Selasa, 16 Januari 2018

Dicari: Gubernur Jadi Tim Sukses Pilpres 2019

Dicari: Gubernur Jadi Tim Sukses Pilpres 2019
Ardi Winangun  ;  Associate Researcher LP3ES
                                                   DETIKNEWS, 15 Januari 2018



                                                           
Pilkada 2018 sepertinya pilkada yang menentukan dalam Pilpres 2019 sehingga untuk mengusung siapa calon kepala daerah, terutama Pilkada di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, demikian berbelit dan rumit. Calon yang sebelumnya sudah resmi dinyatakan didukung bisa tiba-tiba dibatalkan, seperti dukungan Partai Golkar kepada Ridwan Kamil sebagai cagub dalam Pilkada Jawa Barat tiba-tiba dicabut. Demikian pula, dukungan PKS kepada Deddy Mizwar dalam Pilkada Jawa Barat tiba-tiba dibatalkan.

Tak hanya dari internal partai, calon yang sudah 100 persen didukung pun bisa mundur. Mundur bukan karena mandatnya dicabut namun karena ia mengundurkan dirinya sendiri dengan alasan tertentu, seperti cawagub Azwar Annas yang mengundurkan diri dari gelanggang Pilkada Jawa Timur. Susahnya mencari calon tersebutlah yang membuat 'Poros Baru' di Jawa Timur, yakni koalisi Gerindra, PAN, dan PKS, bubar karena belum menemukan sosok yang cocok untuk diusung jadi cagub.

Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, merupakan provinsi yang paling dipikirkan oleh partai politik sebab wilayah ini merupakan kunci kemenangan dalam Pilpres. Jumlah pemilih di Jawa Timur kisaran 30 juta, Jawa Barat hingga 32 juta, Jawa Tengah sampai 26 juta. Jumlah itu jauh sekali dengan penduduk di luar Jawa. Sumatera Utara sebagai provinsi terpadat di luar Jawa saja hanya hampir 10 juta. Sedang provinsi lain kisaran 1 sampai 7 juta. Dengan demikian menguasai Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat merupakan pintu kemenangan.

Dukungan yang sudah dinyatakan dan kemudian dibatalkan, bisa jadi banyak pertimbangan yang diambil oleh elite politik. Bisa jadi partai lebih memprioritaskan kadernya sendiri, bisa pula karena elektabilitas yang didukung rendah, bisa pula karena faktor chemistry antara elite politik dengan yang didukung tidak cair. Dari sinilah maka terjadi bongkar pasang cagub dan cawagub.

Dalam Pilkada 2018, partai politik memilih calon yang ada tidak hanya sekadar elektabilitas yang tinggi namun ada pertimbangan lain yang sangat dijaga. Bila partai politik memilih calon hanya pada elektablitas yang tinggi, bisa jadi Ridwan Kamil merupakan calon yang paling banyak didukung oleh partai politik sebab Walikota Bandung itu memiliki elektabilitas paling tinggi meninggalkan calon-calon yang lain.

Pertimbangan yang yang sangat dijaga oleh partai politik sehingga tak memilih calon yang hanya memiliki elektablitas tinggi itu terkait dengan Pilpres 2019. Dari pengalaman Pilpres 2009 dan 2014, banyak kepala daerah yang menjadi tim sukses. Dalam Pilpres 2009, Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi menjadi tim sukses Susilo Bambang Yudhoyono. Begitu pula dalam Pilpres 2014, banyak kepala daerah yang menjadi tim sukses baik di kubu Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Dari sinilah maka partai politik yang ada, terutama Gerindra, mencari kepala daerah yang kelak dalam Pilpres 2019 mau menjadi tim suksesnya. Mencari calon yang mau berkomitmen bahkan menuangkan janjinya dalam selembar surat bermeterai untuk sudi menjadi tim sukses rupanya tidak mudah. Pernyataan dari calon yang didukung bahwa dirinya siap menjadi tim sukses tidak serta merta diterima atau dipercaya oleh partai politik. Twitwar antara elite PKS dan Partai Demokrat merupakan dampak dari isu-isu seputar siapa yang hendak didukung oleh Deddy Mizwar dalam Pilpres 2019 bila dirinya memenangi Pilkada Jawa Barat.

Untuk itulah agar tidak terjadi 'pengkhianatan' maka partai-partai politik, terutama Gerindra, melakukan langkah selektif dalam memilih calon gubernur. Gerindra dalam memilih calon gubernur di Pilkada Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat terkesan hati-hati dan tidak buru-buru. Mengejar kemenangan, iya; namun tak mengejar sosok yang memiliki elektabilitas tinggi. Elektabilitas dan popularitas bisa diciptakan menjelang Pilkada dilakukan.

Gerindra mencari sosok-sosok yang mau berkomitmen, bersih, dan bukan politisi (lawas). Sosok yang demikian sudah didapat Gerindra, yakni Sudirman Said yang didukung sebagai cagub di Pilkada Jawa Tengah dan Mayjen TNI (Purn) Sudrajat dalam Pilkada Jawa Barat. Kedua orang itu profesional dalam dunianya masing-masing. Sudirman Said profesional dalam dunia pendidikan dan manajemen, sedang Sudrajat professional dalam dunia militer dan diplomat.

Jauh dari partai politik, bukan politisi, dan pofesional inilah yang dirasa aman bagi Gerindra. Sebagai sosok profesional dan bukan politisi maka pikiran mereka lurus-lurus saja, dan tak mudah tergoda oleh kepentingan politik. Sosok seperti ini juga sosok yang tahu diri dan tahu utang budi. Ini berbeda dengan sikap politisi. Dengan demikian bila mereka menjadi gubernur maka mereka akan menjadi sosok yang loyal.

Bila yang dipilih politisi, hal demikian akan membahayakan bagi Gerindra. Sosok tersebut tidak hanya ingkar janji namun bisa jadi melawan, seperti yang terjadi dalam Pilkada Jakarta 2012. Mereka tidak hanya tak berkomitmen dalam mendukung Prabowo dalam Pilpres 2014 bahkan menjadi rival dalam Pilpres tahun itu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar