Senin, 28 November 2022

 

Arswendo Atmowiloto, Stamina Berkarya,

dan Tiga Kata Bertuah

Yus Ariyanto :  Kontributor Tirto.id

TIRTO.ID, 26 November 2022

 

                                                

 

Arswendo Atmowiloto bukan melulu perkara tabloid Monitor yang menghebohkan itu. Ia adalah sosok di balik sangat banyak karya – cerpen, esai, puisi, sandiwara, novel, skenario sinetron/film.

 

Tema yang dirambahnya beraneka. Ia menulis cerita silat Senopati Pamungkas. Cerita ini sebelumnya dimuat di majalah HAI pada 1984. Dua tahun kemudian, dijadikan buku.

 

Berlatar belakang zaman Singosari, epos ini membentangkan intrik-intrik di dalam istana, luapan asmara, juga rivalitas di antara para pendekar.

 

“….Senopati Pamungkas diselesaikan karena, terutama, saran-saran dari mereka yang menganggap perlu hadirnya kisah para pendekar yang besar dari tanah tercinta, dengan kaki menginjak sawah, hutan, laut, keraton,” kata Arswendo di sampul belakang buku tersebut.

 

Tiga tahun sebelum kisah ini hadir di HAI, Arswendo meluncurkan Dua Ibu. Tidak ada jurus-jurus silat yang dimunculkan atau sikut-sikutan perebutan kekuasaan. Novel ini mengisahkan problematika bocah beranjak remaja, Mamid, dengan perempuan yang melahirkan dirinya dan perempuan lain yang membesarkan dirinya.

 

Pada 1979, Arswendo mengikuti program penulisan kreatif di University of Iowa, Amerika Serikat. Jauh dari keluarga, ia terkenang jasa sebuah keluarga yang ikut membesarkan dirinya. Pada saat bersamaan, ia teringat ibu kandungnya.

 

“Kedua tema itu saya rangkaikan dan lahirlah Dua Ibu. Ibu dalam pengertian saya adalah seorang yang melahirkan dan seorang yang memberikan kebahagiaannya sendiri untuk orang lain dengan rasa bahagia,” tulis Arswendo dalam esai “Pengalaman Menulis dan Proses Kreatif” (1982).

 

Dunia priyayi Jawa pun dijamahnya dalam Canting (1986). Dengan lancar dan memukau, Arswendo menggambarkan kehidupan priyayi Jawa pada awal 1960-an sampai 1970-an, komplet dengan deskripsi alam pikiran dan nilai-nilai etis yang mereka peluk.

 

Hal lain yang juga menakjubkan adalah lukisan tentang pasar yang menjadi “kantor” buat perempuan, ketika di rumah mereka hanya menjadi “pelayan” suami. Juga untuk Tuginem alias Bu Bei, anak buruh batik yang “naik kelas” ke lingkungan menak Solo.

 

Bukan Kaleng-kaleng

 

Produktivitas mencederai kualitas? Pada 1972, Arswendo memenangkan Hadiah Zakse untuk esai bertajuk "Buyung-Hok dalam Kreativitas Kompromi." Naskahnya, Penantang Tuhan dan Bayiku yang Pertama, memperoleh penghargaan dalam Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 1972 dan 1973.

 

Pada 1975, dalam sayembara yang sama, dia menggondol hadiah harapan atas drama Sang Pangeran. Dramanya yang lain, Sang Pemahat, memperoleh Hadiah Harapan I Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Anak-anak DKJ 1976.

 

Pada dekade 1980-an, jumlah penghargaan terus bertambah. Dua Ibu menyabet hadiah Yayasan Buku Utama pada 1981. Pada 1987, Arswendo memperoleh Hadiah Sastra ASEAN.

 

“Saya menulis karena bisanya cuma menulis. Sejak SMA saya tidak bisa nerusin sekolah, nggak punya duit, maka ya menulis…sejak kelas dua SMA saya sudah menulis dan laku,” kata Arswendo kepada majalah sastra Horison edisi Januari 1989.

 

Menulis sudah menjadi kebutuhan. Ia mengaku tidak pernah tiga hari berturut-turut tidak menulis. Ia merasa “tidak hadir” jika tidak menulis.

 

Pemicunya adalah kegemaran membaca. Saat bocah, ia menjadi anggota tempat penyewaan buku di kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah. Ia membaca buku apa saja. Nafsu membaca jauh melebihi kemampuan finansialnya. Kegemaran ini juga yang membuatnya sering menilap buku-buku sewaan tersebut.

 

“Ini semua adalah latar belakang modal yang luar biasa. Tanpa banyak membaca, keinginan saya untuk menjadi pengarang tak akan pernah lahir,” tulis Arswendo dalam “Pengalaman Menulis dan Proses Kreatif.”

 

Arswendo lahir di Solo, 26 November 1948. Ia anak ketiga dari enam bersaudara. Nama aslinya Sarwendo Atmowiloto. Ayahnya, pegawai balai kota Solo, wafat ketika Arswendo masih di sekolah dasar. Ibunya menyusul sang ayah pada 1965.

 

Alkisah, ketika di SMA, iseng-iseng Arswendo membuat cerpen. Ia mengirim ke Gelora Berdikari, majalah mingguan di Solo. Cerpen itu dibikin dalam rangka mengejar cinta seorang dara yang menjadi primadona di sekolahnya. Eh, ternyata dimuat.

 

Gelora Berdikari sebenarnya menggunakan bahasa Indonesia. Namun, ada halaman yang dijatahkan untuk karangan-karangan berbahasa Jawa – seperti halnya cerpen pertama Arswendo tersebut.

 

Sejak itu karangan-karangan lain menyusul di berbagai media. Semula tulisan-tulisannya selalu ditampik. Tapi ketika memakai nama Arswendo, bukan Sarwendo, tulisannya diterbitkan.

 

"Nama Sarwendo tak membawa berkah rupanya," ujar pria yang ketika kecil ingin menjadi dokter ini seperti dimuat Apa & Siapa: Sejumlah Orang Indonesia 1983-1984.

 

Ia kuliah di IKIP Solo tapi berhenti karena ketiadaan duit. Setelah setop kuliah, Arswendo sempat bekerja di pabrik bihun dan pabrik susu. Pun pernah menjadi pemungut bola tenis. Urusan tulis-menulis jalan terus.

 

Karier kewartawanan dimulai ketika muncul harian berbahasa Jawa, Dharma Kandha dan Dharma Nyata di Solo. Sambil mencari nafkah di media tersebut, ia menjadi koresponden lepas majalah TEMPO.

 

Arswendo merantau ke Jakarta pada 1973 saat diminta menjadi redaktur pelaksana majalah humor Astaga.

 

Dari Astaga yang tak panjang usia, Arswendo mengelola Midi, majalah remaja milik Kelompok Kompas Gramedia. Midi ditutup, HAI terbit dan Arswendo diminta memimpin. Ketika mengelola HAI ini, produktivitas melesat luar biasa. Serial Imung, Serial Kiki dan Komplotannya, dan Senopati Pamungkas lahir di periode ini.

 

Ia juga menulis dengan nama samaran Titi Nginung. Di bawah nama ini, meluncur di antaranya novel Opera Jakarta, Opera Bulutangkis, Opera Pencakar Langit, dan Opera Jakarta-Hong Kong.

 

Ayah tiga anak ini menjangkau pula dunia televisi dengan menulis skenario Jendela Rumah Kita. Ini serial drama yang banyak dipuji dan tayang pada 1989-1990 di TVRI. Serial ini membuat Dede Yusuf kondang. Demikian pula Desy Ratnasari yang nongol di beberapa episode.

 

Lalu, Arswendo menjadi salah seorang penulis skenario serial Aku Cinta Indonesia (ACI) yang merupakan buah kerja sama Departemen Penerangan denga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sinetron ini disambut hangat publik – yang saat itu hanya bisa menonton TVRI, belum ada televisi swasta. Sinetron ini tayang April 1985 sampai awal 1990-an.

 

Bahkan saat dibui 5 tahun gara-gara Monitor, Arswendo menghasilkan puluhan tulisan pendek, tiga skenario, dan tujuh novel. Banyak di antaranya dengan nama samaran.

 

Formula “Tiga Kata”

 

Dalam “Pengalaman Menulis dan Proses Kreatif,” Arswendo mengungkapkan tiga hal yang selalu dipegangnya saat berkarya. Yaitu, jujur, kreatif, dan terbuka.

 

Jujur, yaitu menyampaikan apa yang hendak dikatakan. Ia mengaku tidak peduli apakah kelak tulisannya dianggap bernilai sastra atau tidak. Ia ogah dipasung beban itu.

 

“Saya harus jujur pada proses penciptaan. Tidak ada gangguan atau bayangan untuk mengabdi pada media tertentu,” tulis suami Agnes Sri Hartini ini.

 

Perihal kreatif, tentu tak jauh dari ikhtiar mencoba cara atau gagasan baru. Arswendo jelas nyaris identik dengan kreativitas. Satu contoh, ia mengasuh rubrik “Pergaulan Sehat” di majalah HAI yang berisi pendidikan seks. Ia cuek saja saja meski kritik menghampiri karena meyakini hal-ihwal seksualitas penting diketahui remaja dengan benar.

 

Meski tak langsung soal penulisan, contoh “kreativitas” lain adalah keputusan majalah HAI untuk menghapus rubrik ramalan bintang atau astrologi.

 

“Rasanya semua majalah, dan tidak usah remaja, asal ada bau hiburan, ada rubrik perbintangan…Tapi karena soal pilihan against the mainstream… Jatuhlah putusan bahwa rubrik semacam itu tidak ada di HAI. Alasannya bisa dibikin panjang… remaja disadarkan berpikir rasional, tidak boleh cengeng dan mencengengkan diri kepada tahayul, dan tak usah dilibatkan nasib yang menjadi bagian penerbitan buku-buku model stensilan di pinggir jalan,” tulis Arswendo di HAI No. 37/1988.

 

Terbuka maksudnya terkait kritik dan pujian. Pada awal 1970-an, ia rajin menyambangi para penulis senior untuk mencari masukan, entah kritik atau pujian.

 

“Saya pergi ke Jogja melihat Darmanto Jatman berceramah. Ia meledek cerpen saya tapi saya bangga. Orang sebesar Darmanto toh membaca cerpen-cerpen saya,” akunya. Darmanto adalah penyair dan esais yang berkiprah di Semarang sambil menjadi dosen di Fakultas Psikologi Undip.

 

Ia juga menemui Sapardi Djoko Damono, Sanento Juliman, Motinggo Boesje, dan sejumlah penulis lain.

 

Pada gilirannya, ia pun menjelma panutan para kreator muda. Ketika Arswendo berulang tahun ke-70, sutradara dan penulis skenario, Salman Aristo, menulis status di akun Facebook-nya. Aristo mengaku pernah menyampaikan pertanyaan banyak orang: kok bisa Arswendo sangat produktif.

 

Sambil tertawa, Arswendo menjawab, “Waktu 24 jam itu banyak sekali. Coba deh, pakai dengan baik.”

 

Mulai hari itu, ungkap Aristo, dua kalimat di atas “jadi mantra dalam hati”-nya.

 

Tak sampai setahun kemudian, Arswendo wafat pada 19 Juli 2019 lantaran kanker prostat. Rampung sudah hidup yang jujur, kreatif, dan terbuka.

 

Sumber :   https://tirto.id/arswendo-atmowiloto-stamina-berkarya-dan-tiga-kata-bertuah-gy7l

 

 

 

Bandara Kertajati, Getah dari Jalur (Asal) Cepat PSN

Reja Hidayat :  Jurnalis Tirto.id

TIRTO.ID, 26 November 2022

                                                

 

 

Empat tahun lalu, maskapai Lion Air melayani penerbangan umrah dari Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati ke Madinah, Arab Saudi. Diwarnai karut-marut terkait akses, penerbangan "jalur basah” itu pun terancam mengering.

 

Penerbangan perdana tersebut disaksikan langsung oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Namun sayang, layanan tersebut tak bertahan lama karena akses menuju bandara yang masih buruk dan sepi penumpang.

 

Maskapai PT Garuda Indonesia Tbk tahun ini menapak di jejak yang kian ditinggalkan Lion Air. Perusahaan pelat merah tersebut memberangkatkan 224 jemaah dari Jawa Barat dan sekitarnya menuju Tanah Suci pada 20 November lalu dengan sistem sewa (carter).

 

Penerbangan tersebut menjadi sorotan beberapa kalangan, karena ternyata hanya separuh dari yang sempat dijanjikan pihak Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat, yakni sebanyak 400 jamaah.

 

"Yang kemarin terbang sekitar 224 jamaah dan ada artisnya. Sekarang ada yang terbang? Enggak. Kapan terbang lagi juga masih kurang jelas," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah dan Inbound Republik Indonesia (Asphurindo), Muhammad Iqbal Muhajir kepada Tirto, Senin (21/11/2022).

 

Selama ini, asosiasi sudah sering mendengar pemerintah Jawa Barat dan pemerintah pusat mempromosikan Bandara Kertajati untuk pemberangkatan umrah dan haji. Promosi itu sudah dilakukan sebelum bandara selesai konstruksi.

 

Pada Mei 2018, misalnya, BIJB mulai sosialisasi layanan penerbangan haji dan umrah kepada 150 biro agen perjalanan. Demi melihat realisasi penerbangan umrah pada 20 November lalu, para pengusaha travel tidak teryakinkan begitu saja.

 

Bagi mereka, ada persoalan yang tak juga selesai yakni akses jalan dan harga tiket dari Bandara Kertajati yang lebih mahal dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta). Para penyedia travel umrah pun memilih memberangkatkan jamaahnya dari Ibu Kota.

 

Persoalan lain adalah harga harga avtur (bahan bakar pesawat) yang lebih mahal di BIJB ketimbang di Bandara Soetta dan Bandara Halim Perdanakusuma. Seperti diketahui, salah satu variabel pembentuk harga tiket pesawat adalah ongkos pembelian avtur.

 

Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Farid Aljawi menyebut harga tiket yang lebih mahal menjadi permasalahan. Namun, dia enggan menyebut angkanya.

 

Permasalahan lainnya adalah akses. Perjalanan dari Bandung ke Bandara Kertajati melalui tol Cipularang-Cipali (Cikopo-Palimanan) menempuh jarak 178 kilometer (km) dengan tarif Rp142 ribu, dua kali lipat biaya dari Bandung ke Soetta yang hanya Rp67 ribu.

 

Di sisi lain, perjalanan melewati Jatinangor, Sumedang, menempuh jarak 105 km atau 2 jam 50 menit. Padahal jika tol Cisumdawu beroperasi, jarak Bandung- Kertajati sebenarnya hanya 61 km.

 

Situasi ini yang membuat pengusaha travel umrah enggan melakukan penerbangan melalui Bandara Kertajati. "Ada satu cara agar bisa terbang dari Kertajati, yakni harga. Jarak dan durasinya juga lama, di atas dua jam," ungkap Farid kepada Tirto pada pekan kedua November. “Kalau harga sama dan fasilitas jauh berbeda segala macam, ya repot.”

 

Bandara yang berlokasi di Majalengka ini memang problematik, baik ketika dibangun maupun ketika dibuka resmi pada 24 Mei 2018. Dengan terminal seluas 83.700 m2, bisa dibayangkan betapa sepinya suasana bandara tersebut.

 

Begitu sepinya, Bandara Kertajati dan lainnya seringkali disebut mirip kuburan, meski investasinya sangat besar. Bandara Kertajati, misalnya, menelan biaya hingga Rp2,6 triliun.

 

Sejak Awal Sudah Keliru

 

Pembangunan Bandara Kertajati direncanakan sejak era Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan. Studi kelayakan dimulai pada 2003 oleh PT Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB, dan izin penetapan lokasi turun sejak 2005. Lalu proses konstruksi dimulai di era Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.

 

Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Prof Harun Al-Rasyid Lubis menilai kajian studi kelayakan Bandara Kertajati teramat buruk. Menurut dia, kajian setebal 5 cm itu bukan untuk melihat hasil yang sebenarnya, melainkan hanya untuk memenuhi aspek formalitas.

 

"Mereka kaji biar layak bukan bagaimana sebenarnya. Tapi itu pula yang didorong sama pengusaha. Pengusaha ini mau nangkap lahan," kata Harun yang memiliki hasil kajian itu, pada Kamis (17/11/2022).

 

Sebenarnya, ada tiga kandidat bandara sebelum diputuskan BIJB. Pertama, Bandara Karawang, kedua Bandara Cirebon, ketiga Bandara Kertajati. Pemilihan bandara tersebut lebih karena aspek politis ketimbang teknis.

 

Harun menilai sebuah kajian mestinya bersifat transparan, bottom up, dan dilakukan oleh konsultan independen. Semuanya harus dipagari dengan kelayakan teknis, ekonomis, finansial dan lingkungan.

 

Bahkan, para pihak yang berkepentingan dalam proyek pemerintah seringkali menggunakan kampus. Menurut Harun, PT Lapi ITB dipakai hanya sebagai stempel keabsahan kajian padahal proyek pembangunan itu sebenarnya tidak layak dijalankan dari parameter ‘kebutuhan.’

 

"Harus dibuat standar operating procedure (SOP) studi kelayakan. Membangun enggak ada kajian, tapi model gitu banyak kejadian. Kajian kelayakan harus ada standarnya. Karena enggak di pagar, diakrobat aja itu. Dia bilang sudah layak, padahal belum. Ini kenyataan," kata Harun.

 

Eks Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) Kantor Staf Kepresidenan (KSP) sekaligus Direktur Lokataru Iwan Nurdin menilai ada aspek ketidakhati-hatian dalam membangun proyek infrastruktur di Indonesia.

 

Jika di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) proyek berakhir mangkrak karena tak berlanjut, maka di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), proyek justru mangkrak setelah selesai dibangun. Hasilnya tak sesuai target awal akibat kurang komprehensifnya studi kelayakan.

 

Faktor inilah yang menurut Iwan menyebabkan BIJB sepi sampai sekarang. Begitu pula dengan bandara Jogja. Dia menyerukan pemerintah mengkaji ulang rencana pembangunan bandara baru sebab hampir seluruh bandara di Indonesia tidak didasarkan konsep perencanaan yang kuat.

 

"Dengan dasar pemikiran itu saya menyarankan pemerintah meninjau kembali rencana pembangunan bandara-bandara baru. Kapan perlu berani untuk mengoreksi keberadaan bandara-bandara yang lama," kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah kepada Tirto pertengahan September lalu.

 

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ada 21 bandara baru yang harus diselesaikan sebelum tahun 2024. Beberapa bandara baru selain BIJB juga bernasib sama, 'mati suri'.

 

Misalnya, Bandara Ngloram, Blora yang diresmikan oleh Presiden Jokowi Desember lalu. Hingga saat ini tidak ada jadwal penerbangan yang beroperasi pada rute dari maupun ke bandara yang berada di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

 

Efek Jalur Cepat Bernama PSN

 

Di era Jokowi, pembangunan infrastruktur sangat masif. Pemerintah daerah dan pengusaha berlomba-lomba memasukkan proyek mereka ke daftar proyek strategis nasional (PSN) yang dulu bernama masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI).

 

Ketika masuk daftar PSN, kucuran dana APBN, pembebasan lahan, dan jaminan pendanaan bakal dipermudah. Bandara yang menikmati status PSN adalah BIJB, Bandara Kediri-yang dibangun PT Gudang Garam Tbk, dan Bandara Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

 

Pembangunan Bandara Kertajati, misalnya, direncanakan hampir 13 tahun hingga melalui dua pergantian presiden. Pada 2016, bandara ini masuk PSN yang tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) No 3 tahun 2016 dan Perpres No 56 tahun 2018.

 

Perubahan status itu membuat pembangunan menjadi sangat cepat, bahkan sangat mudah membebaskan lahan atas nama pembangunan. "Proyek bersandar pada PSN, proses pengadaan tanah lebih merugikan masyarakat," kata Iwan Nurdin

 

Karena kejar tayang, proses ganti lahan biasanya merugikan masyarakat sehingga memicu kerugian karena ketidakhati-hatian berupa salah orang, salah ukuran, dan salah hitung nilai.

 

Bandara Komodo juga masuk PSN dan banyak dikritik. Proyek revitalisasi bandara ini dinilai hanya memuluskan bisnis resort dan wisata yang dinilai merusak cagar alam Pulau Komodo, Padar, Rinca, dan Tatawa dengan total luas konsesi mencapai 463,49 hektare.

 

Status PSN juga memungkinkan proyek infrastruktur--yang semula tak memakai dana negara--tiba-tiba bisa ditalangi duit APBN, yang terkumpul dari keringat rakyat. Hal ini terjadi dalam kasus Bandara Kertajati dan proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung.

 

Untuk “menyelamatkan” Bandara Kertajati, pemerintah membangun tol Cisumdawu. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebutkan konstruksi tol Cisumdawu seksi I dan II dilaksanakan oleh pemerintah karena ruas tersebut masih belum feasible secara bisnis.

 

Dua seksi tol tersebut mendapatkan pinjaman sebesar Rp3,4 triliun dari China, sedangkan seksi 3 dan 6 ditawarkan kepada swasta dengan menelan biaya konstruksi sekitar Rp2 triliun.

 

"Udah dipilih ya sudah, tapi ada risiko. Pilih tertentu trafiknya kurang, ada resiko. Ujung-ujungnya seperti itu, apalagi dunia penerbangan. Untuk menunggu itu harus disubsidi dulu, harus tekor-tekoran dulu Jawa Barat maupun pemerintah pusat," ucap Harun.

 

Sumber :   https://tirto.id/bandara-kertajati-getah-dari-jalur-asal-cepat-psn-gy7T

 

 

 

Sikap Nasdem soal Revisi UU IKN: Bukti Tak Sejalan sama Jokowi?

Irfan Amin : Jurnalis Tirto.id

TIRTO.ID, 26 November 2022

 

                                                

 

Partai Nasdem kian menunjukkan jaraknya dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Salah satunya adalah sikap Fraksi Nasdem di DPR RI yang memilih abstain dalam proses pembahasan usulan pemerintah soal revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).

 

Sikap abstain tersebut ditunjukkan Fraksi Partai Nasdem dalam rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Kementerian Hukum dan HAM pada Rabu (23/11/2022). Padahal revisi UU IKN merupakan ide dan perintah langsung dari Presiden Jokowi.

 

Menkumham Yasonna Laoly menyebut, Presiden Jokowi berharap revisi ini dilakukan agar mempercepat proses pembangunan dan transisi di ibu kota negara baru atau IKN Nusantara.

 

Nasdem merupakan satu-satunya parpol koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf yang memutuskan abstan. Sementara frkasi lainnya, yakni Fraksi PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) semua menyetujui revisi UU IKN.

 

Sedangkan, dua partai oposisi pemerintah, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak. Dua partai ini juga menjadi rekan Nasdem dalam Koalisi Perubahan yang sama-sama mendukung Anies Baswedan menjadi bakal capres pada Pemilu 2024 meski belum ada deklarasi resmi.

 

Adanya jarak antara pemerintah dengan Nasdem semakin dipertegas oleh pernyataan Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas. Dia menyebut yang menerima usulan revisi Undang-undang IKN untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) merupakan pendukung pemerintah.

 

Sempat terjadi diskusi antara Supratman selaku pimpinan rapat dengan anggota Baleg dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari. Supratman mempertanyakan apakah sikap Nasdem tersebut bagian dari penolakan? Namun oleh Taufik hal itu dibantah, ditegaskan kembali bahwa Nasdem abstain.

 

Supratman dalam pidato penutupnya mengungkapkan bahwa pilihan Nasdem untuk abstain mengenai usulan revisi UU IKN bagian dari proses politik. Supratman tidak ingin ambil pusing, dia menyebut hal itu perlu dinikmati sebagai satu bagian dari proses politik.

 

“Ini dinamika politik, harus kita nikmati,” kata Supratman.

 

Secara terpisah, Taufik Basari menjelaskan bahwa sikap fraksinya tidak memiliki kaitan dengan sikap politik dengan pemerintahan saat ini. Ia hanya ingin mengetahui substansi revisi UU IKN yang menurutnya belum selesai secara pembahasan.

 

“Ini butuh waktu tambahan saja," kata Taufik.

 

Taufik mengklaim bahwa pihaknya sedang fokus dalam membahas usulan Komisi V DPR soal RUU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Hingga akhirnya pemerintah, menurut Taufik Basari, secara mendadak mengusulkan pembahasan lain di luar yang telah disepakati.

 

“Jadi memang saat itu agenda pembahasannya yang utama usulan dari Komisi V soal LLAJ dan kemudian pemerintah saat bersama ajukan usulan lain," jelasnya.

 

Jalan Terjal Nasdem jadi Partai di Antara Koalisi & Oposisi Jokowi

 

Perbedaan pendapat antara Nasdem dengan pemerintahan Jokowi sudah dimulai sejak deklarasi Anies Baswedan sebagai bakal capres pada 3 Oktober 2022. Sejak saat itu Nasdem kerap disebut sebagai antitesis koalisi pemerintahan saat ini.

 

Puncak renggangnya hubungan antara Jokowi dengan Nasdem adalah saat perayaan ulang tahun partai besutan Surya Paloh tersebut. Saat itu, Jokowi tidak hadir dan tidak memberi ucapan selamat walau hanya satu kata. Meski demikian, Surya Paloh sebut Jokowi sibuk mengurus KTT G20 sehingga dirinya memaklumi.

 

Sedangkan, di sisi lain, Jokowi menyempatkan hadir dalam pembukaan Muktamar Muhammadiyah dan memilih meninggalkan KTT APEC, meninggalkan pemimpin negara lain yang ada di Bangkok, Thailand.

 

Kemudian yang terbaru, Nasdem memilih abstain dalam proses pembahasan usulan pemerintah soal revisi UU IKN yang jelas merupakan tugas langsung dari Jokowi.

 

Keputusan fraksi bukan muncul dari ide dan gagasan anggota fraksi Nasdem yang ada di dalam Baleg. Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR RI, Roberth Rouw menjelaskan bahwa hal itu merupakan instruksi dari DPP Partai Nasdem.

 

Terkait sikap Nasdem ini, Peneliti Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Wasisto Raharjo Jati menyebut, hal tersebut sebagai langkah akomodatif. Nasdem ingin berdiri di tengah antara oposisi dan koalisi pemerintah.

 

“Saya pikir sikap abstain itu menunjukkan pula transisi sikap dan politik Nasdem yang mulai agak bergeser ke posisi tengah setelah selalu berada di sisi pemerintah,” kata Wasisto.

 

Wasisto menilai, langkah Nasdem penuh risiko. Partai dengan warna biru itu akan mudah mendapat perundungan terutama dari para pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin yang ada dalam barisan pemerintahan.

 

“Nasdem akan dipertanyakan soal ketegasan dan afiliasi politiknya baik koalisi maupun oposisi untuk saat ini dan kedepan,” kata dia.

 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menerangkan, sikap abstain Nasdem sebagai salah satu risiko dampak konflik antara Jokowi dengan Surya Paloh yang kian meruncing. Sebagai kawan lama, hubungan keduanya merenggang karena Anies Baswedan menjadi bakal capres.

 

“Itu salah satu efek konflik atau perseteruan antara Jokowi dengan Surya Paloh atau Nasdem, suka tidak suka, senang tidak senang itu terlihat dari proses kebijakan di parlemen,” ujarnya.

 

Sumber :   https://tirto.id/sikap-nasdem-soal-revisi-uu-ikn-bukti-tak-sejalan-sama-jokowi-gy6u