Jumat, 05 Januari 2018

Memberantas Narkoba Bersama-sama

Memberantas Narkoba Bersama-sama
Baharuddin Aritonang ;  Apoteker; Doktor Ilmu Hukum
                                          MEDIA INDONESIA, 23 Desember 2017



                                                           
PRINSIP utama pemberantasan penyalahgunaan narkoba ialah melalui langkah pencegahan. Jika tidak ada yang menyalahgunakan narkoba, langkah untuk menindak dan rehabilitasi tidak diperlukan. Akan tetapi, dalam kenyataannya, sekarang ini, segalanya telah bercampur baur. Karena itu, langkah pemberantasan penyalahgunaan narkoba perlu dilakukan dengan pendekatan berbagai aspek serta melalui langkah bersama. Pertama, melalui pencegahan, antara lain melalui pendidikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat.

Generasi muda perlu diarahkan untuk menjalani kehidupan yang sehat, mulai pemikiran sampai aktivitasnya. Di sini amat berperan iman dan takwa (imtak)-nya, juga penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan pembentukan anak-anak atau generasi yang demikian, itu akan membentengi mereka dari kehidupan/kegiatan yang menyimpang termasuk penyalahgunaan obat-obatan dan narkoba (narkotika dan bahan obat berbahaya, termasuk minuman keras). Hasil binaan yang tepat itu pula yang mengarahkan generasi muda mengikuti jalan hidup yang baik. Menjadi warga negara yang tunduk pada hukum bukan hanya menghindari narkoba, melainkan juga menghindari perilaku seks menyimpang, perkelahian, dan berbagai kegiatan negatif lainnya.

Kalaupun ada tawaran untuk menggunakan narkoba dari teman dan sekitar lingkungannya, mereka mampu menghindarinya. Melalui kehidupan yang semakin kompleks, tawaran seperti itu amat gencar akibat perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat, termasuk pergaulan dunia dan antarbangsa. Masyarakat kian berbaur, serbuan gaya hidup pun sulit dihindari dengan perkembangan iptek seperti sekarang ini.

Baru-baru ini Kemenkes menyiarkan bertambahnya 27 zat baru narkotika. Menurut BNN, 44 jenis narkoba beredar di Indonesia. Bukan hanya bahan-bahannya yang berkembang, melainkan juga penyajian, bentuknya, mulai cairan sampai bentuk bahan isap. Kejahatan juga menggunakan iptek yang sesungguhnya netral. Banyaknya tawaran narkoba, dekatnya dalam kehidupan generasi muda, menyebabkan pengguna narkoba di kalangan anak muda meningkat tajam. Bahkan dapat dikatakan sebagian besar pecandu narkoba atau penyalah guna narkoba adalah generasi muda. Pada 2015 jumlah pengguna narkoba 5,1 juta, pada 2016 menjadi 5,8 juta orang. Dari data dan fakta seperti itu, langkah penindakan harus dilakukan walau langkah pencegahan tetap diteruskan.

Sifat narkoba (khususnya narkotika seperti heroin, kokain, dan ganja serta turunannya) menyebabkan ketergantungan. Bukan hanya psikis (habituasi), melainkan juga ketergantungan fisik (adiksi). Memang jenis psikotropika, yang semula digunakan sebagai obat saraf atau kejiwaan, menjadi disalahgunakan. Walaupun pengaruhnya lebih lemah daripada narkotika, penyalahgunaan psikotropika menjadi penyimpangan hukum, yang dapat dikenai pidana penjara. Tentang ini diatur melalui UU No 5/1997 tentang Psikotropika. Daftar bahan-bahan psikotropika terbaru dilengkapi dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 3/2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika.

Tampaknya psikotropika (ekstasi, sabu-sabu, dll) inilah kini yang banyak diperdagangkan secara liar. Pengaruhnya tak kurang dahsyatnya terhadap pengguna. Lebih-lebih yang sudah menjadi pecandu. Beberapa di antaranya malah membuat penggunannya menjadi beringas, misalnya amfetamin dengan kadar tinggi.

Mereka yang membuat atau memproduksi bahan-bahan berbahaya ini, tidak bisa diampuni kesalahannya. Apalagi niatnya untuk memperkaya diri. Demikian halnya penyalur dan pengedar, baik distributor maupun pengecer. Perilaku pembuat dan pengedar ini sudah amat merusak, bukan hanya dirinya, melainkan juga para pengguna yang jumlahnya bagai deret ukur. Kesalahan mereka tidak dapat diampuni.

Dari penelusuran saya di Rutan Salemba, sesungguhnya jumlah terbesar yang terkena kasus narkoba adalah para pengguna. Kasus narkoba mendominasi keseluruhan narapidana, ketika itu (pada 2011) sekitar 70% narapidana narkoba. Namun, dari kasus itu, jauh lebih besar lagi pengguna narkoba. Tidak sedikit hanya pengguna psikotropika (ekstasi dan sejenisnya). Di dalam penjara, kasus narkoba tidak terpisah antara pengguna dan pengecer. Yang mudah dipisah adalah para bandar, yang memang tetap bagai ‘raja’ di dalam penjara.

Bagaimana pengguna bisa masuk menjadi penghuni penjara? Bermacam cara yang dapat ditemui. Dua mahasiswa universitas swasta yang ditangkap di kala menggunakan narkoba di daerah Grogol bercerita sejak awal dimintai sejumlah uang. Penegak hukum yang menangkapnya meminta sekian puluh juta rupiah. Jumlah uangnya lebih besar lagi kalau sudah masuk proses hukum!

Jadi, persoalan utama memilah antara pembuat, pengecer, dan pengguna narkoba adalah di dalam proses hukum sendiri. Kalau pihak kepolisian, kejaksaan, dan para hakim bekerja dan memutus dengan jujur dengan hati nurani, langkah ini semakin mudah diterapkan. Lebih-lebih di proses awal yang sepenuhnya di tangan kepolisian dan BNN.

Untuk mendalami semua persoalan itu, dalam buku saya Cek Miranda dan Korban-korbannya, PP, Jakarta, 2012, saya menyarankan para penegak hukum (polisi dan jaksa), termasuk para hakim, baik di MA, MK, dan KY, maupun para wartawan sesekali perlu menginap di penjara agar tahu pekerjaan petugas bidang hukum di negeri ini. Dengan demikian, langkah yang diambil dalam penegakan hukum, khususnya narkoba, perlu diterapkan tegas. Para pembuat narkoba dihukum. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar