Sabtu, 30 Desember 2017

Kebijakan Jitu untuk Ungkit Pertumbuhan

Kebijakan Jitu untuk Ungkit Pertumbuhan
Gianie ;  Litbang Kompas
                                                    KOMPAS, 27 Desember 2017



                                                           
Jika tahun lalu fokus besar pembicaraan dan perhatian ekonomi lebih banyak pada kebijakan pengampunan pajak untuk meningkatkan penerimaan negara, tahun ini bergeser pada isu yang lebih makro, pertumbuhan ekonomi.

Diskursus pertumbuhan ekonomi menjadi isu penting. Setidaknya ada dua alasan mengapa demikian. Pertama, 2017 adalah pertengahan dari masa pemerintahan Joko Widodo yang sudah meletakkan landasan sejak 2014 akhir untuk memacu ekonomi agar target pertumbuhan 7 persen tercapai. Tahun yang menjadi penentu bagi dua tahun berikutnya apakah kita masih akan berada pada pertumbuhan moderat 5 persen atau bahkan lebih rendah. Hal ini karena dua tahun ke depan merupakan tahun politik dengan penyelenggaraan pilkada serentak gelombang ketiga sebagai ajang pemanasan.

Kedua, pemerintah seperti kesulitan dan tak fokus dalam memilih dan menetapkan sektor ekonomi atau program yang bisa menjadi pengungkit pertumbuhan. Ini juga berpotensi sulit menaikkan pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan infrastruktur menjadi landasan kuat yang dipilih Jokowi untuk memacu perekonomian. Secara fiskal, pembiayaan untuk infrastruktur periode 2015-2019 sebesar Rp 4.796 triliun. Dari jumlah ini, sebanyak 41,2 persen dibiayai dari APBN. Sisanya dari swasta dan BUMN.

Secara teknis, segala hambatan yang menghadang pelaksanaan proyek infrastruktur segera diatasi, mulai dari pembebasan lahan, koordinasi antarlembaga, hingga pengerjaan waktu yang diperketat agar segera dioperasikan. Namun, dampak dari penyediaan infrastruktur ini jangka panjang. Tak bisa dinikmati dalam 1-2 tahun ke depan. Infrastruktur yang sekarang dikerjakan baru akan selesai satu atau dua tahun ke depan. Untuk memastikan semua proyek berjalan sesuai target, Presiden turun tangan langsung mengawasi dan memberi arahan.

Sejak 2014, tren pertumbuhan ekonomi turun ke level 5 persen. Tahun 2015 sempat 4,79 persen. Triwulan III-2017, naik menjadi 5,06 persen dibandingkan triwulan sebelumnya 5,01 persen. Pertumbuhan triwulan IV diperkirakan naik lagi karena biasanya konsumsi meningkat akibat ada belanja dan liburan Natal dan Tahun Baru. Namun, target 5,2 persen masih sulit terpenuhi. Tahun ini, relatif tak ada kejadian signifikan yang berdampak kuat terhadap pertumbuhan ekonomi, baik secara positif maupun negatif, ataupun yang memengaruhi kondisi keuangan negara.

Masa konsolidasi

Meski pertumbuhan tak tinggi, beberapa indikator ekonomi makro membaik. Cadangan devisa terus menguat, per Oktober 2017 sempat 126,5 juta dollar AS. Surplus neraca pembayaran pun meningkat, terutama ditopang transaksi perdagangan nonmigas. Inflasi trennya terjaga di bawah 4 persen. Harga-harga kebutuhan pokok cukup terkendali, terutama di saat-saat krusial seperti bulan puasa dan hari raya.

Situasi sekarang, konsolidasi ekonomi masih berlangsung di tengah pemulihan ekonomi global. Pada sektor rumah tangga, konsumsi sedikit menurun. Masyarakat, terutama kalangan menengah atas, menahan pengeluaran dan memilih memupuk tabungan di bank. Konsumsi menurun terkonfirmasi pula lewat peredaran uang yang melambat.

Di sektor perbankan, bank memilih mengurangi risiko, selektif menyalurkan kredit, dan menyimpan dana di Bank Indonesia. Di sektor swasta, pelaku bisnis cenderung mengakumulasi dana dan mengurangi beban utang, terutama utang luar negeri. Mereka juga selektif ekspansi atau investasi baru.

Padahal, selama 2017 iklim usaha sebenarnya sudah sangat kondusif dan layak investasi. Lembaga pemeringkat Moody’s pada Februari menaikkan prospek utang Indonesia dari stabil menjadi positif. Standard & Poor’s pada Mei juga menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi layak investasi, dari BB+ dengan proyeksi positif menjadi BBB- dengan proyeksi stabil.

Setelah itu, Fitch Rating pada 21 Desember juga menaikkan peringkat dari BBB- dengan proyeksi positif menjadi BBB dengan proyeksi stabil. Ini menunjukkan Indonesia mampu menjaga iklim investasi, stabilitas ekonomi, dan mengurangi risiko fiskal.

Keberhasilan ini pun bisa dilihat dan dirasakan masyarakat. Survei berkala yang dilakukan dalam menilai kinerja pemerintahan Jokowi-JK tahun ini menunjukkan peningkatan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah secara umum. Jika pada April 2017 tingkat kepuasan 63,1 persen, pada Oktober 2017 naik menjadi 70,8 persen.

Kepuasan ini meningkat di semua bidang, termasuk ekonomi. Di bidang ekonomi, meski rata-rata kenaikannya terendah dibandingkan bidang lain, pada Oktober 2017 naik menjadi 55,1 persen dibandingkan enam bulan sebelumnya 46,1 persen. Artinya, publik melihat pemerintah telah bekerja dan masyarakat kemungkinan sudah merasakan manfaatnya. Namun, publik memberi catatan pada masalah pengendalian harga kebutuhan pokok dan pengangguran yang harus jadi perhatian pemerintah. Catatan ini mengandung makna, pertumbuhan ekonomi yang berlangsung belum berkualitas, belum mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, dan masyarakat golongan bawah masih rentan pada gejolak harga.

Data BPS menunjukkan selama periode 2015-2017 (Maret ke Maret) laju penurunan angka kemiskinan melambat menjadi rata-rata 0,2 persen per tahun dibandingkan tiga tahun sebelumnya yang rata-rata 0,4 persen per tahun. Begitu pula pengangguran. Laju penurunan pengangguran melambat menjadi 0,12 persen per tahun (2015-2017) dibandingkan 2011-2014 yang rata-rata 0,37 persen per tahun.

Butuh waktu lama

Jika tidak ada terobosan yang dilakukan pemerintah, tampaknya kita akan butuh waktu cukup lama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen. Hal itu akan semakin sulit jika pemerintah tak menyelesaikan pekerjaan rumah lama tapi utama, yaitu melakukan revitalisasi industri dan pemerataan pertumbuhan ekonomi di luar Jawa.

Sudah rumusan umum dan pengalaman banyak negara maju, syarat pertumbuhan ekonomi tinggi adalah memajukan industri. Bagi Indonesia, upaya memulihkan deindustrialisasi penting dilakukan karena struktur ekonomi kita tengah loncat dari sektor primer ke tersier. Dari sektor tradable ke non-tradable. Hal ini bisa dilihat dari tenaga kerja yang terserap dan kontribusi sektor jasa yang kian membesar.

Padahal, jika kebijakan pemerintah berpihak pada sektor industri manufaktur, perekonomian akan lebih berdaya. Keuntungannya tak saja menyerap tenaga kerja lebih banyak, tetapi juga menjadi penyumbang pajak terbesar bagi negara. Saat ini, sektor industri masih jadi penyumbang terbesar penerimaan pajak, yakni sekitar 30,7 persen. Kontribusi industri terhadap PDB pun cukup besar yang mencapai 20 persen.

Pemerataan pertumbuhan ekonomi di luar Jawa juga penting. Saat ini, kue pertumbuhan terbesar masih dinikmati Jawa (59 persen). Wilayah timur, terutama Papua, porsi kuenya masih sangat kecil, yakni 2,3 persen dan tumbuhnya juga melambat.

Infrastruktur akan mendorong kue ini akan membesar pada jangka panjang, tetapi untuk jangka pendek perlu stimulus lain untuk memacu pertumbuhan. Kita sebenarnya sudah punya modal, yaitu dana desa, yang sampai tahun ketiga pelaksanaannya pemerintah sudah mengalokasikan Rp 127,8 triliun. Jika pemanfaatannya dioptimalkan, dengan tata kelola yang baik dan tidak dikorupsi, ia akan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak lewat proyek-proyek pembangunan desa.

Menghadapi tahun depan, kita tetap optimistis ekonomi domestik bisa tumbuh lebih dari 5 persen. Kita punya modal besar untuk itu dari berbagai indikator yang sudah membaik sekarang. Namun, optimisme itu harus terukur karena kendala yang dihadapi juga banyak. Kita masih harus mewaspadai ketidakseimbangan global yang terjadi akibat kebijakan moneter AS, juga ketegangan geopolitik Asia, terutama Korea Utara, yang akan ikut memengaruhi ekonomi global.

Tantangan terbesar kita, bagaimana memanfaatkan waktu 12 tahun masa kita memetik bonus demografi (sampai 2030) untuk menggandakan pendapatan per kapita hingga 9.000 dollar AS. Itu harus dimulai dari sekarang. Jika tidak, kita akan terjebak dan sulit keluar dari kelompok masyarakat berpendapatan menengah. Untuk itu, revitalisasi industri dan pemerataan pembangunan menjadi sebuah keniscayaan. ●

1 komentar:

  1. ||Satu Akun semua jenis Game ||

    Game Populer:
    =>>Sabung Ayam S1288, SV388
    =>>Sportsbook,
    =>>Casino Online,
    =>>Togel Online,
    =>>Bola Tangkas
    =>>Slots Games, Tembak Ikan, Casino
    Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
    || Online Membantu 24 Jam
    || 100% Bebas dari BOT
    || Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA

    Pakai Pulsa Tanpa Potongan
    Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
    Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia

    WhastApp : 0852-2255-5128

    BalasHapus