Jurnal
Pendidikan Sukma
Ahmad Baedowi ;
Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 06 Februari 2017
TERHITUNG
mulai Januari 2017, dengan ISSN Nomor 2548-5105, Volume 1 Issue 1, Jan-Jun
2017, Yayasan Sukma berhasil membuat jurnal pendidikan yang diperuntukkan
pengembangan kapasitas guru secara internal di lingkungan Sekolah Sukma
Bangsa, juga sebagai kontribusi Yayasan Sukma terhadap pengembangan tradisi
menulis jurnal ilmiah bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Tak
banyak yayasan yang bergerak di bidang pendidikan memiliki kemampuan
sekaligus keberanian untuk menerbitkan jurnal ilmiah, tetapi bagi Yayasan
Sukma menerbitkan jurnal ialah salah satu dari rencana induk pengembangan
Yayasan Sukma 20 tahun ke depan.
Tradisi
menulis jurnal ilmiah tidak hanya penting bagi pengembangan yayasan, tapi
juga bagi dunia kekaryaan ilmiah di bidang riset-riset pendidikan. Yayasan
Sukma sadar bahwa sangat tidak mungkin sebuah lembaga pendidikan akan
berkembang dengan baik jika tak memiliki tradisi riset dan menulis dengan
baik. Keniscayaan ini membuat posisi Yayasan Sukma akan berbeda dengan
lembaga pendidikan sejenis, tetapi juga meneguhkan keinginan untuk
mengembangkan diri dalam tradisi riset-riset berbasis kependidikan sekaligus
menulis dan memublikasikannya secara berkala.
Riset dan penilaian
kognitif
Pentingnya
jurnal pendidikan berbasis riset diharapkan akan membawa angin segar bagi
pertumbuhan semangat membaca dan menulis di lingkungan pendidikan. Di tengah
gempuran tradisi dan budaya IT dan media sosial yang menyebabkan banyak orang
menjadi malas untuk membaca, menerbitkan jurnal dan melakukan riset di bidang
kebijakan publik juga penting dalam rangka memberikan masukan yang sehat bagi
usaha pengembangan mutu pendidikan Tanah Air.
Kebijakan
publik perlu diriset dan dikritik melalui cara yang benar, salah satunya
melalui tulisan-tulisan di dalam jurnal ilmiah yang memiliki tingkat akurasi
data yang tinggi. Sejalan dengan itu, sebagaimana diingatkan Margaret Walshaw
dalam Working with Foucault in Education (2007), sebaiknya lembaga-lembaga
pendidikan sadar diri untuk melakukan proses pengajaran berdasarkan
pengalaman keseharian siswa agar proses risetnya juga mudah untuk dilakukan
para guru.
Keunikan
lain dari riset berdasarkan catatan keseharian di kelas dan sekolah ialah
memudahkan guru untuk berbagi catatan tentang bakat dan minat siswa yang
sesungguhnya. Riset-riset pendidikan memang ditujukan agar para guru rajin
untuk berbagi temuan sesuai dengan mata pelajaran yang mereka ampu dengan
para guru lain.
Mengapa
hal ini penting? Karena riset-riset pendidikan yang berkembang saat ini tidak
melulu berkaitan dengan kurikulum, manajemen sekolah, aspek pedagogis guru
dan kepala sekolah, tetapi juga berkaitan langsung dengan lingkungan sosial
dan budaya siswa baik di kelas, sekolah, dan di luar sekolah.
Implikasi
riset-riset pendidikan yang berbasis sosial dan budaya sebenarnya dalam
jangka panjang akan membuka mata semua pihak bahwa penting untuk mengajarkan
model-model evaluasi pendidikan secara bertahap dan berkelanjutan yang
disesuaikan dengan hasil-hasil riset yang dilakukan sekolah.
Saya
membayangkan 20 tahun ke depan akan banyak sekolah dan guru yang memiliki
kemampuan dan keterampilan evaluasi proses belajar yang mereka lakukan bukan
hanya dengan bagaimana menilai sikap anak, melainkan lebih dari itu,
mengombinasi penilaian kognitif, afektif, dan psikomotorik secara bersamaan.
Inilah
pendekatan evaluasi yang disebut sebagai kesiapan penilaian kognitif. Penilaian
kesiapan kognitif menuntut semua pemangku kepentingan bidang pendidikan
memiliki kesadaran bahwa menilai dan mengevaluasi siswa harus komprehensif
melalui terawang pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan atribut.
Atribut, menurut bahasa Harold F O'Neil, et al, dalam Teaching and Measuring
Cognitive Readiness (2013), merupakan sebuah atribut independen yang lebih
dari sekadar menilai sikap siswa. Bentukan dari sikap pasti memiliki
keterkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan siswa.
Atribut
juga lebih luas pengertiannya dari sekadar kompetensi. Jika kompetensi bisa
dilacak dari dasar pengetahuan dan keterampilan siswa, atribut harus
dilakukan secara terus-menerus dengan menilai basis pengetahuan dan
keterampilan siswa secara bersama-sama.
Beberapa
pendekatan dalam melakukan evaluasi jenis ini ialah dengan melihat 1)
bagaimana seorang siswa dapat beradaptasi (adaptive) dengan pengetahuan,
keterampilan, dan lingkungannya; 2) memiliki keterampilan untuk memecahkan
masalah; 3) memiliki keterampilan berkomunikasi secara efektif; 4) memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan; serta 5) memiliki kesadaran kekinian
terhadap lingkungan sekitar secara baik.
Semoga
riset-riset kependidikan berbasis sosial dan budaya bisa dimulai di era
Jokowi ini.
Berkontribusi
Hadirnya
Jurnal Pendidikan Sukma juga merupakan pertanda bahwa Yayasan Sukma concern
terhadap perkembangan riset-riset berbasis kependidikan yang diselaraskan
dengan kebijakan publik di sektor lain.
Jujur
harus diakui, hanya melalui kacamata pendidikan sajalah sesungguhnya kita
bisa meneropong semua kebijakan publik di semua sektor seperti hukum,
politik, sosial, ekonomi, dan bahkan kehidupan beragama secara adil dan
sahih. Kesadaran ini juga memiliki konsekuensi logis untuk mengubah pandangan
dasar lembaga pendidikan utuk ikut terlibat secara aktif dalam berkontribusi
dan memberikan masukan yang sehat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika
kebijakan dan keputusan merupakan dua hal yang berlangsung dalam satu kali
tarikan napas, kebijakan apa pun, terutama dalam bidang pendidikan, biasanya
dilemahkan ketiadaan respons yang berkelanjutan dari pelaksana di tingkat
daerah. Sementara itu, keputusan biasanya sering kali berhenti pada aturan
tertulis, dan lagi-lagi, pelaksana di tingkat sekolah bisa dibuat bingung
tentang bagaimana cara melaksanakan sebuah keputusan. Ketika itu terjadi,
yang dirugikan jelas masyarakat. David Halpin (2013) dalam Practice and
Prospects in Education Policy Research menggambarkan betapa masyarakat selalu
dirugikan karena antara kebijakan dan keputusan berjalan tidak seiring.
Dalam
konteks pendidikan di Indonesia, pembuat kebijakan sering kali mengaku ketika
mendesain sebuah keputusan tidak berbasis riset, tetapi hanya berdasarkan
asumsi. Hasilnya ialah kekeliruan besar dan merugikan masyarakat karena
tumpang tindih antarkebijakan terjadi dan posisinya saling melemahkan satu
sama lain. Karena itu, untuk mengawal kebijakan publik agar lebih terarah dan
tidak tumpang tindih, kehadiran jurnal ilmiah berbasis riset-riset
kependidikan seperti Jurnal Pendidikan Sukma dibutuhkan, untuk dan dalam
rangka menggalang dan mengawal kebijakan publik yang sehat, adil, dan
berkesinambungan. Selamat datang Jurnal Pendidikan Sukma. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar