Jurnalisme
Fitnah dan Darurat Informasi
M Hasan Mutawakkil Alallah ;
Ketua Tanfidziyah PW NU Jawa Timur
|
JAWA
POS, 27
Januari 2017
SAAT
ini Indonesia dihebohkan kabar dan informasi palsu yang menyesatkan serta
menjadi pemicu munculnya konflik sosial di masyarakat. Media sosial merupakan
faktor utama yang menjadi penyebab beredar luasnya kebohongan, kebencian,
bahkan fitnah melalui viral informasi yang menyebar luas di masyarakat.
Menjadi
ironis ketika ada media mainstream menggunakan cara fitnah ala media sosial
dalam memberitakan sebuah peristiwa dengan menggunakan asumsi tanpa check and
recheck serta klarifikasi. Bahkan, pemimpin negara sekelas Presiden Jokowi
pun menjadi objek jurnalisme fitnah. Begitu juga tokoh agama sekaliber Ketua
Umum PB NU KH Said Aqil Siradj menjadi korban fitnah oknum media yang tidak
bertanggung jawab dengan memberitakan secara luas bahwa Kiai Said menjadi
makelar tanah di Malang untuk dijadikan sekolah seminari.
Pemberitaan
yang tidak benar tersebut tentu tidak hanya merugikan integritas pribadi
tokoh-tokoh seperti Presiden Jokowi dan Kiai Said, tetapi juga menjadi
keprihatinan masyarakat media serta ratusan juta warga bangsa ini.
Bangsa
ini pantas prihatin karena para tokoh panutan sering dihina dan dicaci maki
melalui media sosial. Karena itu, menjadi keharusan dan tanggung jawab
bersama memerangi kesesatan berita dan informasi hoax yang dijadikan alat
untuk memfitnah serta menjatuhkan kredebilitas seseorang. Apalagi yang bisa
memicu kebencian dan permusuhan antarwarga bangsa. Perwujudan dari tanggung
jawab tersebut teraktualisasikan dengan lahirnya gerakan untuk melawan
jurnalisme fitnah.
Jurnalisme
yang mengumbar gunjingan, kebencian, dan caci maki tanpa dasar yang dapat
dipertanggungjawabkan. Gerakan perlawanan terhadap maraknya berita hoax itu
secara masif tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di Indonesia sehingga
masyarakat secara umum telah sadar dan mengerti betapa berbahayanya
pemberitaan atau informasi yang menyesatkan tersebut.
Informasi
dalam bentuk gunjingan dan cacian serta hate
speech atau ujaran kebencian
yang bersebar luas di masyarakat melalui media sosial tidak dapat dibendung
secara maksimal tanpa kesadaran bersama warga masyarakat untuk melawan dan
memeranginya. Tindakan perlawanan terhadap segala bentuk kejahatan, termasuk
berita hoax, merupakan bagian dari jihad yang harus dilakukan setiap orang
beriman. Sebab, penyebaran berita dusta/hoax tersebut sengaja dilakukan oleh
orang-orang munafik untuk tujuan merusak dan menyesatkan.
Berita
hoax terjadi karena kita sudah kehilangan tradisi tabayyun atau mencari kejelasan disertai dengan bukti. Berita
yang belum terbukti kebenarannya tersebut disebarkan tanpa klarifikasi kepada
yang bersangkutan. Kebiasaan tabayyun mulai ditinggalkan masyarakat kita.
Padahal, tabayyun merupakan pusaka yang selama ini dipergunakan untuk merajut
persaudaraan, persatuan, dan kesatuan bangsa. Kalau tabayyun dilakukan,
niscaya berita hoax tidak akan terjadi.
Alquran
sudah memperingatkan kita bersama atas bahaya berita tanpa dasar alias hoax
itu sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al-Hujurat ayat 6 yang artinya, ’’Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.’’
Firman
Allah SWT tersebut memberikan peringatan kepada orang-orang yang beriman agar
tidak begitu saja menerima berita, terlebih yang tidak jelas sumbernya, tanpa
dilakukan klarifikasi terlebih dahulu. Allah SWT menyuruh kaum mukminin
memastikan kebenaran berita yang sampai kepada mereka. Sebab, tidak semua
berita yang diterima itu benar dan juga tidak semua berita yang terucap itu
sesuai dengan fakta.
Di
tengah gencarnya berita-berita fitnah dan konten hoax di media sosial,
masyarakat bersama pemerintah perlu bergerak menyatukan barisan. Semua
komponen bangsa ini perlu mengampanyekan bermedia sosial secara inspiratif
dan berakhlakul karimah.
Untuk
melawan jurnalisme fitnah tersebut, kita semua perlu mendukung deklarasi
damai yang menyeru keaktifan warga untuk menyebarkan konten-konten inspiratif
di media sosial. Deklarasi itu juga mendorong warga untuk memenuhi media
sosial dengan berita, video, dan grafis yang inspiratif untuk melawan hoax.
Pentingnya
bermedia sosial secara inspiratif sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Bahkan, sekarang ini terasa bahwa dakwah menggunakan media sosial sangat
penting untuk mengampanyekan Islam rahmatan lil ’alamin.
Lebih
dari itu, dibutuhkan gerakan literasi digital untuk melawan jurnalisme fitnah
tersebut. Gerakan itu lebih mengedepankan penyadaran atas pentingnya
menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan kebenaran dalam memproduksi berita.
Gerakan itu sangat penting dilakukan karena saat ini fenomena hoax sudah
sedemikian membahayakan. Perlu gerakan sistematis untuk melawan hoax dengan
memilah konten-konten di media sosial sekaligus memproduksi konten inspiratif
untuk dakwah media sosial.
Program
itu penting untuk membangun sistem mewujudkan ketahanan informasi daerah.
Dengan begitu, ke depan masyarakat bisa memanfaatkan dengan maksimal
kecanggihan teknologi informasi dalam hal yang positif dan inspiratif.
Semua
pihak perlu merawat Indonesia dengan menyebarkan informasi yang positif,
membangun, inspiratif, dan berpikiran positif atas semua yang terjadi.
Saat
ini Indonesia sudah darurat informasi. Indonesia sudah darurat hoax. Karena
alasan itu, diperlukan ketahanan informasi, baik pada jenjang nasional maupun
daerah.
Dengan
fenomena media sosial yang saat ini sudah menjadi ’’gaya hidup’’ dalam
kehidupan masyarakat modern, generasi muda dan semua masyarakat harus ikut
andil mewarnai media sosial dengan mengunggah informasi yang positif untuk
publik.
Kita
perlu menggugah nurani bersama agar ikut membangun negeri ini dengan lebih
bermartabat. Kita manfaatkan media sosial, tapi dengan cara mengunggah atau
menulis informasi yang bersifat membangun dan inspiratif.
Sebaliknya,
tinggalkan informasi hoax untuk menjauhi fitnah yang bisa merusak tatanan dan
harmoni sosial yang berujung pada perpecahan dan permusuhan. Rasulullah
Muhammad SAW menegaskan bahwa Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang
yang menyelamatkan muslim lainnya dari lisan dan tangannya, sedangkan seorang
mukmin (yang sempurna) adalah seseorang yang orang-orang di sekelilingnya
merasa aman, serta darah mereka dan harta mereka dari gangguannya (HR:
Muttafaq alaih). Hoax jauh dari anjuran agama ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar