Henry
Kissinger
Dinna Wisnu ; Pengamat Hubungan Internasional;
Co-founder Paramadina Graduate
School of Diplomacy
|
KORAN
SINDO, 25
Januari 2017
Pada
26 Desember 2016 tabloid media massa berbahasa Jerman, Bild Zeitung,
memublikasikah laporan yang disinyalir adalah laporan dari tim transisi
Presiden Donald Trump yang menyebutkan tentang peluang kerja sama yang
konstruktif antara Washington DC dan Kremlin pascapemilihan umum di Amerika
Serikat (AS).
Media
itu juga menyebutkan tentang peran penting dari Henry Alfred Kissinger
sebagai penasihat bayangan untuk urusan luar negeri. Media itu bahkan juga
menyebutkan bahwa Henry Kissinger adalah salah seorang yang membuat draf
rencana untuk mengharmoniskan hubungan antara Rusia dan AS yang selama ini
terlibat dalam konflik yang mendalam. Henry Kissinger adalah seorang
diplomat, mantan menteri luar negeri di masa pemerintahan Richard Nixon dan
Gerald Ford. Dia juga seorang pemikir hubungan internasional yang mumpuni.
Usianya saat ini sudah mencapai 93 tahun.
Bagi
negara-negara dunia ketiga dan berkembang, Henry Kissinger adalah arsitek
segala campur tangan Amerika dalam politik dalam negeri negara lain. Presiden
Chile, Salvador Allende yang berasal dari kelompok kiri atau sosialis,
ditumbangkan melalui kudeta dan kampanye yang terus-menerus. Kissinger
menegaskan sikapnya pada 1970 dengan mengatakan, ”I don’t see why we need to
stand by and watch a country go communist due to the irresponsibility of its
people. The issues are much too important for the Chilean voters to be left
to decide for themselves. ”
(Saya
tidak melihat alasan mengapa kita harus menunggu dan menyaksikan suatu negara
beralih komunis karena tidak bertanggungjawabnya masyarakat di sana. Isu ini
terlalu penting untuk ditentukan sendiri oleh para pemilih Chile). Sikap
realisnya itu yang mendekatkan Kissinger dengan Presiden Putin. Meski dia
terlibat dalam perang dingin dengan Rusia, Kissinger tidak memiliki beban
untuk membina hubungan dekat dengan Rusia. Putin sangat mengagumi Kissinger
dan mereka telah bertemu lebih dari 10 kali sepanjang Putin berkuasa.
Putin
mengenal dan bertemu Kissinger ketika dia masih pejabat junior di tahun
1990-an. Dia memandang Kissinger dengan penghormatan karena mereka berdua
samasama memiliki latar belakang intelijen. Pada saat itu Kissinger sudah
mendirikan perusahaan konsultan untuk berbagai bidang terutama energi. Sikap
Realis Kissinger dalam memecahkan masalah-masalah hubungan luar negeri adalah
karakter utama pemikiran tokoh ini. Sikap realis dan pragmatis juga diambil
pada saat AS menormalisasi hubungannya dengan Republik Rakyat China (RRC)
pada tahun 1972.
Henry
Kissinger adalah diplomat yang dikirim oleh AS untuk melakukan pembicaraan
rahasia dengan China. Kapasitasnya sebagai national security advisor
membuatnya memiliki wewenang untuk membicarakan perjanjian kedua negara
hingga akhirnya Presiden Nixon datang secara formal dan memulai hubungan
dengan RRC dan mengakui hanya ada satu China. Tujuan AS untuk menormalisasi
hubungan dengan China tidak lain adalah upaya untuk memutus hubungan aliansi
atau poros negara-negara komunis yang diwakili oleh negara Uni-Soviet (USSR)
pada masa itu dengan RRC.
Hubungan
USSR dan RRC pada saat itu memang tengah panas akibat perbedaan doktrin
ideologi kiri yang tidak dapat terdamaikan. USSR dan RRC saling tuduh bahwa
masing-masing adalah Marxist revisionis karena sikap yang berbeda terhadap
negaranegara kapitalis. RRC dikenal garis keras dan menolak kerja sama dengan
negara kapitalis sementara USSR menerima kerja sama selama tidak
mengintervensi. Ketegangan ini yang dimanfaatkan oleh Kissinger dengan
mendekat ke China dengan harapan, China tetap kritis terhadap USSR, meskipun
AS juga memiliki perjanjian tidak tertulis dengan USSR untuk tidak saling
menyerang.
Strategi
normalisasi hubungan dengan China pada 1972 atau 45 tahun yang lalu untuk
mengisolasi USSR tampaknya akan digunakan kembali, namun saat ini pihak yang
akan diisolasi adalah China oleh Presiden Amerika serikat ke-45 Donald Trump
atas nasihat dari Kissinger. Pandangan masa depan hubungan Amerika Serikat
dan Rusia disampaikan oleh Kissinger ketika memperingati kematian Yevgeny
Maksimovich Primakov, mantan Perdana Menteri semasa mendiang Presiden Boris
Yeltsin tahun 1998-1999.
Kissinger
dan Primakov memimpin kelompok mantan para diplomat AS dan Rusia sepanjang
tahun 2007- 2009. Di Amerika kelompok ini dikenal dengan Track II Group yang
bekerja bipartisan dan didorong oleh Gedung Putih, tetapi tidak melakukan
negosiasi atas nama negara. Kissinger telah menilai bahwa hubungan Rusia dan
AS berada di titik paling bawah saat di masapemerintahanObama.
Hubunganinibahkanlebihburukdibandingkan masa Perang Dingin karena telah
hilangnya rasa kepercayaan di antara dua negara.
Hubungan
dua negara ini memang justru semakin rumit setelah berakhirnya Perang Dingin.
Amerika mengharapkan dengan meredanya ketegangan internasional maka waktu
yang ada dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kerja sama internasional. Di
sisi lain, Rusia juga merasa tidak nyaman dan aman dengan semakin
berkurangnya batas-batas kedaulatan tradisional setelah USSR bubar. Seperti
kita ketahui, banyak wilayah bekas USSR yang kemudian mendirikan negara dan berafiliasi
secara politik ke Barat daripada ke Rusia.
Kissinger
menilai bagi AS berakhirnya perang dingin adalah takdir bahwa nilai-nilai
revolusi demokratik tidak bisa dihindarkan dan dunia perlu memilik tata
kelola internasional yang diatur oleh sebuah sistem hukum. Di sisi lain,
Rusia yang meyakini bahwa keamanan tergantung dari saling pengaruh
faktor-faktor geopolitik yang sama kuatnya dengan hukum. Dengan kata lain,
Rusia ingin mengatakan bahwa hubungan antara negara itu memiliki hubungan
kekuasaan dan tidak netral begitu saja.
Dua
paradigma ini yang menjadi tanggung jawab bagi AS dan Rusia untuk
memecahkannya. Persoalan ini penting untuk dijawab karena ancaman sekarang
tidak lagi lahir dari akumulasi kekuasaan dari negara yang kuat atau dominan.
Tetapi justru dari negara yang wilayahnya mengalami disintegrasi dan wilayah
itu kemudian tidak memiliki pemerintahan. Menyebar dan meluasnya kekuasaan
kosong tersebut tidak dapat dihadapi oleh satu negara saja seberapa pun
kuatnya. Hal itu hanya dapat diselesaikan dengan kerja sama antara Rusia, AS
dan negara-negara kuat lainnya.
Karena
itu, unsur-unsur kompetisi, terkait dengan konflik tradisional antarnegara,
harus dibatasi agar kompetisi itu tetap dalam batas dan menciptakan kondisi
yang mencegah terjadinya pengulangan konflik yang berkepanjangan. Persepsi realis
Kissinger ini tampaknya akan menjadi landasan hubungan yang baru Rusia dan
AS. Presiden Donald Trump sudah memberikan indikasi bahwa ia tidak menutup
kemungkinan akan mencabut sanksi terhadap Rusia seandainya Rusia mau membantu
AS dalam memberantas terorisme dan mencapai tujuan-tujuan yang sesuai dengan
kepentingan Paman Sam.
Apabila
normalisasi ini terjadi, kitamungkinakanmenghadapi sebuah realita baru yang
membutuhkan strategi luar negeri baru untuk menghadapi dampak-dampak yang
ditimbulkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar