Rahasia
Mengajar Kreatif
Robert Bala ; Guru SMP Tunas Indonesia, Bintaro;
Alumnus Universidad
Pontificia de Salamanca, Spanyol
|
KOMPAS,
15 Januari
2018
Dalam satu grup diskusi terbatas
di WA, muncul ide mendesain kurikulum khusus. Sebab, perubahan kurikulum yang
terjadi lebih menghadirkan kecemasan daripada kepastian. Lalu, di mana sebenarnya letak solusi
kegalauan atas pendidikan kita?
Selama ini ada asumsi,
semakin mengikuti metode yang diterapkan negara terkemuka dalam pendidikan,
kualitas pendidikan kita akan terdongkrak. Kita pun menoleh ke Finlandia, Singapura, dan Amerika.
Kurikulum IB (International
Baccalaureate) atau Cambridge tak lupa dilirik. Yang terlupakan, rancang bangun kurikulum
mestinya disusun sejalan dengan kemauan otak. Artinya, esensi otak mestinya
jadi titik berangkat. Dari sana bisa digagas sesuai konteks kita dengan
mengutamakan nilai yang sudah berakar dalam budaya kita.
Otak, benda putih dan abu-
abu dengan berat 1,75 kilogram itu, dulunya dianggap tidak terstruktur dan
tidak berkarakter. Namun, setelah diteliti lebih jauh dengan mikroskop
(terutama mikroskop elektron), disibak bahwa ada jutaan sel kecil yang
disebut neuron di otak.
Selanjutnya sel saraf itu
selalu berkembang, terlihat adanya jumlah sel yang sangat berbeda saat
seorang bayi lahir dan langsung bertambah secara menakjubkan pada umur tiga
bulan dan 15 bulan. Tak hanya itu. Dalam proses memahami, sistem neuron
bergerak menyatu. Berdasarkan temuan pada laboratorium Max Planck dinyatakan
bahwa sel kecil yang menakjubkan ini punya kecerdasan yang betul-betul
mandiri.
Dengan ratusan tangan
kecilnya, seperti amuba, sel otak mengembang dan menciut. Dengan peka dan
terfokus, dia meraih setiap atom yang ada dalam ruang semesta barunya,
mencari hubungan.
Jelasnya, sel otak kita
beroperasi dengan membentuk kaitan yang sangat kompleks dengan puluhan ribu
”tetangga” dan ”teman”-nya. Kaitan-kaitan ini terutama dibuat ketika cabang
utama atau akson membuat ribuan hubungan dengan tombol kecil pada ribuan
cabang dari ribuan sel otak lainnya.
Kemampuan dahsyat otak
pada sisi lain akan berkembang maksimal kalau dimungkinkan oleh empat hal,
yakni oksigen, nutrisi, kasih sayang, dan informasi. Sel otak akan saling
berkaitan tidak saja mengandung pengertian, tetapi bahkan menemukan terobosan
dan penemuan menakjubkan. Proses itu terjadi apabila otak mengalami proses
sirkulasi oksigen yang menyegarkan sel saraf. Semakin kegiatan pembelajaran
mengakomodasi gerak, sirkulasi oksigen lancar yang memungkinkan kesegaran
otak.
Kebutuhan pertumbuhan sel
otak juga sangat dimungkinkan oleh nutrisi yang cukup dan bergizi. Asupan
yang cukup akan mendorong tumbuhnya sel saraf baru dan regenerasi sel. Saat
yang sama, informasi yang diperoleh melalui bacaan atau pendengaran serta
ditemukan dalam komunikasi menjadi hal yang sanga dibutuhkan otak.
Singkatnya, substansi yang rumit mengandaikan asupan informasi yang
menggerakkan sel saraf membentuk kreasi baru.
Tak kalah penting, proses
pedagogis harus dilaksanakan dalam lingkup kasih sayang. Pendidikan tak mesti
dikuasai oleh ketakutan akibat adanya hukuman. Model pendidikan yang
mengandalkan kekerasan kelihatan efektif untuk sementara, tetapi selanjutnya
menjadi trauma psikologis.
Kreativitas
mengajar
Adopsi kurikulum luar ke konteks kita
sebenarnya membenarkan bahwa secara konsep (written curriculum) hampir telah
terjadi kesepakatan para pedagog. Ada standar kompetensi yang sudah diakui
dan berlaku secara universal di sejumlah negara, hal mana juga terlukis dalam
kurikulum kita.
Nyatanya, penerapan itu gagal, ditunjukkan
lewat ujian. Konsep sama yang secara
sukses diterapkan di negara lain, dalam konteks kita tetap jadi kendala.
Hasil ujian seperti Programme in International Student Assessment (PISA)
masih terus menempatkan kita di ekor.
Kendala itu mestinya
dengan mudah ditemukan akar masalahnya pada metode pedagogis atau ”taught
curriculum”. Di sini yang mestinya sudah lama terdeteksi adalah pada
kompetensi guru yang diikuti usaha menghasilkan guru berkualitas. Pada level
yang paling dasar adalah bagaimana memampukan guru agar bisa menjembatani
penerapan konsep cemerlang melalui metode mengajar kreatif yang bukan
jiplakan dari negara mana pun, tetapi harus temuan dan praktik kreatifnya.
Hal ini mestinya menjadi
masukan agar kepada guru disebarkan virus literasi yang memampukan mereka
untuk memahami ilmu pengetahuan dan teknologi melalui praksis literasi. Saat
yang sama juga secara psiko-pedagogis memampukan diri untuk memahami realitas
siswa yang sangat dikedepankan dalam proses belajar-mengajar.
Yang terutama, guru
kompeten akan memusatkan proses penemuan kreativitas mengajar dalam irama
otak. Sel otak yang bergerak membentuk kesatuan yang menghasilkan pengertian
serta proses belajar dengan mengikuti otak melalui penerapan mind mapping,
pemetaan pikiran, merupakan kesadaran yang selalu melekat dalam benak guru.
Itu berarti upaya guru
merumuskan rencana proses pembelajaran (RPP) dengan mind map atau membiasakan
siswa memahami pelajaran dengan peta pikiran adalah praksis yang mestinya
dianggap biasa dalam pembelajaran.
Pemahaman itu akhirnya
berujung pada penerapan pembelajaran menyenangkan yang dikombinasikan dengan
gerak. Siswa merasa nyaman di sekolah karena selalu disajikan permainan yang
mendidik dan mengajar melalui permainan. Mereka akan selalu kangen pada
sekolah karena di sana sungguh menjadi taman bagi siswa untuk bermain.
Proses kreatif itu—kalau
dijalankan secara konsekuen— akan terbukti dalam ujian. Kita akan menjadi
yang terdepan karena secara konsep telah dipahami dengan baik oleh guru dan
secara gemilang menerapkan dalam metode kreatif yang menyenangkan. Di sanalah
rahasia pembaruan yang selama ini
nyaris tidak mendapatkan perhatian dalam pergantian kurikulum kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar