Kelima,
stabilitas ekonomi menuntut fleksibilitas kebijakan. Rekomendasi kebijakan
ekonomi konvensional yang menitikberatkan keseimbangan anggaran belanja
negara, mereduksi stabilitas ekonomi. Suatu pendekatan dinyatakan lebih baik
apabila mampu melihat keseimbangan fiskal dan eksternal dalam konteks jangka
menengah. Dengan demikian, stimulus fiskal seperti peningkatan investasi
publik dapat membantu memacu ekonomi yang sedang melemah sehingga mampu
memberi daya dorong ekonomi jangka panjang. Utang publik dan tekanan inflasi
seharusnya dapat dikelola dengan tepat, bijak, dan strategis dalam rentang
waktu yang optimal, bukan dalam jangka pendek.
Keenam,
dampak perkembangan teknologi terhadap kesenjangan pendapatan menuntut
perhatian khusus. Kemajuan teknologi telah mengakibatkan pengurangan
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pangsa modal dalam struktur
pendapatan sehingga terjadi peningkatan kesenjangan pendapatan. Lagi pula,
otomatisasi membuat perusahaan semakin mengurangi pangsa pengeluaran untuk
tenaga kerja sehingga meningkatkan keuntungan kapitalis. Sebenarnya yang
dibutuhkan ialah kebijakan memperkuat SDM dan langkah yang menjamin
distribusi pendapatan yang semakin merata, serta peningkatan daya tawar
pekerja.
Ketujuh,
norma-norma sosial dan nilai-nilai kehidupan yang berlaku di dalam masyarakat
serta cara pikirnya berpengaruh signifikan terhadap kinerja perekonomian.
Suatu perekonomian akan berjalan lebih baik jika terbangun rasa saling
percaya di dalam masyarakat. Norma-norma sosial yang sehat akan mampu
mereduksi praktik korupsi dan menjamin terselenggaranya praktik bermasyarakat
yang berkeadilan sehingga dituntut hadirnya masyarakat dan pemerintahan
madani yang mampu mempraktikkan norma kemasyarakatan yang kondusif terhadap
pembangunan ekonomi.
Terakhir,
pranata dan masyarakat internasional berperan sangat penting terhadap
perkembangan kinerja perekonomian nasional. Dewasa ini tidak ada satu negara
pun imun terhadap dinamika global, hanya derajatnya yang membedakannya.
Kekuatan global telah menjadi kesempatan sekaligus tantangan dalam setiap
perumusan kebijakan nasional. Misalnya, kebijakan moneter negara maju sangat
berpengaruh terhadap aliran modal pada negara berkembang, yang dapat menjadi
kesempatan sekaligus tantangan pada setiap perumusan kebijakannya. Contoh
lainnya meliputi pembatasan migrasi, kebijakan perdagangan, dan aturan
tentang perlindungan terhadap pengemplangan pajak.
Hanya
institusi internasional, misalnya IMF, Bank Dunia, Organisasi Perdagangan
Dunia, yang dapat mengelola dan memitigasi dampak negatif dari setiap
kebijakan dari negara maju tersebut. Agar tantangan internasional dapat
menjadi kesempatan yang bermanfaat untuk kemajuan perekonomian global, suara
dari negara berkembang harus semakin didengar dalam setiap perumusan
kebijakan di negara maju.
Seiring
dengan berlalunya 2016, seharusnya berlalu pula pemikiran dan praktik
kebijakan yang telah banyak menimbulkan kesengsaraan serta telah menyebabkan
kegaduhan politik. Perkembangan perekonomian yang lalu bersama dengan
kemajuan dalam pemikiran ekonomi telah memberikan pengayaan wacana tentang
kaidah ekonomi yang pro maupun yang bertentangan dengan pembangunan ekonomi.
Pengetahuan dan pengalaman tersebut seharusnya mampu menjadi inti pendekatan
baru untuk pembangunan ekonomi yang dibutuhkan masyarakat dunia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar