Indonesia
Darurat Narkotika
Bagong Suyanto ; Dosen FISIP Universitas Airlangga; Meneliti Peredaran dan Penyalahgunaan
Narkoba di Kalangan Anak Muda di Kota Surabaya
|
KORAN
SINDO, 23
Januari 2017
Ulah
mafia dan pengedar narkoba yang makin merajalela di Tanah Air, tampaknya
sudah tidak lagi bisa ditoleransi. Sejumlah pelaku penyelundupan narkoba
dilaporkan tewas ditembak aparat kepolisian. Kasus yang terbaru adalah
tewasnya Brian, 30, seorang sindikat penyelundupan narkoba 8,8 kg sabu-sabu
oleh jajaran Ditresnarkoba Pola Metro Jaya.
Sebelumnya
kasus penembakan terhadap pengedar narkoba juga dialami dua warga Nigeria dan
seorang kurir narkoba di Medan yang tewas ditembak aparat Badan Narkotika Nasional
(BNN) karena mencoba melarikan diri. Tindakan tegas yang dilakukan jajaran
kepolisian ini bukan tanpa alasan. Keprihatinan terhadap bahaya peredaran
narkoba tampaknya sudah tidak lagi bisa ditahan. Indonesia, seperti
dinyatakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, saat ini sudah pada situasi
darurat narkoba. Jumlah pengguna narkotik di Indonesia tercatat sudah lebih
dari 4 juta orang. Jumlah narkoba jenis baru pun naik sekitar 44 jenis dan
terus bertambah setiap waktu. Hal ini diperparah dengan angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba yang mencapai 2,20%.
Berdasarkan
catatan BNN, sepanjang 2015-2016 terungkap paling-tidak ada 1.015 kasus dari
72 jaringan sindikat narkoba dengan jumlah tersangka 1.681 pelaku. Meski
demikian, dari berbagai kasus yang berhasil diproses aparat penegak hukum,
uang yang berhasil dirampas negara dari hasil praktik pencucian uang dari
bisnis narkoba hanya sekitar Rp142 miliar. Angka ini tentu jauh dari layak
karena peredaran uang dari bisnis narkoba ditengarai mencapai puluhan triliun
rupiah.
Dari Pengedar ke Produsen
Presiden
Jokowi sendiri sejak lama memang menginginkan tindakan tegas dari seluruh
aparat keamanan untuk mengejar dan menangkap para pengedar maupun bandar.
Jika undang-undang memperbolehkan, Presiden juga memerintahkan agar pelaku
kejahatan narkotik didor di tempat.
Demikian
penyataan Presiden Jokowi dalam acara Hari Antinarkotik Internasional di
Jakarta, 26 Juni 2016. Bagi aparat kepolisian, pesan yang disampaikan
Presiden Jokowi agar aparat tak segan bertindak tegas dan jika perlu menembak
pelaku, tentu merupakan sinyal positif untuk penanganan bahaya narkoba masa
depan. Artinya, dengan komitmen Presiden yang memberi keleluasaan kepada
aparat agar menindak tegas pengedar narkoba, tentu bisa menjadi energi tambahan
untuk makin meningkatkan kinerja pemberantasan narkoba di Tanah Air.
Sejak
BNN dipimpin Budi Waseso (Buwas), ditambah dengan sikap tegas Kapolri
Jenderal Tito Karnavian, harus kita akui bahwa kinerja pemberantasan narkoba
telah meningkat pesat. Aparat kepolisian kini tidak hanya rajin menggelar
berbagai operasi atau razia tangkap tangan, tetapi juga mengancamkan sanksi
yang makin berat bagi pengedar yang tertangkap. Ideide segar, seperti menaruh
pengedar narkoba di sel yang dijaga buaya dan pesan maut yang disampaikan
kepada para pengedar narkoba, bagaimanapun telah meniupkan angin segar bahwa
memberantas narkoba memang membutuhkan penangananyangbenar- benarserius.
Selama
ini media massa telah banyak memberitakan bahwa Indonesia kini tidak lagi sekadar
menjadi pengedar atau bagian dari jalur distribusi narkoba. Sejumlah pengedar
kelas kakap kini disinyalir telah menaikkan peran mereka dari sekadar
pengedar menjadi produsen. Ini terbukti dari kasus-kasus yang berhasil
dibongkar aparat kepolisian, yakni di berbagai daerah telah ditemukan
sejumlah rumah yang berfungsi sebagai pabrik-pabrik dalam skala yang cukup
besar, yang memproduksi narkoba dalam berbagai jenis.
Temuan
seperti ini tentu sangat mencemaskan sebab dengan naik kelasnya peran bandar
narkoba di Indonesia dari pengedar menjadi produsen membuktikan bahwa
Indonesia benar-benar sudah berada pada situasi darurat nasional narkoba.
Dikatakan darurat karena meski berbagai upaya telah dilakukan, ternyata untuk
memutus mata rantai peredaran narkoba bukanlah hal yang mudah. Setiap satu
pengedar berhasil dicokok aparat, dalam waktu yang sama ditengarai selalu
muncul pengedar baru yang tak kalah agresif. Sekali lagi, iming-iming tawaran
keuntungan yang luar biasa besar menjadikan bisnis ilegal ini selalu menyedot
keterlibatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Kesulitan yang Dihadapi
Menurut
data Kejaksaan Agung yang dipaparkan di Dewan Perwakilan Rakyat, hingga kini
sebetulnya sudah ada sekitar 18 terpidana narkoba yang telah divonis mati dan
menunggu untuk dieksekusi. Tetapi, makin berat ancaman hukuman bagi pengedar
narkoba tampaknya tidak juga menyurutkan ulah mafia dan pengedar narkoba yang
memahami benar besarnya keuntungan dari berbisnis ilegal mengedarkan narkoba.
Di
masyarakat, siapa saja yang menjadi korban dari peredaran dan penyalahgunaan
narkoba kita tahu telah merasuk ke berbagai kelompok dan level. Peredaran
penggunaan narkoba tidak hanya terjadi dalam lingkungan kelompok yang
terbatas seperti para penggiat aktivitas malam atau anakanak muda urban yang
bergaya hidup permisif. Seperti diakui Presiden Jokowi sendiri bahwa korban
narkoba kini telah merambah hingga pelajar, bahkan anak-anak sekolah dasar,
ibuibu rumah tangga, dan berbagai kelompok yang selama ini dikenal sebagai kelompok
masyarakat yang seharusnya berisiko rendah terpapar narkoba.
Iklim
persaingan di antara sesama pengedar yang makin kompetitif membuat sejumlah
pengedar kini tidak lagi hanya mengandalkan pada konsumen yang konvensional
seperti pengunjung diskotek atau para eksekutif muda yang kebablasan. Paket
narkoba yang dikemas dan dijual dengan harga paket hemat disinyalir telah
merambah ke berbagai level masyarakat. Per hari diperkirakan sekitar 40-50
orang meninggal akibat penyalahgunaan narkotik. Kesulitan untuk memberantas
peredaran narkoba karena modus yang dikembangkan pengedar makin lama
cenderung makin canggih.
Di
samping itu, kesulitan untuk memperkecil ruang gerak pengedar narkoba juga
dipengaruhi oleh jaringan di antara pengedar dan berbagai pihak—termasuk
backing dari kalangan oknum aparat maupun oknum pihak yang berkuasa. Banyak
bukti memperlihatkan bahwa meski seorang bandar narkoba telah ditangkap dan
dipenjara, ternyata dengan uang yang dimiliki mereka tetap bisa membeli
kebebasan dan mengendalikan peredaran narkoba dari balik jeruji penjara.
Untuk
memberantas jaringan peredaran narkoba hingga ke akar-akarnya, yang
dibutuhkan sebetulnya bukan sekadar sikap tegas aparat untuk menembak para
pengedar narkoba, tetapi juga menghukum seberat-beratnya oknum-oknum penguasa
yang ikut kecipratan besarnya uang bisnis haram ini atau oknum aparat yang
terbukti bertindak sebagai backing di balik peredaran narkoba. Tanpa didukung
sikap tegas yang konsisten, niscaya upaya untuk memberantas peredaran narkoba
hanya tetap tinggal harapan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar