Capres
2019
Putu Setia ;
Pengarang; Wartawan Senior Tempo
|
TEMPO.CO, 21 Januari 2017
Televisi
menyiarkan debat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta. Seisi
rumah menonton, tapi Romo Imam duduk di pojok menikmati bacaannya. "Debat
itu bukan urusan kita. Itu urusan warga Betawi," kata Romo, ketika saya
mendekat.
"Ini
pemilihan gubernur rasa presiden. Agus Yudhoyono dan Anies Baswedan bisa jadi
akan dicapreskan tahun 2019. Kalau Ahok mungkin banyak kendalanya," kata
saya, memancing. Romo meletakkan majalah yang dibacanya. "Itu terlalu
mengada-ada," katanya.
a
orang punya pendapat, benar atau salah, itu bukan hoax. Bantah dong kalau
salah."
Saya
tak berani melawan, takut Romo benar-benar marah. "Saya membaca ulasan
di majalah ini," ujar Romo. Sambil memegang kembali majalah itu, Romo
melanjutkan, "Undang-Undang Dasar pada amendemen ketiga Pasal 6A butir 2
menyebutkan, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilu. Adapun Mahkamah
Konstitusi sudah memutuskan pemilihan umum presiden pada 2019 diadakan
serentak dengan pemilihan umum legislatif. Jadi semua partai yang sah ikut
pemilu berhak mencalonkan presiden dan wakil presiden. Calonnya bisa banyak
karena tak ada ketentuan partai harus bergabung."
"Majalah
yang Romo baca mungkin terbitan lama," kata saya, dengan tenang.
"Romo ketinggalan berita. Pemerintah sudah mengajukan rancangan undang-undang
revisi pemilihan umum yang baru dan tetap menyebutkan ada ambang batas untuk
pencalonan presiden dan parlemen. Mahkamah Konstitusi, ketika memutus uji
materi Undang-Undang Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, hanya mencoret pasal 3 butir 5, yang intinya menyebutkan pemilu
presiden dilaksanakan setelah pemilu legislatif. Kemudian diganti dengan
pemilu serentak. Namun Mahkamah tidak mencabut pasal 9 tentang persyaratan
perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen
dari suara sah yang diperoleh partai."
Romo
memotong, "Kalau begitu, partai baru yang ikut pemilu tidak bisa dong
mencalonkan presiden dan wakil presiden. Kan belum ada kursinya di parlemen.
Wah, ini melanggar Undang-Undang Dasar."
Saya
merenung sejenak, lalu menjawab, "Hampir semua perundang-undangan dan
peraturan hukum di negeri ini punya celah untuk bermain-main tafsir."
Romo tampak cerah wajahnya. "Mungkin itu sengaja atau memang dibuat
tanpa memikirkan jangka panjang. Wakil rakyat kita kalau membuat
undang-undang yang menguntungkan dirinya, seperti menambah pimpinan,
semangatnya bukan main. Padahal apa gunanya untuk rakyat."
Saya
tepuk jidat. Romo berkata lagi: "Soal capres, biarkan tak ada ambang
batas. Biarkan semua partai mengusung capres, capek mengamendemen
Undang-Undang Dasar. Toh, akan ada seleksi alam, mudah-mudahan. Misalnya,
sadar biayanya tinggi. Capres sadar dengan kemampuannya sendiri."
Romo
berdiri dan berkata, "Yang lebih utama, setelah mematutkan diri, yang
mengaku tokoh itu punya rasa malu untuk dicapreskan." ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar