Menguatkan
Teologi Kerukunan
Ismatillah A Nu'ad ; Peneliti Indonesian
Institute for Social Research and
Development, Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 26 Januari 2017
RAPAT
konsultasi antara Presiden Joko Widodo dan pimpinan MPR di Istana Merdeka (24/1)
yang membahas soal kerukunan dan mengedepankan nilai-nilai keindonesiaan
dalam menyelesaikan persoalan sangat penting untuk diimplementasikan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, mengingat dewasa ini menguatnya
pihak-pihak yang cenderung mengungkit sentimen agama untuk saling
membenturkan kerukunan kehidupan umat beragama.
Karena
itu, dituntut adanya kewaspadaan dari oknum pihak ketiga yang ingin bermain
di 'air keruh'. Di sisi lain, perlu ditegaskan agar nilai-nilai toleransi
serta kerukunan harus tetap terjaga sebab bangsa ini bagai sebuah mozaik,
baik keyakinan agama, karakter budaya, identitas, maupun etnik. Lazimnya
sebuah mozaik, jika direnungkan sesaat, di dalam diri bangsa ini tecermin apa
yang disebut antropolog Prancis, Claude Levi-Strauss (1995), bahwa keragaman
ada di belakang, di depan, dan bahkan di sekeliling kita.
Dengan
demikian, keragaman dalam berbagai hal itu memang sebuah realitas, sama
sekali bukanlah hal yang baru. Emosi karena kebencian yang terus disuarakan
ditakutkan akan menyulutkan api-api kecil yang akan membesar di seluruh
penjuru negeri. Bahkan, hal itu dikhawatirkan memunculkan statemen yang
mengatakan dan menghujat agama lain berasal dari kaum yang dibenci Allah.
Sebagai umat muslim janganlah kita hanya memandang dari satu arah seperti
mengharamkan toleransi sehingga kita memeranginya hanya karena ada ayat yang
berbunyi "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS Al-Baqarah:120).
Kebencian
timbul biasanya disebabkan ketidakadilan, baik oleh umat lain, pemerintah,
LSM, maupun pemberitaan sehingga kadang kala kita menuntut hal tersebut,
berlaku tidak adil, bahkan sampai melarangnya. Padahal, ada ayat yang
menyatakan, "Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil-lah! Karena adil
itu lebih dekat kepada takwa." (QS Al-Maidah:8). Di masa kini, teramat
penting untuk membangun masyarakat yang bertolak dari rasa saling menghargai,
menghormati, dan mengasihi antarsesama.
Masyarakat
bisa dikatakan ideal jika di dalamnya terdapat bangunan jiwa persaudaraan,
persamaan, dan keadilan yang tecermin pada setiap pribadi manusia sebagai
anggota masyarakat. Bagaimanapun sikap-sikap kemanusiaan semacam itu sangat
diperlukan untuk menandingi kecenderungan di sebagian kecil masyarakat yang
membenarkan adanya praktik-praktik kekerasan. Praktik kekerasan yang
ditimpakan pada komunitas yang berbeda paham ideologi maupun keagamaan oleh
pihak-pihak tertentu, atau fenomena mengerikan seperti tindakan terorisme
atau bom bunuh diri atas nama agama.
Seorang
ahli syariat Islam di University of California, LA, Khaled Abu al-Fadl
menyebutkan bahwa sebenarnya tindakan-tindakan kekerasan tak bertanggung
jawab yang mengatasnamakan Islam dilakukan oleh segelintir kalangan yang
tentu sedikit jumlahnya (peripheral). Namun, jumlah yang sedikit tersebut
seakan-akan mewakili dari jumlah umat Islam yang banyak. Ini tentu pada
gilirannya sangat merugikan umat Islam secara keseluruhan. Sikap keberagamaan
tertutup sebenarnya menjadi pangkal persoalan karena praktik kekerasan maupun
terorisme atas nama agama bermula dari sikap keberagamaan itu.
Ciri
utama keberagamaan tertutup, antara lain seperti menolak kebenaran dalam
agama-agama lain, mengklaim agamanya yang paling benar, sempit dalam
menafsirkan kitab suci Alquran, menolak keterbukaan, kerja sama, dan dialog
dengan penganut agama lain. Sikap keberagamaan tersebut tentunya tidak
menguntungkan bagi keberadaan bangsa Indonesia yang sangat majemuk. Bangsa
majemuk mensyaratkan bagi warga negaranya untuk bersikap terbuka,
mendialogkan adanya perbedaan-perbedaan, saling menghormati, menghargai,
bekerja sama, dan menyayangi antarsesama.
Dengan
kata lain, persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah) teramat diperlukan
bagi sebuah bangsa yang majemuk. Tanpa adanya rasa persaudaraan kebangsaan,
tekad yang sama, cita-cita bersama, bangsa ini sudah sedari awal mengalami
perpecahan atau disintegrasi. Karena itulah, sikap keberagamaan tertutup
dapat merusak tatanan kebangsaan ini. Karena dengan sikap tersebut, sebuah
komunitas umat akan terblokade berdasarkan paham keagamaannya saja.
Sementara
dalam bernegara dan berbangsa, kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang
berbeda-beda sebagai fitrah ketuhanan, sebagaimana ayat Alquran yang dikutip
di bagian awal tulisan ini. Bukankah hadis Nabi Muhammad SAW menyebutkan,
"Belum sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sama
seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari). Ini menandakan betapa
dalam Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan antarsesama
umat manusia, terlepas dari perbedaan agama, ideologi, ras, atau suku bangsa.
Sayangnya,
terlalu banyak muslim di negeri ini tidak melaksanakan keimanan dan
ketakwaannya yang sesungguh-sungguhnya sehingga bangsa ini akhirnya
terombang-ambing dan karut-marut dilanda berbagai persoalan, baik ekonomi,
sosal, maupun politik. Kehidupan masyarakatnya penuh dengan ketidakmenentuan,
penyakit-penyakit sosial masih eksis. Pengembangan dan pelaksanaan
persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah) perlu dilakukan dan dikukuhkan
secara bersama-sama, saling mendukung, dan bersifat sinergis.
Persaudaraan
kebangsaan perlu ditopang dengan adanya kesadaran persaudaraan kemanusiaan
(ukhuwah insaniyah) bukan hanya sebatas persaudaraan Islam (ukhuwah
islamiyah) semata-mata. Jika hanya mengukuhkan persaudaraan Islam tanpa
mengikutkan persaudaraan kemanusiaan, sama halnya mengutubkan kemanusiaan
dalam sebuah blokade-blokade perbedaan agama yang sangat merugikan. Sementara
iklim peradaban saat ini pun mengharuskan adanya kerja sama yang terbuka yang
dibangun berdasarkan kesadaran bersama, saling menghargai, menghormati, dan
mengasihi antarsesama umat manusia untuk membangun peradaban kemanusiaan di
masa kini dan untuk masa datang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar