Penegakan
Hukum tanpa Diskriminasi
Widyo Pramono ; Jaksa
Agung Muda Pengawasan;
Guru Besar FH Undip, UNS, dan
Unissula
|
KORAN JAKARTA, 24
November 2016
Reformasi 1998 telah banyak mengubah tatanan hidup bangsa,
termasuk bidang hukum. Hal itu tergambar dari pencantuman norma “Indonesia
adalah negara hukum” dalam Batang Tubuh UUD 1945 yang diputuskan secara
musyawarah mufakat dalam Sidang Tahunan MPR 2001.
Pembangunan hukum harus dipandang sebagai sistem terintegrasi
dari pembuatan dan penegakannya. Selain itu, perlu juga pemasyarakatan
sebagai upaya mewujudkan basis sosial agar warga menyadari hak dan kewajiban
secara hukum.
Tidak dapat dimungkiri, dinamika perkembangan hukum sekarang
belum sesuai harapan. Bahkan terdapat adagium, “Hukum tumpul ke atas, tajam
ke bawah.” Sebab hukum dianggap masih memilih yang kaya dan miskin,
berkedudukan tinggi dan masyarakat biasa, serta kuat dan lemah.
Di sisi lain, pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 31
Desember 2015 telah memacu mobilitas manusia, barang, jasa, modal, dan
investasi. Ini membuat menghilangkan batas-batas antarnegara menuju integrasi
ekonomi dunia. Namun, itu juga menimbulkan peluang tindak pidana, khususnya
lintas negara (transnational crime) seperti korupsi, narkoba, pencucian uang,
terorisme, serta human trafficking.
Kondisi tersebut, tentu menjadi tantangan pemerintah guna
memperkuat kehadiran negara dalam reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, kolusi, nepotisme, bermartabat, dan tepercaya. Di sisi lain,
penegakan hukum salah satu esensi mewujudkan ketahanan nasional bangsa.
Bahkan, penegakan hukum merupakan salah satu komponen penting
dalam global competitiveness index (indeks daya saing dibanding negara lain).
Ini menjadi pertimbangan investasi masyarakat internasional. Maka, penegakan
yang kuat dan profesional dalam struktur hukum Indonesia suatu keharusan.
Kejaksaan berperan penting dalam menegakkan hukum. Akan tetapi,
penegakan yang ideal tidak bisa diwujudkan hanya oleh kejaksaan sendiri. Ini
perlu sinergi dari seluruh lembaga penegak hukum dalam sistem ketatanegaraan
dan peradilan.
Arah penegakan hukum pada 2016, tidak lepas dari pembahasan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang tertuang
dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015. Ini sebagai dokumen perencanaan
pembangunan nasional lima tahun. RPJMN merupakan penjabaran visi dan misi
presiden (Nawa Cita).
Sebagai tindak lanjut RPJMN, program pemerintah 2016 dijabarkan
dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Tahun 2016. Temanya, “Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk
memperkuat fondasi pembangunan berkualitas.” Untuk sinkronisasi penegakan
tanpa diskriminasi diagendakan pembangunan manusia, sektor unggulan,
pemerataan serta kewilayahan.
Dalam RKP 2016 juga termuat “kondisi perlu” dalam melaksanakan
dimensi pembangunan tersebut. Di antaranya, program peningkatan kepastian dan
penegakan hukum; keamanan dan ketertiban; politik dan demokrasi; serta tata
kelola dan reformasi birokrasi.
“Kondisi perlu” dalam program peningkatan kepastian dan
penegakan hukum dijabarkan melalui (1) kepastian hukum hak atas tanah, (2)
penegakan hukum berkeadilan dan pemberantasan korupsi, serta (3) memberantas
narkoba dan psikotropika.
Sinergi
Sinergi penegakan hukum juga telah termuat dalam salah satu
sasaran pembangunan yakni meningkatnya kualitas penegakan hukum dan HAM yang
transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Ini melalui proses penyusunan
legislasi berkualitas dan partisipatif para pemangku kepentingan.
Kualitas penegakan hukum akan berlandaskan sinergi antarinstansi
penegak hukum melalui pendidikan terpadu. Ini akan didukung sarana prasarana
memadai dan pengembangan sistem informasi manajemen penanganan perkara pidana
di tiap instansi penegak hukum. Arahnya keterpaduan sistem informasi
penanganan perkara untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi penegakan
serta pelayanan hukum berkualitas.
Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
ditegaskan sebagai lembaga yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan kewenangan lain
berdasarkan undang-undang. Kejaksaan juga berwenang melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana tertentu. Di antaranya, pelanggaran HAM berat, tindak
pidana korupsi, dan pencucian uang. Kejaksaan juga memiliki kewenangan di
bidang perdata dan Tata Usaha Negara.
Jaksa Agung dibantu wakil dan 6 jaksa agung muda. Kemudian
dibantu 31 kejaksaan tinggi dan 419 kejaksaan negeri. Ada 23.156 pegawai
terdiri dari jaksa (9.901) dan tata
usaha (13.255). Untuk menyukseskan RKP, kejaksaan berupaya menegakkan hukum
tanpa diskriminasi guna meningkatkan kepercayaan pebisnis dalam dan luar
negeri serta memprioritaskan pemberantasan korupsi.
Kejaksaan telah mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi TP4P
dan TP4D. di antaranya, mengawal, mengamankan, dan mendukung pembangunan.
Caranya, membahas bersama instansi pemerintah, BUMN dan BUMD untuk mengidentifikasi
permasalahan pelaksanaan pembangunan. Kejaksaan juga mendampingi setiap
tahapan program pembangunan, termasuk mengevaluasi pencapaiannya.
Optimalisasi program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) dapat membentuk
generasi muda sadar hukum khususnya terkait tindak pidana korupsi. Pada
periode Januari–Juni 2016 kegiatan JMS dilaksanakan di 25 SD, 95 SMP, 325 SMA
dan 4 PT. Acara dihadiri 95.475
peserta.
Selanjutnya, optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Satgassus
P3TPK dapat memberi efek jera kepada para koruptor dan mengembalikan kerugian
keuangan negara. Secara konkret, Januari-September 2016, kejaksaan agung,
kejaksaan tinggi, serta kejaksaan negeri menyelidiki 1143 perkara, menyidik
1245 perkara, menuntut 948 perkara, serta mengeksekusi 1296 perkara.
Sedang uang negara yang diselamatkan sekitar 4,1 triliun rupiah.
Untuk kasus narkotika kejaksaan telah inventarisasi terpidana mati dan
sukseskan program rehabilitasi 100.000 pecandu.
Kejaksaan mengawasi SDM agar berintegritas, mengedepankan etika,
sikap, dan perilaku terpuji. Pengawas berperan sebagai penggerak utama dalam
membawa kejaksaan berkinerja maksimal.
Selain itu, aparat pengawasan juga harus mampu menjadi primus
inter pares, sebagai yang pertama dari lainnya. Inisiator untuk mempengaruhi
lingkungan tugas masing-masing dalam membenahi terus-menerus, mengubah pola
pikir, budaya, dan tindak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar