Solusi
Mendasar Krisis Garam
Siswono Yudo Husodo ; Yayasan Universitas Pancasila
|
KOMPAS, 21 Januari
2017
Produksi
garam nasional menunjukkan pergeseran dari posisi berswasembada sampai tahun
1960 menjadi defisit yang semakin membengkak, dengan produksi semakin tidak
mencukupi kebutuhan nasional yang terus meningkat, baik jumlah maupun
mutunya.
Pada
periode 2001-2005, produksi nasional garam rata-rata 1.410.993 ton per tahun.
Pada periode2006-2010 menurun menjadi 969.761 ton per tahun. Pada 2011
meningkat menjadi 1.113.118 ton. Pada 2012 menjadi 2.071.601 ton dan pada
2014menjadi 2.192.168 ton. Produksi garam nasional pada 2015 dan 2016 turun
cukup banyak karena musim hujan tak terputus di banyak daerah.
Menurut
data PT Garam (BUMN garam), saat ini kebutuhan garam untuk masyarakat, yakni
untuk rumah tangga, pengasinan, dan pengawetan ikan, mencapai 1,3 juta ton
per tahun. PT Garam bersama produsen garam swasta memproduksi 2.410.336 ton.
Artinya, saat ini ada surplus garam yang besar di sektor konsumsi dan
pengasinan setelah berhasil mencapai swasembada pada 2013 karena produksi
garam rakyat tahun itu 1.319.607 ton, sementara kebutuhan nasional untuk
garam konsumsi 1.242.170 ton.
Kebutuhan
garam untuk industri 4.038.336 ton per tahun, jauh lebih tinggi daripada
garam rumah tangga. PT Garam dan produsen dalam negeri lain hanya dapat
memproduksi garam industri 3.050.336 ton per tahun. Karena produksi dalam
negeri untuk industri belum mampu memenuhi kebutuhan, baik jumlah maupun
mutu, kebutuhan garam industri dan garam farmasi dipenuhi dari impor.
Sektor
industri membutuhkan tambahan dari impor 1 juta ton per tahun. Namun, angka
impornya kerap melampaui 2 juta ton dan disinyalir banyak industri yang tak
hanya mengimpor garam sebagai bahan baku, tetapi juga menjualnyake pasar
konsumsi. Itu membuat harga garam anjlok, petambak garam merugi, dan tak
merangsang perluasan ladang garam. Menurut Kementerian Perdagangan, pada 2014
impor garam industri2.161.725 ton.
Sementara
kebutuhan garam farmasi sebagai bahan baku obat 6.000 ton per tahun. Data
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag menunjukkan kenaikan volume impor
garam farmasi pada 2011-2012 dan 2012–2013 masing-masing 25 persen dan 35
persen. BUMN Kimia Farma tengah membangun pabrik garam farmasi (tahap
pertama) dengan kapasitas 2.000 ton dengan bahan baku garam lokal. Sementara
tahap kedua 4.000 ton akan rampung pada 2017. Ditargetkan pada tahun 2017
Indonesia telah swasembada garam farmasi.
Pokok permasalahan
Permasalahan
garam di Indonesia adalah produksinya yang kurang banyak, kualitasnya yang
kurang baik, dan harganya yang tidak kompetitif. Selama ini tak sedikit
devisa mengalir ke negara-negara eksportir, seperti Australia, Selandia Baru,
Tiongkok, dan India. PT Garam yang ditugasi membangun kemandirian di bidang
garam telah tak mampu mewujudkan cita-cita negara walau penyertaan modal
pemerintah terus meningkat. Hingga kini, Indonesia belum memiliki strategi
tepat untuk meningkatkan produksi.
Garam
adalah komoditas yang dapat diproduksi Indonesia, negara dengan panjang
pantai 81.000 kilometer, terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Kebutuhan
garam ke depan akan terus meningkat, baik garam konsumsi maupun pengasinan,
pengawetan, garam farmasi dan industri karena jumlah penduduk meningkat dan
kebutuhan garam industri juga meningkat. Perlu segera diambil langkah tepat
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas serta daya saing produksi garam
nasional.
Kelemahan
produksi garam Indonesia adalah kadar airnya tinggi, kadar NaCl belum
maksimal, ada kotoran (tingkat kebersihan rendah), dan harganya mahal.
Mahalnya produksi garam dalam negeri karena skala usaha terlalu kecil dengan
rata-rata lahan pengusahaan per petambak hanya 0,27 hektar sehingga tak
mungkin petambaknya sejahtera dan tak ada kebutuhan untuk mekanisasi. Banyak
lokasi produksi garam yang tak ideal terletak di daerah dengan curah hujan
tinggi, tingkat kelembapannya tinggi, dekat muara sungai yang mengakibatkan
tingkat salinasi/kadar garam lautnya rendah dan kotor, serta banyak yang letaknya
jauh dari pusat distribusi logistik. Teknologi yang digunakan sudah
ketinggalan zaman. Semua itu menyebabkan produktivitas, kualitas, dan daya
saingnya rendah.
Pengembangan
industri garam di Tanah Air perlu melihat Australia sebagai referensi karena
Australia negara paling sukses dalam mengembangkan industri garam berbasis
air laut. Produksi garam di Australia yang dilakukan korporasi 15,11 juta ton
per tahun dengan ekspor sekitar 11,5 juta ton per tahun ke banyak negara.
Indonesia salah satu negara tujuan ekspor garam Australia sejak lama.
Di
seluruh Australia yang luas itu, tempat pembuatan garam terkonsentrasi di
satu tempat, yaitu di West Coast, di lima lokasi (Shark Bay, Lake Mcleod,
Onslow, Dampier, danPort Headland) yang memiliki pantai landai dengan curah
hujan sangat rendah, kadar garam lautnya tertinggi, kelembapan udara sangat
rendah, dan tak ada muara sungai. Ini membuat kualitas garam Australia
berkualitas tinggi dengan biaya produksi murah, menghasilkan 14.500.000 to
per tahun. Bandingkan Indonesia di ratusan lokasi di 46 kabupaten di 9
provinsi dengan luas tambak 25.830 hektar dengan 31.432 petambak garam,
dengan produksi saat ini sekitar 2 juta ton per tahun.
Kembangkan sentra dalam
negeri
Untuk
meningkatkan produksi garam Indonesia, solusinya tidak bisa tidak, segera
membuka sentra-sentra produksi garambaru yang luas di daerah yang paling
ideal untuk industri garam, yaitu daerah dengan curah hujan terendah,
berpantai landai, tak ada muara sungai, dengan kadar garam laut tinggi, memiliki
musim kemarau panjang, dengan tingkat kelembaban yang sangat rendah dan
evaporasi yang tinggi. Contohnya Madura, NTT, sebagian NTB, sebagian Sulawesi
Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, dan Teluk Palu. Tambak-tambak garam di
wilayah pantai yang beriklim basah, dekat muara sungai,tidak bisa lagi
dipertahankan.
Dalam
mengembangkan produksi garam nasional ke depan, di era globaliasi ini, kita
harusmembangunnya dengan daya saing tinggi, dengan industri garam nasional
yangproduktif dan efisien, antara lain dengan penggunaan teknologi maju dan
mekanisasi. Tak bisa lagi produksi garam dengan cara tradisional yang sudah
kuno, bergantung pada kemurahan alam, tak produktif dan tak efisien. Pelaku
usaha besar/korporasi berperan penting dalam model usaha ini dan sebaiknya
berpola inti-plasma dengan plasma yang masingmasing juga cukup luas untuk
mendorong mekanisasi dan meningkatkan kesejahteraan petambak garam plasma.
Untuk
pola inti-plasma dalam pengembangan sentra garam baru ini, pembiayaan
investasiuntuk intinya daninfrastruktur pendukungnya bersumber dari modal
investor danpinjaman dari bank. Sementara untuk plasmanya dibiayai dari bank
dengan inti bertindak sebagai penjamin. Serupapola yang dilakukan di kebun
sawitdalam program inti-plasma kelapa sawit.
Untuk
meningkatkan kesejahteraan petambak plasma peserta program dan efektivitas
mekanisasi untuk meningkatkan produktivitas, per petani perlu mendapatkan
lahan sekitar 5 hektar, diberikan sertifikat hak guna usaha yang tidak boleh
dipecah. Dapat diwariskan hanya pada satu orang pewaris saja. Perlu ada
kebijakan yang mengatur agar dalam pelepasan tanah negara untuk ladang garam
setidaknya 40 persen untuk plasma.
Karena
garam produksi Australia yang industrinya telah mapan, harga jualnya murah,
tanpa perlindungan pasar, investor dalam negeri akan kurangberminat. Karena
itu, perlu ada kebijakan yang melindungi pasar garam dalam negeri.Bentuknya
dengan mengalokasikan garam imporuntuk daerah tertentu di luar Jawa saja.
Sementara pasar terbesar di Jawa, baik untuk konsumsi, farmasi, maupun
industri, diarahkan menyerap produk dalam negeri.
Dalam
rangka meningkatkan daya saing dan kualitas garam, tempat-tempat produksi
yang lingkungannya tak sesuai untuk berproduksi dengan kualitas tinggi dan
efisien, yaitu di daerah yang dekat dengan muara sungai (kadar garam lautnya
rendah) dan/atau di daerah dengan curah hujan tinggi, sebaiknya ditutup.
Petambak garam dari daerah-daerah yangkurang produktif itu bisa direlokasi ke
sentra-sentra produksi baru, dan bersama petambak lokal, diikutsertakan dalam
program pembangunan sentra garam baru ini dalam pola inti-plasma. Dengan
pendekatan yang tepat, Indonesia bukan hanya bisa swasembada garam, melainkan
juga dapat menjadi negara eksportir garam. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar