Minggu, 04 Maret 2018

Narkoba Menyerbu Indonesia

Narkoba Menyerbu Indonesia
Bagong Suyanto  ;   Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Surabaya
                                            SUARA MERDEKA, 28 Februari 2018



                                                           
INDONESIA tampaknya menjadi surga bagi pencandu dan pengedar narkoba. Namun tekad Badan Narkotika Nasional (BNN) yang terus menggencarkan operasi tampaknya membuat ruang gerak pencandu dan pengedar tak lagi leluasa.

Pekan-pekan terakhir ini, aparat kepolisian bukan hanya panen menangkap artis dan masyarakat umum pencandu narkoba di berbagai daerah, tetapi juga berhasil menggagalkan upaya penyelundupan narkoba dalam jumlah besar.

Berdasarkan informasi intelijen China kepada BNN, diketahui ada sekitar 5 ton sabu-sabu senilai Rp 10 triliun sedang menuju perairan Indonesia. Gerak cepat aparat kepolisian akhirnya membuah hasil.

Sebanyak 1 ton sabu-sabu ditangkap pertama kali di Batam, dilanjutkan penangkapan kedua 1,6 ton. Penangkapan kedua ini terjadi di Perairan Anambas Batam, Kepulauan Riau. Sabu-sabu yang hendak diselundupkan diangkut oleh sebuah kapal berbendera Singapura yang berawak empat orang warga negara asing (WNA).

Penangkapan ketiga terjadi pada 23 Februari, sekitar 3 ton, di perairan Selat Philips dekat Pulau Nipah, Kepri. Tampaknya, Batam belakangan ini menjadi pintu masuk yang dianggap mudah diterobos mafia atau bandar narkoba internasional.

Masyarakat Indonesia sepertinya dianggap sebagai target pasar yang empuk bagi mafia dan para pengedar narkoba. Dalam banyak kasus, potensi pasar calon pencandu narkoba yang luar biasa inilah yang menarik para mafia narkoba hingga mereka berani beramairamai menyerbu Indonesia dengan berbagai cara.

Daya Tarik Indonesia

Akibat iklim persaingan di luar negeri yang makin ketat, bagi para pengedar narkoba, Indonesia jadi pangsa pasar yang menjanjikan. Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, potensi bagi peredaran narkoba sangatlah besar.

Tidaklah mengherankan jika dari waktu ke waktu arus penyelundupan narkoba ke Indonesia cenderung meningkat. Secara garis besar, paling tidak, ada tiga faktor yang menyebabkan Indonesia dilirik banyak bandar narkoba berskala internasional.

Pertama, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki pintu masuk yang relatif kurang terjaga dan wilayah perairan laut yang terlalu luas yang acap kurang terawasi. Jumlah aparat pengawas yang terbatas dan keterbatasan dana operasional sering menjadi salah satu faktor penyebab kenapa mafia narkoba di dunia menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama peredaran barang haram itu.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia dikenal memiliki wilayah laut yang luas dan terbuka. Dengan memanfaatkan kurangnya pengawasan inilah para gembong narkoba seolah menemukan habitatnya untuk menyelundupkan narkoba miliknya.

Kedua, berkaitan dengan daya beli masyarakat yang lumayan tinggi, perubahan gaya hidup yang makin permisif, dan lingkungan pergaulan yang bergaya urban menyebabkan Indonesia menjadi incaran gembong narkoba dari berbagai negara.

Di kalangan masyarakat kelas menengah, Indonesia boleh dikata memiliki potensi keuangan yang cukup dan memungkinkan mereka menjadi konsumen narkoba yang relatif panjang masanya. Warga yang menjadi target empuk para pengedar tidak hanya anak muda urban, kelas eksekutif, anak-anak band yang terbiasa dengan kehidupan malam, tetapi juga perempuan dan anak sekolah.

Narkoba yang dikemas dalam bentuk paket hemat dan murah adalah jenis narkoba yang selama ini banyak ditawarkan kepada anak-anak sekolah. Ketiga, keuntungan dari bisnis narkoba sangat menjanjikan. Sebagai bagian dari shadow economy, aktivitas peredaran dan penjualan narkoba pada umumnya bebas pajak atau retribusi.

Peredaran narkoba yang dilakukan sembunyi-sembunyi atau terselubung, di permukaan mungkin tidak terlalu tampak, tetapi semua orang mengetahui bahwa uang yang terlibat di dalamnya sangatlah besar.

Hanya dalam tiga kesempatan penyelundupan saja, nilai uang yang terkandung dalam 10 ton sabu-sabu sudah mencapai Rp 10 triliun lebih. Bisa dibayangkan, berapa banyak uang yang terlibat dalam peredaran narkoba per tahunnya di berbagai daerah di Indonesia?

Gaya Hidup

Untuk memerangi ulah bandar narkoba yang menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama tentu bukan hal yang mudah. Pemerintah melalui peran BNN selama ini memang telah melakukan berbagai hal untuk mencegah peredaran narkoba di Tanah Air.

Bahkan Presiden Joko Widodo sendiri yang menyatakan kepada seluruh bangsa Indonesia bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat narkoba dan dia menyerukan perang besar terhadap segala bentuk kejahatan narkotika. Selain melakukan operasi tangkap tangan terhadap artis dan masyarakat yang mengonsumsi narkoba, aparat kepolisian juga menggelar berbagai razia ke sejumlah diskotek dan tempat hiburan lainnya.

Tujuannya, memberikan shock therapy agar masyarakat tidak mudah terjerat perangkap narkoba yang ditebar para pengedar. Dalam batas-batas tertentu, operasi yang digelar aparat memang terbukti mampu mengurangi laju peredaran narkoba di masyarakat.

Akan tetapi, untuk memberantas peredarannya hingga ke akar-akarnya tentu butuh lebih dari sekadar pendekatan yang sifatnya punitif. Perlu kita sadari, perilaku penyalahgunaan narkoba sebetulnya adalah persoalan gaya hidup. Seseorang memutuskan menjadi konsumen narkoba bukan karena didorong keinginan untuk lari dari tekanan hidupnya atau sekadar iseng.

Pilihan menjadi pencandu narkoba biasanya sering dilakukan masyarakat karena mereka menganggap hal itu sebagai bagian dari perkembangan gaya hidup masyarakat postmodern. Kesulitan untuk mencegah masyarakat menjadi pembeli dan pencandu narkoba karena selama ini kita hanya mengandalkan kinerja aparat kepolisian. Memang sudah menjadi tugas aparat untuk memerangi peredaran narkoba.

Namun dengan menyadarkan dan merekonstruksi masyarakat, akan lebih tangguh dalam menghadapi tawaran gaya hidup dan narkoba sehingga akan jauh lebih efektif untuk menangkal ancamannya. Lebih dari soal hukum dan kriminalitas, untuk mengurangi peredaran narkoba yang makin merebak, sesungguhnya bisa dilakukan dengan mengacu pada rekayasa gaya hidup masyarakat yang lebih sehat. ●

1 komentar: