Pendidikan
Anti-Hoax
Jejen Musfah ; Ketua Magister Manajemen Pendidikan Islam
UIN Jakarta
|
KORAN
SINDO, 23
Januari 2017
Pada
acara Maulid Nabi SAW di Pekalongan, Jawa Tengah (Minggu, 08/ 01/2017),
Presiden Jokowi menyatakan bahwa berita hasutan berpotensi memicu perpecahan
anak bangsa. Sehari kemudian, Kapolri Tito Karnavian menjelaskan (Senin,
09/01/ 2017) bahwa Presiden akan membentuk Badan Cyber Nasional untuk
menangani hoax yang merupakan konsekuensi dari kemajuan teknologi informasi.
Hoax
adalah berita bohong yang bertujuan mendiskreditkan individu atau kelompok.
Hoax jelas tidak bisa dibiarkan berkembang liar di tengah masyarakat karena
berbahaya bagi kehidupan berbangsa yang aman dan damai. Dampak negatif hoax yang dianggap kebenaran
oleh individu atau kelompok tidak saja berskala retaknya hubungan individu,
komunitas, bangsa, tetapi bahkan bisa menimbulkan perang antarbangsa.
Pertama,
hoax menimbulkan konflik horizontal, yaitu individu atau kelompok dengan
individu atau kelompok lain. Orang memperoleh berita bohong dan memercayainya
sebagai kebenaran. Hoax kerap berisi ujaran kebencian terhadap individu
maupun kelompok sehingga digunakan untuk merendahkan atau menjatuhkan yang
lain.
Heterogenitas
agama dan politik masyarakat bisa terkoyak oleh hoax yang bertebaran di
internet dan media sosial. Masyarakat plural tenggelam dalam kebencian satu
sama lain karena percaya hoax sebagai kebenaran. Masyarakat memercayai hoax
tanpa tabayun, bahkan cekatan dan tanpa berpikir mendalam langsung
menyebarkannya melalui media sosial sehingga menjadi viral. Kita mudah
mengenali orang-orang yang pikirannya dipenuhi kebencian terhadap orang lain
yang berbeda agama dan partai politik itu saat ini.
Buktinya,
tawuran antarwarga sering terjadi yang bermula dari berita bohong. Prabowo
Subianto mengaku korban hoax. Mendikbud Muhadjir mengalami kritik pedas dari
anggota DPR dan masyarakat karena berita bohong mengenai kebijakan pendidikan
yang beredar luas di media sosial dan media cetak sesaat setelah dia
dilantik.
Kedua,
hoax menimbulkan konflik vertikal, yaitu masyarakat dengan pemerintah.
Pemerintah perlu dikritik ketika kebijakannya tidak prorakyat atau
sewenang-wenang, tetapi harus dengan cara demokratis dan santun, bukan
menebar hoax atau kekerasan. Bicara dan sikap seseorang harus berdasarkan
pada data faktual yang sahih. Masyarakat yang memperjuangkan kebenaran dan
keadilan harus memakai akal sehat, bukan dengan otot, apalagi destruktif.
Contoh, dugaan gambar palu arit dalam uang kertas baru.
Tenaga
kerja asing ilegal asal Cina yang jumlahnya tidak pernah pasti karena data
pemerintah berbeda dengan data masyarakat. Jika tidak segera diklarifikasi,
kedua isu itu bisa menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah
atau sebaliknya. Demikian pula sebaliknya, pemerintah tidak bisa serampangan
dalam bertindak dan mengambil kebijakan yang berkaitan langsung dengan rakyat
bawah. Kebijakan harus didasarkan pada data valid, bukan hoax.
Maka
masyarakat tidak bingung karena perbedaan pendapat di antara unsur-unsur
pemerintah. Misalnya, perbedaan pendapat antara Presiden, Menteri Keuangan,
dan Kapolri dalam menyikapi kenaikan biaya pajak kendaraan bermotor. Masing-masing
seolah hendak “cuci tangan”, tidak mau dipersalahkan. Mereka harus padu dan
senada dalam menyikapi kebijakan agar rakyat percaya kepada pemerintah dan
tidak malah kecewa. Contoh lain, penangkapan sejumlah orang terkait isu makar
menjelang Aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016 yang dianggap masyarakat
tidak berdasar data yang benar.
Ketika
pemerintah bertindak tegas terhadap penyebar hoax, bisa jadi pemerintah
sendiri yang menggunakan hoax sebagai dasar dalam bertindak. Solusi Dampak
negatif hoax tersebut harus dicegah sedini mungkin agar konflik horizontal
dan konflik vertikal tidak terjadi lagi, minimal bisa diminimalkan. Jika
tidak, hubungan antarmasyarakat serta hubungan rakyat dan negara selalu
dipenuhi praduga dan kebencian. Akibatnya kondisi bangsa tidak tenteram,
berisik penuh hoax dan saling tidak percaya.
Penetrasi
hoax harus segera diredam dengan cara-cara yang demokratis. Pertama, sekolah
dan universitas perlu melakukan sosialisasi pentingnya berpikir kritis.
Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang dalam menyaring berita benar atau
bohong dan tidak mudah terprovokasi berita tertentu serta melakukan cek dan
recek terhadap suatu berita. Hal itu mesti diimulai dari lembaga pendidikan
karena hoax merasuki siapa saja tanpa peduli kaum terpelajar sekalipun. Orang
tidak boleh percaya begitu saja terhadap informasi yang ada di internet dan
media sosial, sebab percaya hoax dan mudah menyebarkannya di media sosial
tanpa berpikir sama jahatnya dengan pembuat hoax itu sendiri.
Sebelum
menyebarkan sebuah berita, orang seharusnya sadar kebenaran suatu berita dan
bagaimana dampaknya nanti. Berita sudah menjadi kebutuhan masyarakat dan
diperlukan agar orang berwawasan luas serta mengetahui situasi dunianya.
Masalahnya, begitu banyak berita yang tersedia dan berasal dari ribuan
sumber. Maka orang perlu cerdas memilih sumber berita online misalnya karena
dari 4.000-an situs online, hanya 200-an saja yang terverifikasi sebagai
berita online (pers) oleh Dewan Pers.
Sekali
lagi, siswa dan mahasiswa bahkan guru dan dosen perlu disadarkan sejak dini
akan pentingnya cerdas dalam membaca berita. Kedua, pemerintah mengampanyekan
pendidikan anti-hoax melalui media cetak dan media elektronik serta baliho
agar masyarakat memahami pentingnya harmoni sosial dan mencegah bahaya hoax.
Pembentukan Badan Cyber Nasional sangat tepat sepanjang tujuannya untuk
mendidik masyarakat untuk berpikir kritis dan mencegah masifnya hoax bernada
kebencian di tengah masyarakat.
Badan
itu tidak boleh kontraproduktif, yaitu digunakan untuk membungkam orang-orang
yang kritis terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat bawah
atau untuk menangkapi pihak-pihak yang tidak sejalan dengan pemerintah. Kaum
oposan yang kritis, bernalar sehat, dan cerdas diperlukan untuk mengingatkan
pemerintah akan tujuan berbangsa dan bernegara, yaitu mencerdaskan dan
menyejahterakan kehidupan seluruh lapisan rakyat.
Negara
ini sudah darurat hoax, saatnya menyelenggarakan pendidikan anti-hoax di
semua lini kebangsaan yang majemuk ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar