Tiga
Inisiatif Tiongkok dan Kita
Anwar Nasution ;
Guru Besar FE UI
|
KOMPAS, 03 November
2016
Dewasa ini, Republik Rakyat Tiongkok
mengintroduksi tiga kebijakan strategis di bidang ekonomi yang akan
memengaruhi sistem ekonomi dan politik regional dan internasional. Kebijakan
tersebut mencerminkan kesiapan negara itu untuk mengambil peranan yang lebih
besar dalam kepemimpinan sistem politik, militer, dan ekonomi dunia.
Ketiga kebijakan itu, pertama, membangun
kembali Jalur Sutra lama, baik melalui laut maupun darat. Jalur laut dulu
diprakarsai Laksamana Cheng Ho dengan armada kapal kayunya mengarungi Laut
Tiongkok Selatan (LTS), Selat Malaka, dan Lautan Hindia pantai timur Afrika.
Jalur darat telah dimulai penguasa Mongolia sejak Jenghis Khan dan Kubilai
Khan melalui Asia Selatan, Pegunungan Kaukasus, Rusia, hingga Ukraina. Mata
dagangan bernilai tinggi waktu itu adalah sutra dan porselen, kertas, dan
petasan dari RRT ataupun rempah-rempah dari Indonesia serta India.
Inisiatif kedua adalah meningkatkan
partisipasi untuk memelihara kesehatan ekonomi dunia melalui penyediaan
likuiditas internasional, melalui pemberian bantuan dan pinjaman, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Pinjaman jangka pendek digunakan negara
penerima untuk menutup defisit anggaran serta neraca pembayaran luar negeri.
Pinjaman jangka panjang untuk membiayai pembangunan proyek berjangka panjang.
Bantuan dan pinjaman keuangan itu disalurkan melalui lembaga multilateral
ataupun secara langsung secara bilateral.
Inisiatif ketiga, menjadikan mata uangnya,
renminbi, mata uang internasional.
Jalur Sutra
Untuk mewujudkan Jalur Sutra melalui laut, RRT
membangun sejumlah pelabuhan dan pangkalan militer di LTS, Kamboja, Kelantan,
Myanmar, Sri Lanka, Pakistan, Yaman, serta beberapa tempat lain di Lautan
Hindia dan membeli pelabuhan laut di Yunani. Penguasaan RRT atas sembilan
titik karang di kawasan Paracel, Spratly, dan Scarborough di LTS serta
pembangunan pulau buatan dan pangkalan militer di daerah itu menimbulkan
friksi dengan lima negara anggota ASEAN: Indonesia, Malaysia, Vietnam,
Brunei, dan Filipina. Filipina mengadukan RRT ke mahkamah arbitrase PBB di
Belanda dan memenangkan perkaranya 12 Juli 2016. Namun, putusan itu tak dapat
dilaksanakan karena tak ada otoritas pemerintah ataupun polisi dunia yang
memaksakan berlakunya. Penegak hukum pun masih memperdebatkan kebenaran
tuntutan.
Sementara, jalan darat dan kereta supercepat
yang akan dibangun RRT akan menghubungkan negara itu dengan Rusia dan Eropa
Barat melalui Asia Selatan serta Pegunungan Kaukasus. Jalur laut dan darat
akan mempersingkat pengiriman barang ekspor dari RRT serta barang impor dan
bahan baku yang diperlukannya.
Di sepanjang jalur darat akan dibangun lahan
pertanian, pertambangan, ataupun kawasan industri yang mengolah bahan baku
dari daerah setempat. Secara perlahan RRT akan membangun kekuatan militernya
di sepanjang kedua Jalur Sutra itu. Dewasa ini, RRT negara pengekspor kedua
terbesar setelah Jerman. Investasi luar negeri negara itu pun kian meningkat,
merambah pasar bagi ekspornya, menguasai bahan baku dan meraih teknologi.
Jumlah turis dari RRT terus meningkat, termasuk yang beribadah ke Tanah Suci,
Vatikan, ataupun India. Pada awalnya, ekspor RRT dimulai dengan ekspor
komoditas industri manufaktur padat karya, seperti tekstil, pakaian jadi,
ataupun alas kaki.
Secara perlahan, ekspor semakin bergeser ke
teknologi canggih, seperti mesin dan mineral yang telah diolah ataupun
komponen barang-barang elektronik dan komputer serta mobil rakitan. Komputer
dan telepon seluler mereka telah masuk pasar dunia. Dewasa ini, dunia
mengeluh karena adanya banjir besi baja, aluminium, dan timah di pasar dunia
karena besarnya ekspor oleh RRT yang dihasilkan oleh industri peleburannya
dengan kapasitas yang sangat besar. RRT pun sudah mengekspor hasil pertanian,
seperti kembang dan buah-buahan. Demikian pula ekspor industri jasa, termasuk
jasa konstruksi infrastruktur jalan raya, pelabuhan laut dan lapangan udara,
irigasi pembangkit tenaga listrik, ataupun kereta supercepat.
Semua negara yang ada di kedua Jalur Sutra
adalah tujuan ekspor dan investasi RRT serta sumber impor. Lautan Hindia dan
Selat Malaka merupakan jalur minyak dan bumi dari Timur Tengah ataupun
perdagangan dan investasi RRT ke Asia Selatan, Afrika, dan Eropa. Laut
Arafura di Indonesia timur merupakan jalur utama transportasi untuk
mengangkut bahan makanan dan bahan mentah dari Australia dan Selandia Baru ke
Asia Timur dan RRT. Di sepanjang Selat Makassar kaya sumber energi dan bahan
mentah yang diperlukan RRT dan merupakan jalur penting menuju Jawa yang
merupakan pasar ekspornya.
Sumber likuiditas
dunia
Dewasa ini, RRT negara pemberi bantuan dan
pinjaman luar negeri yang semakin penting. Bantuan serta pinjaman disalurkan
melalui lembaga multinasional dan langsung diberikan kepada negara penerima
secara bilateral. Kini, RRT kontributor penting di IMF, Bank Dunia, dan ADB
serta dominan di lingkungan Inisiatif Chiang Mai (CMI) serta inisiator
pendiri Asian Infrastructure Investment
Bank (AIIB). Karena kecewa dengan IMF dalam penanganan krisis ekonomi
1997-1998, negara- negara ASEAN+3 mendirikan CMI pada tahun 2000. Jepang
sebagai penggagas awal CMI ingin membuatnya menjadi IMF untuk Asia. Namun,
usul ini ditentang Amerika Serikat, Uni Eropa, dan RRT.
ASEAN+3 terdiri dari 10 negara anggota ASEAN
dan tiga negara Asia Timur yang kaya, yakni Jepang, RRT, dan Korea Selatan.
CMI ekspansi dari ASEAN Swap Arrangement yang didirikan tahun 1977 oleh lima
anggota ASEAN (Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Filipina).
Karena negara-negara anggota telah semakin menyerahkan keputusan pemberian
kredit kepada CMI yang kian menjadi lembaga multilateral, hal itu akan
mengurangi pengaruh langsung individu penyedia dana pada keputusan pemberian
kredit tersebut. Dikepalai pejabat RRT, perkembangan ekonomi ASEAN+3
disupervisi oleh AMRO (Asian+3 Monetary Research Office) yang berkedudukan di
Singapura.
Dengan modal awal 40 miliar dollar AS, AIIB
didirikan 57 negara tahun 2015 berkedudukan di Shanghai dan dipimpin pejabat
RRT. Pendirian AIIB diharapkan dapat menambah keterbatasan keuangan bank-bank
pembangunan yang telah ada, terutama untuk membangun infrastruktur di
sepanjang Jalur Sutra. Pembangunan proyek-proyek infrastruktur menambah
stimulus bagi pengembangan ekonomi dunia yang tengah menghadapi stagnasi.
Semakin baiknya perhubungan antarnegara akan memperlancar hubungan
perdagangan, investasi, dan turisme di sepanjang Jalur Sutra tersebut.
Internasionalisasi
tahap awal RMB
Internasionalisasi renminbi (RMB) akan mendatangkan
manfaat bagi Tiongkok sekaligus menimbulkan tantangan baru bagi
perekonomiannya. Melalui internasionalisasi RMB, RRT dapat menutup defisit
anggaran dan neraca pembayaran luar negerinya dalam mata uang RMB dan dapat
menjual surat utang negaranya di pasar dunia dengan tingkat suku bunga
internasional yang lebih murah daripada di dalam negeri. Tidak ada risiko
perubahan kurs pada perdagangan dan surat utang yang dinyatakan dalam mata
uang nasionalnya sendiri. Secara politik, RRT dapat berdiri lebih tegak dalam
pergaulan internasional karena mata uangnya diterima dunia sebagai mata uang
dunia.
Tak ada perjanjian internasional ataupun
resolusi PBB yang membuat RMB jadi mata uang dunia. Sama dengan rupiah atau
mata uang lain, RMB sekadar fiat money yang berlaku karena dinyatakan sebagai
alat pembayaran sah oleh pemerintah negaranya. Tak ada jaminan pada
pengedaran RMB apakah berupa emas ataupun devisa. Orang percaya RMB karena
terpeliharanya stabilitas politik, sosial, dan ekonomi RRT. Ekonominya tumbuh
cepat, stabil dengan cadangan luar negeri yang besar. Bank sentral dan
kementerian perekonomiannya dipimpin teknokrat yang kapabel, punya
integritas, dan tidak korup.
Sejalan dengan internasionalisasi RMB, dunia
menuntut tanggung jawab lebih besar negara itu untuk ikut menstabilkan sistem
moneter internasional. Sementara itu, kemampuannya kian terbatas untuk
melakukan manipulasi kurs devisa dan mendevaluasikan RMB sebagai upaya
mendorong ekspor dan investasinya. Ekonomi dalam negerinya juga akan kian
dipengaruhi perkembangan ekonomi internasional dan kebijakan moneter di dalam
negerinya akan semakin dipengaruhi oleh perkembangan eksternal.
Internasionalisasi RMB baru bersifat tahap
awal. Dewasa ini, sudah semakin besar transaksi perdagangan, pinjaman
meminjam ataupun investasi yang dinyatakan dalam RMB, utamanya dengan RRT.
Ini berarti RMB kian diterima masyarakat internasional untuk menjalankan tiga
dari empat fungsi mata uang, yakni sebagai alat pengukur nilai, alat tukar,
dan alat penyelesaian utang piutang. IMF telah menggunakan RMB sebagai salah
satu komponen untuk mengukur satuan mata uangnya, yaitu SDR (Special Drawing
Rights). Namun, RMB belum bisa menjalankan fungsi uang yang keempat sebagai
alat penyimpanan kekayaan.
Diperlukan berbagai kebijakan untuk membuat
RMB jadi alat penyimpanan kekayaan yang terpercaya di dunia internasional,
seperti dollar AS, euro, poundsterling, ataupun yen. Pertama, mengakhiri
kontrol devisa. Dalam sistem yang berlaku dewasa ini, diperlukan izin
pemerintah bagi pelaku ekonomi di RRT untuk menahan, membeli, dan menjual
mata uang asing. Kedua, menambah surat-surat berharga yang diperjualbelikan
di bursa efek RRT yang bisa diperjualbelikan oleh modal asing yang masuk ke
negara itu.
Dewasa ini, bursa efek RRT sangat dangkal dan
sempit. Seperti di Indonesia, surat berharga yang diperjualbelikan di RRT
hanya terbatas pada surat utang negara dan sekelompok surat berharga yang
kurang likuid karena selain sulit dijual, biaya transaksinya pun relatif
mahal. Seperti di Indonesia, sangat dominan peranan BUMN dan BUMD di negara
itu yang kebutuhan modalnya datang dari kas negara atau kredit bank-bank
negara dan bukan dari saham maupun obligasi. Seperti halnya di Indonesia,
perusahaan negara di RRT belum diberikan kemandirian seperti di Eropa ataupun
Singapura. Ketiga, seperti di Indonesia, masih sangat rendah peranan investor
kelembagaan sebagai penyedia dana investasi, apakah berupa industri asuransi,
dana pensiun, ataupun Bank Tabungan Pos (BTP).
Hal keempat yang perlu dilakukan di RRT adalah
untuk mengurangi campur tangan bank sentral dalam penetapan kurs devisa dan
tingkat suku bunga. Bank sentral negara itu tak independen dan pengambilan
kebijakan moneternya sangat bergantung pada arahan Partai Komunis dan
pemerintah. Seperti halnya Indonesia, lembaga keuangan RRT (termasuk
perbankan, asuransi, dana pensiun, dan BTP) masih didominasi perusahaan
negara yang dikontrol sangat ketat oleh pemerintah.
Namun, RRT, yang negara komunis, sudah
menghasilkan Jack Ma, pengusaha yang mampu menjual saham perusahaannya,
Alibaba, di bursa efek New York. Selama ini, bank sentral RRT menggunakan
kebijakan merkantilis dengan melemahkan nilai tukar RMB untuk mendorong
ekspornya. Tingkat suku bunga murah digunakan untuk mendorong tumbuhnya
industri dalam negeri, termasuk industri berat skala raksasa ataupun ekspansi
industri konstruksi baik perumahan maupun infrastruktur. Daya saing di pasar
dunia seyogianya bersumber dari produktivitas, kreativitas, dan inovasi.
Hal kelima adalah menegakkan sistem hukum karena
ekonomi pasar memerlukan perlindungan pada hak milik individu dan pemaksaan
berlakunya kontrak perjanjian. Hanya dengan adanya kepastian hukum, efisiensi
pasar dapat ditingkatkan dan biaya transaksi pasar dapat diminimalkan.
Kepastian hukum itu sekaligus meniadakan kegagalan pasar dan kegagalan campur
tangan pemerintah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar