Senin, 09 April 2018

Forum Indonesia-Afrika 2018

Forum Indonesia-Afrika 2018
Eko Sulistyo  ;   Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi,
 Kantor Staf Presiden
                                                         KOMPAS, 09 April 2018



                                                           
Pada 10-11 April 2018, Indonesia akan menjadi tuan rumah Indonesia-Africa Forum (IAF) 2018 di Bali. Dijadwalkan forum ini akan dibuka Presiden Jokowi pada hari pertama dan dipimpin Wapres Jusuf Kalla pada hari kedua. Meski forum ini bukan pertemuan tingkat menteri luar negeri, Kementerian Luar Negeri RI mengundang sejumlah menteri negara Afrika. IAF tak hanya membahas agenda kerja sama ekonomi dan perdagangan, tetapi juga menjadi media pencapaian diplomasi Pemerintah Indonesia ke Afrika sejak kepemimpinan Jokowi.

Seperti pernah disampaikan Presiden Jokowi dalam KTT G20 di Berlin, 8 Juli 2017, kedekatan politik Indonesia dan negara-negara Afrika yang telah dibangun sejak Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 harus diwujudkan menjadi kedekatan ekonomi yang nyata dengan menggalakkan investasi, mengurangi dan meniadakan hambatan perdagangan serta meningkatkan kerjasama teknik. Karena itu, Afrika perlu menjadi prioritas dalam diplomasi, kerja sama pembangunan, investasi, dan perdagangan Indonesia.

Potensi Ekonomi Afrika

Indonesia dan Afrika diramalkan akan jadi kekuatan strategis bagi ekonomi global di masa depan. Pricewater Copper pada Februari 2017 merilis laporan tentang proyeksi pertumbuhan ekonomi global hingga 2050 dan meramalkan 32 negara yang akan jadi kekuatan ekonomi dunia. Laporan ini menyatakan pertumbuhan ekonomi Asia dan Afrika akan jadi penggerak mesin ekonomi global. Pada 2050 Indonesia diramalkan akan jadi negara ke-4 kekuatan ekonomi dunia. Beberapa negara di Afrika ikut menyusul Indonesia seperti Nigeria di urutan ke-14, Mesir (15), dan Afrika Selatan (27).

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan Afrika akan jadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat kedua di dunia antara 2016 dan 2020 dengan pertumbuhan tahunan 4,3%. McKinsey Global Institute (MGI) menggambarkan potensi dan kemajuan ekonomi Afrika sebagai “singa yang sedang bergerak“.

Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi kawasan Afrika akan terus naik. Di saat banyak negara di dunia masih bergelut dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan, seperti ekonomi Uni Eropa yang tumbuh hanya 1.6%, ekonomi Afrika tumbuh sekitar 3.5%, tertinggi kedua di dunia setelah Asia.

Ada tiga trend positif yang dianggap mendukung perkembangan ekonomi Afrika. Pertama, benua ini memiliki populasi muda yang bekerja jadi buruh. Pada 2034, Afrika diperkirakan punya populasi usia kerja terbesar di dunia, yaitu sebanyak 1,1 miliar.

Kedua, Afrika masih mengalami urbanisasi. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada dekade berikutnya sebanyak 187 juta orang Afrika akan tinggal di kota. Ekspansi urban ini akan berkontribusi pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan bisnis. Diperkirakan konsumen Afrika akan menghabiskan sekitar 2 triliun dolar AS pada 2025. Ketiga, perkembangan teknologi juga berdampak positif bagi ekonomi Afrika untuk dapat keuntungan dan membuka pertumbuhan ekonomi.

Mario Pezzini dalam ulasannya tentang “Africa’s transformation: Open for business” dimuat The Africa Investment Report 2016, memprediksi sektor ekstraktif tak akan lagi jadi penggerak utama ekonomi Afrika. Akan terjadi dua transformasi ekonomi Afrika di masa depan.

Pertama, pertumbuhan pasar domestik Afrika yang meningkat secara signifikan akan jadi pasar besar dan penggerak utama perekonomian. Indikatornya, pertumbuhan populasi Afrika yang terus meningkat. Pada 2010 populasi Afrika sudah mencapai 1 miliar. Diproyeksikan 30 tahun lagi mencapai lebih 2 miliar dan akan lebih 4 miliar di penghujung abad. Semua manusia ini membutuhkan makanan, tempat tinggal, pakaian, transportasi dan koneksi dengan telepon seluler.

Kedua, Afrika tak cukup hanya jadi pasar yang besar, tapi juga akan menjadi produsen barang dan jasa dengan nilai yang tinggi. Hal ini akan mengakselerasi integrasi regional dan reformasi domestik untuk meningkatkan produktivitas dan menghilangkan berbagai halangan bagi pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor infrastruktur, energi dan keahlian.

Peluang Indonesia

Indonesia perlu memanfaatkan transformasi ekonomi masa depan Afrika. Indonesia telah melakukan berbagai upaya intensif menggarap pasar Afrika. Penjajakan pembentukan mekanisme pengurangan tarif melalui Preferential Trade Agreement (PTA) dengan sejumlah negara kunci seperti Angola dan Mozambik serta pengelompokan regional di kawasan Southern African Customs Union dan Economic Community of West African State. Meningkatkan intensitas saling kunjung antar-pejabat tinggi, pelaku usaha, akademisi dan para pemangku kepentingan lainnya. Di tataran multilateral, Indonesia telah memanfaatkan kehadiran di Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Konferensi Islam Ke-44 di Pantai Gading, Juli 2017, untuk melanjutkan komunikasi dengan sejumlah negara Afrika.

Strategi diplomasi Indonesia juga dilengkapi kerja sama teknik. Sejak 2006, Indonesia telah banyak mendapatkan pengakuan dari negara-negara Afrika atas peran dan kontribusi aktif dalam mendukung pembangunan di Afrika. Hal ini terutama dilakukan melalui kerja sama pelatihan di bidang pertanian, perikanan, dan UKM. Indonesia juga berkomitmen memajukan pembangunan di Afrika dengan dukungan Indonesia untuk G20 Africa Partnership dan pencapaian Agenda 2063 Uni Afrika.

Berdasarkan data perdagangan Indonesia-Afrika dari Kementerian Perdagangan, selama 2017 total perdagangan dan investasi Indonesia dengan Afrika senilai 8,83 miliar dolar (4,86 miliar dolar ekspor dan 3,97 miliar dolar impor). Saat ini lebih 28 perusahaan swasta dan BUMN Indonesia melakukan perdagangan, bisnis dan investasi di Afrika. Sementara investasi Afrika di Indonesia secara kumulatif sejak 2010 mencapai 5,23 miliar dollar AS untuk 1.270 proyek.

Pelajaran paling baik mengombinasikan kerja diplomasi dan politik dengan dunia bisnis dan kemitraan ekonomi adalah dengan Afrika Selatan. Afrika Selatan merupakan kekuatan ekonomi terbesar ketiga di Afrika, dengan PDB 314,6 miliar dolar (2015) yang mencakup 20 persen total keseluruhan Benua Afrika, setelah Nigeria dan Mesir. Afrika Selatan juga mendapat predikat negara berpenghasilan menengah ke atas dari Bank Dunia.

Indonesia dan Afrika Selatan memiliki mekanisme konsultasi bilateral berupa Sidang Komisi Bersama (SKB), Joint Trade Committee (JTC), serta telah menandatangani sejumlah perjanjian maupun MoU di berbagai bidang, seperti perdagangan, pertanian, pertahanan, budaya, transaksi keuangan, perpajakan dan riset teknologi. JTC telah dilaksanakan tiga kali: 2006 di Afrika Selatan, 2012 di Indonesia; dan terakhir pada 2017 di Pretoria, Afrika Selatan.

Sebagai sesama negara yang pernah merasakan pahitnya kolonialisme Barat, kerja sama Indonesia-Afrika harus didasarkan pada semangat “Dasasila Bandung”, yakni saling menguntungkan, non-eksploitastif dan memajukan peradaban bersama. IAF 2018 harus menjadi momentum bersejarah untuk mentransformasikan ikatan politik dan potensi Indonesia-Afrika menjadi kerja sama ekonomi dan pembangunan yang konkret dan berkesinambungan.

1 komentar: