Minggu, 17 Desember 2017

Phryne, Novanto, dan Peradilan

Phryne, Novanto, dan Peradilan
M Subhan SD ;  Wartawan Senior Kompas
                                                    KOMPAS, 16 Desember 2017



                                                           
Phryne terkenal dengan kecantikannya. Dia dilukiskan bertubuh indah, putih, mulus. Rambutnya terurai. Phryne hidup sekitar abad ke-4 sebelum Masehi. Dia lahir sekitar tahun 371 SM di Thespiae, Boeotia. Namun, ia tinggal di Athena dan meninggal sekitar tahun 310 SM. Nama aslinya Mnesarete. Phryne adalah penghuni “dunia malam” karena ia seorang perempuan pekerja seks komersial. Namun, ia paling fenomenal di lingkungan pekerja seks komersial. Pada zamannya, ia menjadi selebritas yang terkenal di seantero negeri. Nama Phryne menjadi viral ketika ia dihadapkan ke pengadilan dengan tuduhan fitnah dan tiada rasa hormat sekitar 350 SM. Di pengadilan, dia dibela oleh orator Hypereides (390-322 SM).

Di persidangan, Hypereides menyusun pembelaan untuk si terdakwa. Dengan kemampuan retorikanya, Hypereides menemukan semua celah untuk membebaskan kliennya dari jeratan hukum. Ketika ada gelagat bahwa hakim akan menjatuhkan vonis bersalah, sang pembela mengatur siasat. Secepatnya ia mengambil trik yang tak diduga-duga. Ia menyuruh Phryne menanggalkan baju. Versi lain, Phryne sendiri yang melakukannya. Di pengadilan, Phryne telanjang tanpa sehelai kain penutup tubuh.
Mata para hakim pun terbelalak. Semua terpesona, tersihir Phryne. 

Menurut pengajar senior Sekolah Hukum Birkbeck di University of London, Elena Loizidou (A Play on Justice: The Trial of Phryne at (Occupied) Old Street Magistrates Court, 2012), para hakim terkejut dengan apa yang mereka lihat. Dada Phryne tampak begitu indah sehingga para hakim berpikir pastilah ia dewa atau setidaknya punya benih dewa. Makhluk ciptaan dewa ini tidak mungkin mencemari dewa-dewa. Atas dasar itulah, hakim membebaskan Phryne dari tuduhan tersebut. Tubuh menjadi kekuatan Phryne. Apakah ini sebuah permainan keadilan?

Drama Phryne sudah terkubur dalam-dalam di tumpukan sejarah ribuan tahun silam. Namun, l’histoire se répète, kata orang Perancis, sejarah selalu berulang. Kisah di ruang pengadilan yang dramatik hari-hari ini menjadi pembicaraan hangat ketika Setya Novanto mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12). Selama ini Novanto dikenal sebagai “nama besar” di negeri ini yang “kuat dan licin”. Sejumlah kasus pernah menjeratnya, tetapi dapat lolos. Bahkan, ketika KPK menjeratnya dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) jilid pertama pada 17 Juli 2017, ia pun lolos di praperadilan pada 29 September 2017. Novanto pun beberapa kali tidak memenuhi panggilan KPK dengan alasan sakit.

Banyak orang percaya bahwa sakit menjadi jurus untuk menghindari panggilan KPK. Perlawanan pun dilakukan terhadap KPK, misalnya melaporkan pimpinan KPK ke polisi dengan tuduhan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang. Bahkan, para warga di jagat maya (netizen) yang menyindir dan mengkritik dengan meme- meme lucu juga dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Ketika KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka pada 10 November 2017, banyak orang menduga jurus sakit ke rumah sakit akan diulangi lagi. Tetapi, masak sakit apa lagi? Tiada yang menduga, Novanto memang ke rumah sakit setelah kendaraan yang ditumpanginya menabrak tiang lampu jalan di sekitar Permata Hijau, Jakarta Selatan, 16 November 2017, setelah sempat menghilang sehari dicari-cari KPK.

Ketika mulai memasuki ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, Novanto terlihat lemah. Berulang kali pertanyaan hakim tak dijawab Novanto yang duduk di kursi terdakwa. Coba kita ingat sepotong pertanyaan hakim. Hakim Yanto: Saya coba, saya ulangi lagi nama lengkap Saudara, Saudara tidak mendengar? Novanto: Ya, tidak mendengar. Hakim Yanto: Apakah nama Saudara Setya Novanto? Hakim sampai mengulanginya tetapi tetap tiada jawaban. Ah, namanya juga netizen macam-macam komentarnya. Ada yang bilang begini: Wah Haji Bolot-pelawak yang suka berakting tuli-bisa tak laku karena ada saingan.

Contoh lain saat Novanto mengaku diare. Kepada hakim, dia mengaku 20 kali ke toilet. Namun, menurut jaksa KPK, Irene, berdasarkan laporan pengawal di rutan, Novanto hanya dua kali ke toilet, yaitu pukul 23.00 dan 02.30. Lagi-lagi ada netizen berkomentar: diare saja mau di- mark up. Dokter pun dihadirkan di ruang sidang. Kalau melihat penampilannya, Novanto memang seperti sakit. Namun, sakit itu terukur berdasarkan keterangan medis. Catatan medisnya ternyata: tekanan darah 110/80 dan denyut nadi kuat. Kata orang awam, sih, normal-normal saja.

Semestinya Novanto datang ke ruang sidang dengan berani untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jadikan pengadilan untuk menguji kebenaran. Silakan ajukan bukti dan alibi. Soal benar atau salah, serahkan saja pada proses peradilan. Novanto mesti menunjukkan nyali sebagai orang berkuasa selama ini, yang pernah memimpin DPR dan Partai Golkar. Memprihatinkan jika menyaksikan ada manuver atau adegan-adegan dramatik di pengadilan. Adegan dramatik gaya Phryne dan Hypereides sudah kuno, sudah membatu menjadi fosil.

Bupati Nganjuk Taufiqurrahman kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kali ini, ia dijerat dengan pasal gratifikasi. Ia diduga menerima uang Rp 2 miliar dari dua rekanan di Nganjuk. Sebelumnya, Taufiqurrahman sudah ditetapkan sebagai tersangka setelah tertangkap tangan menerima Rp 300 juta terkait suap perekrutan pegawai negeri sipil pada 25 Oktober lalu. “Pemberian Rp 1 miliar diduga terkait pembangunan infrastruktur tahun anggaran 2015. Ada penerimaan lain yang diduga berasal dari proses mutasi dan promosi jabatan, juga pengerjaan sejumlah proyek tahun anggaran 2016- 2017,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (15/12). (IAN) ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar