Sabtu, 06 Januari 2018

Indonesia 2018, Perspektif Marketing (dan) Politik

Indonesia 2018, Perspektif Marketing (dan) Politik
Hasanuddin Ali ;  Founder and CEO Alvara Research Center
                                               KORAN SINDO, 29 Desember 2017



                                                           
Pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal ketiga 2017 mencapai angka 5% dan diperkirakan pada akhir tahun 2017 akan berada di kisaran 5,1%.  BPS mencatat sepanjang 2017 ekonomi Indonesia masih ditopang dua “mesin” utama, yaitu konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 55,68% pada Q3 2017 dan investasi yang berkontribusi 23,76% pada Q3 2017. Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga ditopang empat sektor utama, yaitu makanan dan minuman, kesehatan dan pendidikan, transportasi dan komunikasi, serta restoran dan hotel.

Ekonomi Politik Indonesia 2017

Dari sisi ekonomi, ada dua isu yang menjadi pokok perbincangan sepanjang 2017, yaitu penurunan daya beli dan ekonomi digital.

Pertama, indikasi pelemahan daya beli konsumen di beberapa sektor jelas terlihat, antara lain beberapa perusahaan ritel menutup usahanya karena sepi pembeli dan terus merugi.

Perusahaan automotif, baik roda empat maupun roda dua, mencatat pertumbuhan penjualan yang tidak menggembirakan. Kedua, 2017 juga ditandai dengan semakin menjamurnya situs-situs belanja online , mulai dari pemain lokal sampai pemain global yang berekspansi ke Indonesia karena melihat perkembangan pasar digital Tanah Air yang semakin menarik. Penetrasi pengguna semakin tinggi di Indonesia. Ber bagai studi menunjukkan pada 2017 setidaknya 132 juta pen duduk sudah terkoneksi dengan internet.

Menurut kajian Alvara Research Center, 33,5 % di antaranya tergolong sebagai heavy users (akses internet 3-6 jam sehari) dan 13,5% adalah addicted users (akses internet > 7 jam sehari). Dengan demikian 44,2 juta pengguna internet Indonesia adalah heavy users dan 17,8 juta adalah addicted users. Politik Indonesia pada 2017 ditandai dengan pilkada se rentak di 101 daerah. Pilkada yang paling besar menyita perhatian adalah Pilkada DKI Jakarta.

Dan kita semua tahu Anies Baswedan menang atas lawannya Basuki Tjahaja Purnama dengan keunggulan telak 57,96% berbanding 42,04%. Pilkada Jakarta bukan sekadar pertarungan Basuki dengan Anies semata, lebih dari itu adalah pertarungan dua kutub ideologi politik yang akan menentukan wajah politik Indonesia kedepan.

Menguatnya Urban Midle-Class Millennial

Bagaimana dengan Indonesia pada 2018? Dengan melihat tren ekonomi pada kuartal ketiga yang membaik, baik di Indo nesia maupun di kawasan ASEAN, ekonomi Indonesia tahun depan— meski tidak terlalu spektakuler—dipercaya akan lebih baik daripada 2017. Prediksi IMF dan World Bank, pertubuhan ekonomi Indonesia pada 2018 berkisar 5,3-5,4%. Dalam konteks ekonomi politik, ada tiga komponen yang menjadi penentu.

Mereka adalah masyarakat urban, penduduk kelas menengah, dan generasi milenial. Ketiga komponen inilah yang akan menjadi bahan bakar ekonomi politik Indonesia 2018. Tahun 2015 saja penduduk urban di Indonesia menurut dataBPSsudahmencapai53,3%.

Perbedaan antara urban dan rural ini bukanlah sekadar persoalan perbedaan geografis semata, tapi lebih jauh dari itu adalah perbedaan soal nilai-nilai, pola pikir, dan budaya. Berdasarkan data BPS, jumlah kelas menengah di Indonesia pada 2017 cukup besar, yakni 66,31% dari total penduduk. Mereka inilah yang diharapkan mampu mendorong kenaikan tingkat konsumsi rumah tangga.

Dalam sejarah di berbagai negara, kelas menengah selalu menjadi motor perubahan, terutama terkait dengan aspek ekonomi dan perubahan sosial. Mereka memiliki uang lebih, daya belinya cukup sehingga mampu menjadi penggerak ekonomi dari sektor konsumsi. Generasi milenial di Indonesia saat ini mencapai34%, generasi mayoritas di antara generasi-generasi yang lain.

Menurut Pew Research Center, mereka adalah generasi yang lahir antara tahun 1981 hingga 1999. Mereka memiliki karakter dan perilaku yang sangat digital minded karena konsumsi mereka terhadap internet sangat tinggi.

E-Leisure Economy

Ekonomi Indonesia pada 2018 akan dibentuk oleh dua entitas penting, yaitu digital economy dan, meminjam istilah Yuswohady, leisure economy. Kedua tren ekonomi ini tidak saling menegasi, tapi justru saling memperkuat untuk mem bentuk ekosistem ekonomi baru Indonesia 2018, yaitu e-leisure economy.

Ini merupakan eko nomi yang berbasis kreativitas, entertainment, dan penciptaan pengalaman/experience dengan kata kunci digital sebagai plat form utamanya. Hal ini seiring sejalan dengan tumbuhnya kon sumen baru Indonesia, yakni konsumen urban middle-class millennial. Konsumen ini lebih memen tingkan pengala man dan interaksi ketika meng gunakan atau mengonsumsi produk/brand .

Dari sisi perilaku, konsumen Indonesia tahun 2018 akan semakin menghendaki proses yang lebih instan, tidak berbelit dengan pelayanan yang tetap prima. Internet dan media sosial semakin memiliki posisi penting dalam proses peng ambilan keputusan pembelian terhadap produk/brand.

The Endless Battle Game

Pilkada Serentak 2018 akan digelar Juni diikuti 171 daerah. Selain itu tahun depan pelaku politik juga mempersiapkan diri menyongsong pemilu presiden dan pe milu legislatif (pilpres dan pileg) pada 2019. Berbagai konsolidasi politik peserta pemilu akan sangat masif terjadi di tahun depan. Dalam konteks politik ada tiga isu yang akan sangat mewarnai wajah politik 2018.

Pertama, populisme berbasis agama. Pertarungan antara kelompok nasionalis dan Islamis politik akan tetap mewarnai dan mendominasi wacana perebutan potensi suara pemilih baik untuk Pilkada 2018 maupun untuk Pilpres-Pileg 2019.

Kedua, it’s the economy, stupid! Tidak bisa dimungkuri persoalan ekonomi akan tetap menjadi isu seksi yang banyak dibahas.

Dari berbagai survei Alvara Research Center, tingkat kepuasan terhadap pemerintah an Joko Widodo yang paling rendah selalu terkait dengan sektor ekonomi. Tiga aspek yang berkaitan dengan ekonomi tersebut adalah soal kesenjangan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, dan stabilitas harga kebutuhan pokok.

Ketiga, pemilih milenial. Jumlah pemilih dalam Pemilu 2019 akan didominasi generasi milenial.

Milenial yang lahir dalam rentang 1981-1999 ini akan berusia 20-38 tahun dan jumlahnya mencapai sekitar 86 juta jiwa atau dengan kata lain 48% pemilih pada Pemilu 2019 adalah generasi milenial. Bila ditam bahkan dengan pemilih yang berusia 17-19 tahun, jumlah pemilih dalam rentang 17-38 tahun mencapai51%. Artinya 1 dari 2 pemilih adalah generasi milenial, sebuah jum lah pemilih yang sangat meng giurkan bagi partai atau kan didat yang akan bertarung pada Pemilu 2019.

Hiruk-pikuk politik selama 2018 bisa menjadi “pedang bermata dua” bagi ekonomi Indonesia. Pertama, pelaku usaha butuh kepastian dan cenderung wait and see yang bisa menghambat ekspansi usaha mereka. Namun pilkada serentak ini bisa juga menjadi stimulus penggerak ekonomi daerah karena bisa dipastikan uang beredar di daerah akan meningkat.

Akhirnya bagaimana Indonesia pada 2018 dari sudut pandang ekonomi politik? Tahun 2018 adalah tahun saat masyarakat urban middle-class millennial akan memegang kunci utama ekonomi politik. Ada tiga cara untuk mendekati mereka, yakni beradaptasi dengan karak ternya, mengajak bicara dengan bahasanya, dan bergaul lebih intim dengannya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar