Pembaruan
Parpol Lewat UU
Ramlan Surbakti ; Guru
Besar Perbandingan Politik
pada FISIP Universitas Airlangga; Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
|
KOMPAS, 29 November
2016
Persepsi berbagai unsur masyarakat terhadap partai politik
adalah lebih banyak tampil sebagai sumber masalah daripada solusi atas
permasalahan bangsa. Salah satu permasalahan partai politik yang dilihat
publik: partai politik tidak dikelola secara demokratis, tetapi dikelola
secara oligarki.
Partai politik (parpol) lebih dikenal publik bukan dari program
yang diperjuangkan bagi kesejahteraan rakyat, melainkan dari popularitas
pengurusnya.
Tujuh belas tahun reformasi sudah berlalu, tetapi parpol sama
sekali belum melakukan reformasi atas dirinya. RUU Penyelenggaraan Pemilu
yang diajukan pemerintah kepada DPR baru-baru ini juga tidak mengandung upaya
memperbarui parpol. Oleh karena itu, senyampang DPR dan pemerintah akan
membahas RUU Penyelenggaraan Pemilu, sangatlah tepat apabila 10 partai yang
ada di DPR menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan pembaruan melalui
UU Pemilu.
Di samping itu, jika pemerintah mengusulkan Sistem Pemilu
Proporsional Terbuka Terbatas (baca: tertutup), partai politik dalam
menentukan daftar calon tidak cukup hanya disebut ”terbuka dan demokratis”.
Prinsip ”terbuka dan demokratis” itu jangan dikembalikan kepada partai
politik, tetapi harus dijabarkan secara operasional dalam UU sehingga berlaku
untuk semua partai.
Lima langkah
Sekurang-kurangnya ada lima langkah pembaruan parpol melalui UU
Pemilu yang dapat ditawarkan.
Apabila kedaulatan partai berada di tangan anggota, pembuatan
keputusan partai yang bersubstansi penting harus bersifat inklusif. Keputusan
partai yang bersifat substansial adalah keputusan tentang kepengurusan partai,
program dan kebijakan partai, daftar calon anggota DPR dan DPRD, pasangan
calon presiden dan wakil presiden, serta pasangan calon kepala dan wakil
kepala daerah.
Pembuatan keputusan partai yang bersifat inklusif berarti
melibatkan anggota dan semua unsur partai dalam membuat keputusan. Selain
bersifat inklusif, sebagian pembuatan keputusan partai didelegasikan kepada
cabang partai di daerah, yang juga harus bersifat inklusif.
Proses penentuan daftar calon tidak cukup disebut bersifat
terbuka dan demokratis, tetapi harus dijabarkan secara operasional dalam
Undang-Undang Pemilu. Proses penentuan daftar calon secara terbuka berarti
kriteria dan tata cara seleksi calon diketahui dan dapat diakses oleh publik
melalui media. Proses penentuan daftar calon secara demokratis berarti
melibatkan semua anggota yang berhak memilih. Bentuk keterlibatan anggota
dalam pembuatan keputusan tersebut harus dijabarkan dalam anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga partai masing-masing.
Kedua, faktor utama yang menyebabkan partai dikelola secara
oligarki adalah faktor keuangan. Hanya mereka yang memiliki uang dalam jumlah
besar (pengusaha) atau yang dapat mendatangkan uang dalam jumlah besar
(pejabat negara) yang dapat terpilih jadi ketua umum ataupun pengurus inti
partai. Karena membiayai sebagian besar kegiatan partai, yang bersangkutan
merasa paling berhak membuat keputusan partai yang bersifat substansial.
Karena itu, subsidi negara untuk membiayai kegiatan partai yang ditentukan
dalam UU adalah salah satu jalan keluar.
Tiga kegiatan partai yang perlu dibiayai dari subsidi negara:
pendidikan politik anggota dan kaderisasi kepemimpinan bagi anggota
terseleksi; iklan kampanye pemilu; dan insentif bagi partai untuk mendapatkan
dan mengelola iuran anggota (matching fund). Subsidi negara untuk kegiatan
pendidikan politik dan kaderisasi kepemimpinan diusulkan berdasarkan
persentase suara sah yang diperoleh pada pemilu.
Partai politik peserta pemilu (P4) menerima subsidi negara
berdasarkan kategori perolehan suara seperti berikut: (1) P4 dengan perolehan
suara 3,5-8,5 persen; (2) P4 dengan perolehan suara 8,6-13,5 persen; (3) P4
dengan perolehan suara 13,6-18,5 persen, dan seterusnya. Subsidi negara untuk
kategori kedua lebih tinggi daripada kategori pertama, dan kategori ketiga
menerima subsidi negara lebih tinggi daripada kategori kedua, dan seterusnya.
Berapa banyak subsidi negara untuk setiap kategori perlu dihitung secara
cermat.
Iklan kampanye dibuat oleh setiap partai sesuai dengan format,
lama dan durasi yang ditentukan dalam UU. Setiap P4 mendapat satu iklan
kampanye yang dibiayai dari subsidi negara. Dengan demikian, setiap P4
mendapat kesempatan yang sama tidak hanya melakukan kampanye di depan publik,
tetapi juga untuk dilihat dan didengar oleh pemilih. Selain itu, setiap P4
dapat membuat iklan kampanye pemilu satu lagi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, tetapi atas biaya sendiri (partai). Hal ini berlaku bagi
semua P4, termasuk partai politik yang ketua umumnya memiliki stasiun
televisi sendiri.
Tidak ada partai yang memperoleh dana dari iuran anggota karena
tidak ada insentif bagi anggota untuk melaksanakan kewajiban membayar iuran.
Insentif bagi anggota tersebut seharusnya jaminan hak sebagai anggota,
seperti ikut mengusulkan dan membahas rencana kebijakan partai, dan hak
memilih dan dipilih sebagai pengurus, calon anggota DPR dan DPRD ataupun
pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan pasangan calon kepala dan
wakil kepala daerah. Hak anggota untuk ikut membuat keputusan partai seperti
ini yang tidak pernah dijamin oleh parpol.
Subsidi negara dimaksudkan untuk mendorong setiap partai
menjamin hak anggotanya sehingga para anggota akan bersedia melaksanakan
kewajiban membayar iuran anggota. Jika suatu partai berhasil menghimpun iuran
anggota sebesar Rp 100 juta per tahun, maka negara memberikan insentif kepada
partai sebesar Rp 100 juta.
Partai politik selama ini lebih banyak dikenal warga masyarakat
dari popularitas ketua umum dan kadernya daripada rencana kebijakan publik
yang diperjuangkan. Bahkan, warga masyarakat tidak bisa membedakan partai
politik dari program dan rencana kebijakan publik yang diperjuangkan. Karena
itu, visi, misi, dan program (VMP) yang diwajibkan dari setiap P4 seyogianya
diganti dengan rencana kebijakan publik (RKP) yang akan diperjuangkan menjadi
kebijakan publik.
RKP bersifat lebih operasional dan lebih terukur daripada VMP.
Karena lebih operasional dan terukur, maka lebih mudah dipahami dan diingat
oleh pemilih. Dengan demikian, konstituen akan lebih mudah mendesak dan
menuntut akuntabilitas partai. Karena partai politik merupakan peserta pemilu
anggota DPR dan DPRD, maka P4 yang memiliki kursi DPR/D di suatu daerah
pemilihan itulah yang mewakili daerah pemilihan tersebut. Anggota DPR atau
DPRD yang memangku kursi partai tersebut bertugas memperjuangkan agar RKP
partai menjadi bagian dari UU/APBN atau Perda/APBD.
Memperkecil jumlah kursi yang diperebutkan di setiap daerah
pemilihan DPR dan DPRD merupakan desain lain untuk memperbarui partai
politik. Mengurangi jumlah kursi yang diperebutkan di setiap daerah pemilihan
DPR dan DPRD menjadi 3-6 kursi memang akan mempersukar partai dalam
mendapatkan kursi. Karena di Indonesia tidak ada partai besar, bahkan partai
pemenang pemilu saja hanya mencapai 18 persen suara, maka posisi 10 partai
politik di DPR dan DPRD dapat dikatakan hampir merata. Dengan demikian,
peluang partai mendapatkan suara relatif sama.
Tiga tujuan pengurangan kursi daerah pemilihan DPR dan DPRD
tersebut. Pertama, mendorong partai berkompetisi mendapatkan simpati dan
kepercayaan pemilih dengan menawarkan program yang sesuai dengan aspirasi
rakyat, dan dengan mengajukan calon yang memiliki integritas dan kapasitas
politik. Hanya partai yang mampu menarik simpati rakyat sajalah yang akan
mendapatkan suara. Kedua, membangun sistem kepartaian pluralisme moderat
(sistem multipartai sederhana). Dan, ketiga, mengurangi jumlah kabupaten/kota
yang termasuk dalam suatu daerah pemilihan DPR sehingga terwakili.
Pemilu
nasional dan lokal
Dan, akhirnya, desain pemilu lainnya yang dapat digunakan untuk
memperbarui partai politik adalah pemisahan waktu penyenggaraan pemilu
nasional (pemilu presiden, anggota DPR dan DPD) selang waktu 30 bulan dari
waktu penyelenggaraan pemilu lokal (pemilu kepala daerah dan DPRD).
Rakyat/pemilih akan dapat mengekspresikan kedaulatannya dua kali dalam lima
tahun: rakyat akan dapat menuntut akuntabilitas P4 yang memiliki kursi dari
pemilu nasional pada penyelenggaraan pemilu lokal, dan menuntut akuntabilitas
P4 yang memiliki kursi dari pemilu lokal pada pemilu nasional.
Pemisahan waktu penyelenggaraan pemilu nasional dari waktu
penyelenggaraan pemilu lokal akan mendorong setiap partai politik
berkompetisi menarik simpati dan kepercayaan pemilih dengan menawarkan dan
mewujudkan program dan rencana kebijakan publik bagi kesejahteraan rakyat.
Singkat kata, pemisahan pemilu nasional dari pemilu lokal akan mendorong
partai politik untuk akuntabel kepada konstituennya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar