Ira
Koesno, Meme, Komunikasi Politik
Eko Ardiyanto ; Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bunda
Mulia Jakarta; Jurnalis
|
KORAN
SINDO, 26
Januari 2017
Debat
kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang
diselenggarakan KPU DKI Jakarta akan berlangsung Jumat (27/1).
KPU
Jakarta telah menetapkan tema debat, yakni mengenai reformasi birokrasi dan
pelayanan publik, serta tentang penataan kawasan perkotaan. Durasi debat pun
akan ditambah menjadi 150 menit, setelah durasi pada debat pertama dirasa
kurang. Selain suasana debat yang berlangsung menarik antarpasangan calon,
gegap gempita para pendukung dari masing-masing calon juga terjadi di media
sosial.
Tulisan
ini secara khusus akan melihat munculnya meme politik terkait debat pilkada
putaran pertama lalu. Meme yang menarik ternyata lebih banyak mengenai
moderator debat, Ira Koesno yang dulu lebih dikenal sebagai news presenter di
salah satu televisi swasta. Nama Ira Koesno dulu juga sempat menjadi
perhatian publik, saat mewawancarai mantan menteri Sarwono Kusumaatmadja
empat hari sebelum Presiden Soeharto lengser dari kursi presiden yang dikenal
dengan wawancara ”cabut gigi” sebagai bahasa sandi yang berarti Presiden
Soeharto harus turun.
Istilah
meme pertama kali diperkenalkan oleh Richard Dawkins (1976, h. 189) yang
mengacu pada mutasi sebuah gen dalam mereplikasi dan menggandakan diri.
Menurutnya, meme adalah bentuk transmisi budaya melalui replikasi ide,
gagasan, yang merasuk ke dalam kognisi manusia. Meme menjadi fenomena baru di
dunia maya seiring dengan meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia.
Meme kemudian muncul sebagai wahana hiburan bagi para netizen (masyarakat
dunia maya) karena sifatnya yang mengandung parodi dan sindiran yang lucu
terhadap sebuah peristiwa.
Meme
diciptakan melalui proses replikasi dan modifikasi dari foto/gambar atau
video yang dilengkapi teks berisi berbagai macam pesan tertentu yang
ditujukan bagi pihak-pihak tertentu atau masyarakat luas. Ada proses
penciptaan meme, yakni mulai dari kreator, posting, kloning, sharing,
begitulah seterusnya. Kemunculan dan perkembangan memedi Indonesia tidak ada
yang bisa memastikannya karena itu kemunculannya dianggap sebagai bagian
integral dengan internet.
Bila
mengacu pada kemunculan meme secara global, fenomena replikasi gambar ini
mulai muncul pada 2009, saat lukisan Joseph Ducreux (1793) tiba-tiba
mereplikasi diri di internet dengan penambahan-penambahan keterangan (caption) pada gambarnya (Wiggins &
Bowers dalam Sandi Allifiansyah, 2016). Fenomena tambal sulam penambahan
keterangan atau pesan pada gambar inilah yang populer disebut meme. Di
Indonesia, istilah meme ini populer sejak muncul di situs Yeahmahasiswa.com
pada 2009.
Di
situ ditunjukkan berbagai parodi dan sindiran kehidupan keseharian mahasiswa
seperti skripsi, tugas akhir, hinggaindeks prestasi kumulatif. Pada ilmu
semiotika, meme adalah tanda yang mewakili sesuatu berupa pengalaman,
pikiran, gagasan, atau perasaan. Semiotika menurut Charles Sanders Pierce
adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence), atau kerja sama tiga
subjek, yaitu tanda (sign), objek (object) dan penafsir (interpretant) yang
disebut teori segitiga makna atau triangle meaning. Tanda berupa gambar,
rupa, bentuk, warna pada meme.
Objek
merupakan makna dari tandatanda yang ada pada meme, sedangkan penafsir adalah
sikap dan pola pemikiran para kreator meme. Meme Ira Koesno yang marak
setelah debat pertama calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta
lalu, dalam kacamata semiotika dapat dijelaskanbahwa: (1) tanda yang banyak
muncul adalah sosok Ira Koesno dibanding sosok para kandidat yang bertarung
yakni pasangan nomor 1, Agus Harimurti Yudhoyono - Sylviana Murni, atau
pasangan nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat, dan
pasangan nomor urut 3, Anies Baswedan - Sandiaga Uno.
(2)
objek, pada meme Ira Koesno terkandung makna bahwa Ira Koesno adalah sosok
wanita yang cantik, meski telah berusia 47 tahun dan cerdas. (3) penafsir
menunjukkan bahwa sikap dan pemikiran para kreator meme dan para netizen
cenderung sama, hal ini terlihat dari tanggapan- tanggapan yang diberikan
netizen setelah melihat berbagai meme Ira Koesno bernada positif.
Maraknya
meme Ira Koesno ini sekaligus menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah
jenuh dengan politik yang hanya retorika tanpa hasil nyata. Meme Ira Koesno
merupakan salah satu bentuk sindiran bagi para politisi yang bertarung di
Pilkada DKI Jakarta 2017. Setelah debat kedua calon gubernur dan wakil gubernur
DKI Jakarta juga diprediksi akan memunculkan berbagai meme baru yang lucu dan
menarik.
Meme Bentuk Komunikasi
Politik Baru
Media
sosial kini sering disebut sebagai pilar kelima dalam demokrasi, setelah
legislatif, eksekutif, yudikatif dan media, karena makna demokrasi yakni
dari, oleh, dan untuk rakyat memang benar-benar terjadi di media sosial. Semua
bentuk tulisan atau gambar yang tersebar melalui media sosial dengan cepat
menyebar dan mendapat umpan balik, baik yang mendukung maupun yang menolak.
Salah
satu bentuk komunikasi politik baru di media sosial adalah penggunaan meme.
Bagi seorang komunikator (politisi), meme kini menjadi sarana komunikasi yang
efektif untuk branding, pencitraan, ataupun untuk menyerang lawan politiknya.
Meme telah menjadi alat yang penting untuk menyampaikan ekspresi atau sikap
politik dalam penggunaan platform media baru yang saat ini marak digunakan
masyarakat kita, seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, juga Whatsapp.
Selain
itu, penyebaran meme di dunia maya pasti akan menimbulkan efek, baik bagi
komunikan maupun audiens di dunia maya, apalagi jika meme yang dibuat menjadi
trending topic. Efek di dunia maya biasanya akan sejalan dengan efek di dunia
nyata (politik), yakni jika seseorang memiliki citra positif di dunia maya,
maka efeknya dia akan menuai pujian juga di dunia nyata.
Fenomena
penggunaan meme di media sosial dalam penyebaran informasi politik sangat
menarik perhatian, karena meme yang berupa gambar parodi yang berisi
sindiran, satire, atau hal-hal lucu mudah dipahami pengguna sosial yang
kebanyakan kaum muda jika dibandingkan dengan penyampaian pesan politik
melalui tulisan. Di Indonesia, penggunaan cyber politic, termasuk meme,
memang belum begitu berhasil efeknya. Hal ini bisa saja disebabkan masih rendahnya
masyarakat yang melek internet.
Selain
itu, para pemilih di negeri ini masih melihat latar belakang calon dan sering
termakan bujuk rayu serta janji-janji manis kampanye dari politisi
dibandingkan penyampaian visi-misi serta program kerja. Belum lagi faktor
politik uang yang masih terjadi di proses pemilu, baik nasional maupun daerah
(pilkada).
Namun,
seiring dengan meningkatnya pengguna internet, komunikasi politik di dunia
maya menjadi alternatif baru dan akan terus berkembang di Indonesia sehingga
tak pelak jika fenomena meme akan menjadi sebuah bentuk demokrasi digital
gaya baru yang sekaligus menunjukkan genre gaya berkomunikasi di era media baru
sebagai wujud dari participatory
digital culture (Wiggins & Bowers, 2014). ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar