Melawan
Berita Hoax
Rahma Sugihartati ; Dosen
dan Ketua Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan FISIP Universitas
Airlangga Surabaya
|
JAWA POS, 22 November
2016
ULAH penyebar berita hoax tampaknya sudah tidak bisa ditoleransi
aparat kepolisian (Jawa Pos, 21/11). Penyebaran isu atau berita bohong
melalui media sosial yang belakangan makin marak tidak hanya dinilai sering
meresahkan, tapi juga berpotensi mengganggu ketenteraman dan keamanan.
Penyebaran berita hoax sering kali dipakai sebagai instrumen untuk
mendongkrak elektabilitas calon atau untuk menyerang reputasi calon lain.
Padahal, isinya sama sekali tidak benar.
Salah satu berita hoax yang meresahkan masyarakat belum lama ini
adalah isu rush money yang meluas melalui media sosial, terutama Facebook.
Dalam berita hoax itu, disebutkan adanya ajakan kepada umat Islam untuk
menarik uang mereka di bank jika tersangka dugaan penistaan agama Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok tidak ditahan kepolisian.
Berita hoax yang muncul di masyarakat bukan hanya seputar
pilkada DKI Jakarta, tetapi juga berita tentang Kapolri yang katanya
memerintahkan pemeriksaan sejumlah tokoh, berita tentang penambahan kuota
haji, UFO, riwayat kehidupan artis, dan sebagainya -yang semuanya tidak
benar. Berbagai berita hoax semacam itu bagi masyarakat yang tidak kritis
bukan tidak mungkin bakal ditelan mentah-mentah sehingga berpotensi memicu
keresahan masyarakat.
Faktor
Penyebab
Berita hoax atau pemberitaan palsu sesungguhnya adalah sebuah
informasi yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Namun, ia acap
kali dengan cepat menyebar di masyarakat karena adanya usaha untuk menipu
atau mengakali pembaca/pendengarnya agar memercayai suatu informasi, baik
disengaja maupun tidak.
Agar penyebaran berita hoax melalui media sosial tidak makin
marak, pihak kepolisian mengambil langkah tegas. Bagi masyarakat yang suka
mengirimkan berita bohong atau bahkan sekadar iseng mendistribusikan
(forward), aparat kepolisian berjanji melakukan langkah tegas. Si pelaku bisa
terkena pidana penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar sebagaimana tercantum
dalam pasal 28 ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Masyarakat di era posmodern seperti sekarang diharapkan makin
berhati-hati dalam menyebarkan pesan berantai lewat perangkat elektronik.
Baik itu berupa pesan pendek (SMS) maupun e-mail hoax yang tidak bertanggung
jawab. Sebab, masyarakat yang sekadar mem-forward pun, disadari atau tidak,
bisa pula terkena ancaman hukuman karena dianggap turut mendistribusikan
kabar bohong.
Sikap tegas aparat kepolisian tersebut patut diapresiasi. Sebab,
pada zaman keterbukaan informasi dan perkembangan teknologi informasi yang
makin masif, diakui atau tidak, masih banyak orang yang belum melek informasi
dan masih sulit membedakan mana berita yang benar dan salah. Ada
kecenderungan orang-orang lebih mudah percaya dengan berita hoax karena
berbagai alasan.
Pertama, karena akses masyarakat pada informasi sebetulnya
relatif terbatas -meskipun informasi yang tersedia sangat berlimpah.
Alih-alih memanfaatkan informasi yang berlimpah untuk memperoleh info yang
benar dan objektif, dalam banyak kasus, sebagian besar orang justru terbuai
dan gampang puas hanya mengakses informasi yang sesuai dengan ideologi dan
kepentingannya. Informasi yang ekstrem dan sesuai dengan ideologi dan
kepentingan masyarakat biasanya dengan lebih mudah akan diterima dan dianggap
sebagai kebenaran.
Kedua, karena masyarakat cenderung mudah menjadi korban arus
informasi yang intensif dan populer di media sosial maupun media massa.
Informasi yang diberitakan terus-menerus bukan tidak mungkin membuat
masyarakat pelan-pelan terhegemoni dan menerima begitu saja info yang
terekspos. Informasi yang menjadi viral, disebarkan dengan cepat dan meluas
di masyarakat, biasanya cenderung akan dianggap sebagai kebenaran -meski itu
informasi hoax.
Ketiga, karena sifat media yang konvergen memungkinkan informasi
hoax bisa dengan cepat menyebar dan menimbulkan efek akumulatif yang
mendukung kebenaran semu dari informasi yang diekspos.
Literasi
Kritis
Di era masyarakat informasional, kehadiran internet dan
teknologi informasi harus diakui telah banyak membantu meningkatkan
akselerasi kemajuan dan produktivitas. Tetapi, di sisi lain, ketika
penggunaan teknologi informasi makin pervasive dan peran informasi makin
penting, ternyata pada saat yang sama juga lahir risiko-risiko munculnya
berbagai praktik penipuan dan berita hoax yang kontraproduktif.
Di era masyarakat posindustrial, kemunculan information
superhighway, yakni infrastruktur telekomunikasi baru yang didasarkan pada
penggabungan teknologi yang terpisah-pisah, dan arus informasi berkecepatan
tinggi tidak hanya menjadi basis teknis dan ekonomis baru bagi kemajuan dan
kelahiran masyarakat kontemporer yang produktif (Abercrombie et al.,
2010:279), tetapi juga melahirkan paradoks kemajuan yang berisiko merugikan
masyarakat.
Dikatakan merugikan karena kecepatan akselerasi penyebaran
informasi, ketika tidak didukung kemampuan literasi kritis masyarakat akan
informasi, maka kemungkinan yang terjadi adalah masyarakat justru berpotensi
menjadi korban dari informasi yang berlebih. Masyarakat menjadi tidak kritis
karena tidak bisa memilah mana informasi yang objektif dan mana informasi
yang hoax. Melawan kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang menyebarkan
berita hoax untuk tujuan politisnya sesungguhnya hanya bisa dilakukan jika
masyarakat membentengi diri dengan tingkat kemampuan literasi kritis akan
informasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar