Kawal
Putu Setia ; Pengarang;
Wartawan Senior TEMPO
|
TEMPO.CO, 19 November
2016
Romo Imam mengaku sudah jarang menonton televisi. Ternyata yang
ia maksudkan menonton siaran berita televisi, karena menonton bola masih
suka. "Saya betul-betul bosan mendengar ahok-ahok melulu. Apa tak ada
berita lain," alasannya.
Saya paham. Ada 101 pilkada yang dilangsungkan Februari nanti,
namun berita yang ada selalu sekitar pilkada Jakarta dengan bintangnya Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok. Itu yang disebut Romo dengan "ahok-ahok
melulu".
"Sekarang status Ahok tersangka sesuai tuntutan massa.
Sudah terbukti ada penistaan agama dan organisasi massa yang menuntut Ahok
diproses hukum, sudah memuji kepolisian. Mereka kini mengawal proses
itu," kata saya dengan tenang.
Romo menatap saya dengan penuh curiga. "Mengawal?
Ormas-ormas itu mengawal proses hukum? Benar mengawal?" Romo
memberondong saya dengan pertanyaan. Saya jadi terpaku tak bisa berkomentar.
Romo menyebutkan: "Presiden itu mendapat kawalan dari pasukan pengaman
presiden. Tak mungkin ada orang yang tak punya kepentingan apa-apa nyelonong
dekat presiden. Kalau presiden menerima tamu, pengawal menjaga di luar
ruangan. Pengawal ini tak peduli apa yang dibicarakan presiden dengan tamunya
dan tak ingin tahu apa hasil pembicaraan. Apalagi ikut nimbrung. Itu namanya
mengawal."
Saya masih diam. "Paham apa yang saya maksud?" tanya
Romo. Kali ini pun saya cuma mengangguk tanpa kata, kelihatan beliau agak
kesal, entah kenapa. Romo nyerocos: "Pengawal itu tak punya target
apa-apa selain keselamatan presiden dari intervensi pihak luar. Saya agak
meragukan kalau ormas yang mengawal kasus Ahok ini benar-benar mengawal
sebagaimana lazimnya. Saya kira mereka punya target tentang proses yang
disidik kepolisian. Misalnya Ahok ditahan, diadili, kemudian dipenjara. Kalau
hasilnya beda dengan apa yang ditargetkan, saya kira mereka akan bereaksi.
Jadi itu bukan pengawalan, tetapi pemaksaan."
Waduh, ini soal serius. Saya harus hati-hati karena kasus Ahok
ini masalah penistaan agama. Saya termasuk yang menyayangkan Ahok, kenapa dia
ringan saja menyebut-nyebut agama yang bukan dipeluknya. Soal ada penistaan
saya tak bisa komentar, itu bukan ranah agama saya, apalagi ada pro dan
kontra. Yang jelas saya setuju ada poses hukum dan proses itu menempatkan
Ahok sebagai tersangka. Hormat saya kepada polisi dan hormat saya juga kepada
para ormas yang mendukung langkah polisi. Semua pihak kini diajak
bersama-sama mengawal kasus itu.
"Bagaimana kalau penyidik tak menemukan bukti kuat adanya
penistaan agama, lalu jaksa menolak membawa kasus ini ke pengadilan?"
tanya Romo lagi. Tapi ia tak menunggu reaksi saya dan menambahkan: "Atau
jaksa berhasil membawa kasus ini ke pengadilan, bagaimana kalau hakim
membebaskan Ahok? Atau pengadilan negeri menghukum Ahok, namun setelah
banding hakim tinggi membebaskannya. Atau hakim banding ikut menghukum Ahok,
tapi dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Selama proses hukum itu, misalnya lagi,
Ahok menang dalam pilkada. Apakah dijamin tak ada ribut-ribut, tak ada
protes? Kalau betul sebagai pengawal, seharusnya apa pun hasil proses hukum
harus dihormati. Kalau tidak dihormati itu namanya pemaksaan, justru pengawal
itu yang intervensi."
Tiba-tiba Romo tertawa. "Saya cuma memberi contoh yang
ekstrem, jangan terlalu serius ditanggapi," kata dia. "Saya percaya
para ulama itu orang-orang bijak. Sepanjang proses hukum berjalan dengan
benar, apa pun hasilnya beliau pasti menghormatinya. Semoga damai negeri
ini."
Saya tersenyum dan mengamini dalam hati. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar