Minggu, 04 Maret 2018

Jalan Keluar UU MD3

Jalan Keluar UU MD3
Moh Mahfud MD  ;   Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN): Ketua MK-RI 2008-2013
                                                  KORAN SINDO, 03 Maret 2018



                                                           
Semula Presiden Joko Widodo mengirimkan surat presiden (supres) kepada DPR yang berisi persetujuan untuk membahas rancangan revisi atas UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Isinya satu saja: perubahan komposisi (tepatnya penambahan jumlah) pimpinan MPR dan DPR sesuai dengan komposisi hasil pemilu. Tetapi pada saat-saat akhir pembahasan, ada usul dimasukkannya beberapa materi baru yakni tentang kriminalisasi terhadap pengkritik DPR dan anggota DPR, tentang perluasan imunitas DPR, tentang pemanggilan paksa (subpoena) yang tidak proporsional.

Satu lagi tentang perluasan fungsi Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR dari lembaga penegak etik merambah ke lembaga penegakan hukum. Keruan saja menyeruak pro dan kontra yang panas. Presiden menyatakan kaget dan tidak tahu ada pembahasan materi seperti itu.

Sementara itu, Menkumham Yasonna Laoly mengaku memang tidak melapor tentang masuknya materi-materi baru tersebut karena waktunya sudah sangat mendesak. Sebelumnya, Fraksi Partai NasDem dan Partai PPP mengaku kecolongan dan menya takan walk out saat pengesahan UU tersebut di Gedung DPR.

Materi-materi yang (meminjam istilah Presiden) mengurangi kualitas demokrasi tersebut tentu harus dibereskan karena mendapat penolakan luas dari masyarakat. Jalan keluar secara konstitusional harus dicari untuk meniadakan ketentuan-ketentuan tersebut dari hukum kita.

Konstitusi kita pun memberikan beberapa jalan untuk itu melalui pembuatan resultante (kesepakatan) baru, sebab pada dasarnya produk hukum adalah resultante yang bisa diganti dengan resultante baru. Resultante baru bisa dilakukan dengan legislative review atau perubahan UU melalui proses legislasi lagi setelah UU MD3 itu terlebih dulu diundangkan.

Mekanisme legislative review ini akan berlangsung relatif lama dan ribet lagi. Maka ada juga yang mengusulkan direvisi melalui judicial review atau meminta pembatalan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dengan uji konstitusionalitas. Namun harus diingat, dalam kasus ini ada sedikit kelemahan kalau pilihan penyelesaian masalah ini dibawa ke MK.

Per tama, pada dasarnya MK hanya bisa membatalkan (negative legislator) dan tidak bisa membuat formulasi baru, sebab formulasi sebuah UU hanya bisa dibuat oleh legislatif (positive legislator). Ini bisa menimbulkan kekosongan hukum. Memang ada juga peluang dibuatnya vonis “konstitusional/inkonstitusional bersyarat” yang memungkinkan MK meng haruskan pengertian tertentu, tetapi formulasinya tetaplah tidak bisa leluasa.

Kedua, MK tidak boleh membatalkan UU atau isinya meskipun UU tersebut jelek dan ditolak oleh publik selama tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Banyak UU yang menurut MK tidak bagus dan ditentang oleh masyarakat, tetapi tidak bisa dibatalkan oleh MK karena meskipun tidak disukai oleh masyarakat dan tidak bagus, tetapi juga tidak bertentangan dengan UUD 1945, misalnya, dalam hal-hal yang dianggap sebagai opened legal policy. MK tidak bisa membatalkan UU yang menurut pendapat umum tidak baik.

MK hanya membatalkan UU yang nyatanyata bertentangan dengan UUD 1945. Dulu MK pernah menolak untuk membatalkan UU No 1/PNPS/1965, karena meskipun isinya dianggap kurang baik, tetapi UU tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945 sebagai opened legal policy. Waktu itu MK menyatakan, kalau mau diubah, ya, menjadi ranahnya DPR dan pemerintah sebagai pemegang hak legislasi.

Itulah taruhannya jika kasus UU MD3 ini diuji materi ke MK. Maka muncul alternatif lain, yakni penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang dari sudut tertentu bisa lebih tepat, lebih cepat, dan tanpa debat kusir yang tidak perlu. Caranya, draf UU MD3 diundangkan dulu untuk selanjutnya, sehari kemu dian, direvisi dengan perppu.

Cara ini pada akhir 2014 pernah dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika pada 30 September 2014 mengundangkan berlakunya UU No 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, tetapi langsung disusul dengan pencabutannya pada 2 Oktober 2014 melalui peng undangan Perppu No 1 Tahun 2014.

Biasanya perdebatan yang selalu muncul terkait dengan perppu adalah “alasan genting” apa yang bisa dipakai oleh Presiden untuk mengeluarkan perppu. Menurut Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, perppu hanya bisa dikeluarkan dalam hal terjadi “hal ihwal kegentingan yang memaksa”.

Namun, haruslah diingat bahwa di dalam Hukum Tata Negara tidak ada kriteria objektif tentang keadaan genting itu. Alasan tentang kegentingan itu merupakan “hak subjektif” Presiden. Dapat dikatakan, sampai saat ini tak pernah ada sebuah perppu yang ditolak oleh DPR dengan alasan tidak memenuhi syarat tentang adanya kegentingan.

Selain itu, jika perppu tidak diterima oleh DPR maka tidak otomatis materi yang dicabut oleh perppu itu lang sung hidup lagi. Menurut hukum perundang-undangan, jika sebuah perppu tidak diterima oleh DPR maka harus dibuat UU untuk mencabutnya lagi. Di dalam proses pembuatan UU lagi itu, Presiden bisa ikut menentukan isinya.

Untuk kasus UU MD3 yang sekarang ini alasan dikeluarkannya perppu sudah cukup, bahwa, presiden melihat ada kegentingan karena adanya ancaman terhadap perkembangan demokrasi dan karena timbulnya keresahan di tengah-tengah masyarakat.

Perdebatan untuk pendalaman atas alasan subjektif presiden itu nantinya bisa dilakukan pada masa sidang DPR berikutnya ketika dilakukan pembahasan oleh pemerintah bersama DPR untuk menentukan diterima atau tidaknya perppu tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945.

Komunikasi politik Presiden Jokowi dengan DPR selama ini juga berjalan efektif dan semua perppu yang dikeluarkan Presiden Jokowi selalu diterima. Misalnya tentang hukum an pengebirian bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, tentang tax amnesty, bahkan juga tentang UU Keormasan, meskipun untuk yang terakhir ini diterima melalui voting karena ada fraksifraksi yang tidak setuju.

Dalam konfigurasi politik yang sekarang ini, banyak yang yakin DPR tidak akan menolak jika Jokowi mengeluarkan perppu tentang MD3 tahun 2018, sebab suara masyarakat hampir bulat menolak UU MD3 yang sudah disahkan itu dan parpol-parpol lebih banyak yang selalu mendukung Presiden Jokowi.

Meskipun begitu kita tidak bisa menghindari adanya kekhawatiran tentang terjadinya eksesifitas kekuasaan Presiden jika mengeluarkan Perppu. Ada yang khawatir jika Presiden sering mengeluarkan Perppu. Kekhawatiran seperti itu biasa muncul setiap akan ada Perppu dan itu bagus saja sebagai bentuk kehati-hatian. Semuanya menjadi hak dan wewenang Presiden untuk memilih alternatif yang diyakininya paling tepat.

2 komentar:

  1. Dapatkan Penghasilan Tambahan Dengan Bermain Poker Online di www , SmsQQ , com

    Keunggulan dari smsqq adalah
    *Permainan 100% Fair Player vs Player - Terbukti!!!
    *Proses Depo dan WD hanya 1-3 Menit Jika Bank Tidak Gangguan
    *Minimal Deposit Hanya Rp 10.000
    *Bonus Setiap Hari Dibagikan
    *Bonus Turn Over 0,3% + 0,2%
    *Bonus referral 10% + 10%
    *Dilayani Customer Service yang Ramah dan Sopan 24 Jam NONSTOP
    *Berkerja sama dengan 4 bank lokal antara lain : ( BCA-MANDIRI-BNI-BRI )

    Jenis Permainan yang Disediakan ada 8 jenis :
    Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar 66

    Untuk Info Lebih Lanjut Dapat menghubungi Kami Di :
    BBM: 2AD05265
    WA: +855968010699
    Skype: smsqqcom@gmail.com


    bosku minat daftar langsung aja bosku^^

    BalasHapus
  2. Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Hk

    BalasHapus