Menyemai
Sikap Kritis di Ruang Kelas
Susanto Imam Rahayu ; Anggota
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
|
KOMPAS, 26 November
2016
Merebaknya sikap-sikap radikal dan tanpa kompromi akhir-akhir
ini telah menumbuhkan kegalauan di masyarakat. Apabila dibiarkan berlanjut,
dikhawatirkan akan merongrong berbagai kelembagaan sosial yang menopang
sendi-sendi NKRI.
Perebakan tersebut jadi lebih merisaukan karena banyak terjadi
justru di kalangan muda, yang telah menimbulkan berbagai perpecahan di antara
mereka ataupun antara kelompok-kelompok mereka dan masyarakat umumnya.
Kekhawatiran ini terutama mengingat besarnya harapan yang diletakkan pada
kalangan muda ini sebagai penjaga keberlangsungan negara ini di masa depan.
Perilaku radikal dan tanpa kompromi umumnya terkait dengan
pemertahanan suatu paham atau pendapat, yang mungkin diperoleh melalui
berbagai cara ataupun sumber, yang kemudian diadopsinya sebagai suatu
kebenaran mutlak. Bertolak dari anggapan kemutlakan ini, paham atau pendapat
tersebut kemudian disodorkannya kepada kalangan lebih luas untuk diadopsi,
yang jika perluakan dipertahankannya terhadap setiap tentangan atau sikap
yang berbeda. Salah satu penyebab terbentuknya keadaan ini adalah
pengadopsian secara tak kritis atas suatu pahamatau pendapat sebagai sesuatu
kebenaran yangmutlak.
Pemilikan sikap dan pola pikir yang kritis, karena itu,
merupakan salah satu cara untuk mengurangi kecenderungan untuk mengambil
suatu paham atau pendapat sebagai sesuatu yang mutlak, dengan tanpa terlebih dahulu
mencoba memahaminya secara lengkap berbagai aspeknya. Sikap kritis adalah
sikap yang tak begitu saja menerima atau mengadopsi suatu pendapat, dengan
terlebih dahulu mengkajisuatu masalah atau pendapat yang baru menyangkut
berbagai aspek dan sudut pandang secara adil dan menyeluruh.
Dialogis
internal-rasional
Kajian dapat menyangkut asal-usul paham dan pendalamannya
beserta dampaknya terhadap berbagai aspek di sekitarnya. Berdasar itu semua,
keberterimaan suatu paham atau pendapat ditentukan berdasarkan pertimbangan
rasional, dengan terlebih dahulu menetapkan rambu-rambu rasional untuk itu.
Pengadopsian suatu pendapat, karena itu, bukan melalui sikap kemutlakan
a-priori, melainkan sebagai hasil dari langkah-langkah dialogis internal.
Langkah berikutnya menyangkut penentuan dan pemilihan cara yang
efektif untuk mewujudkannya. Tak dapat dihindari usaha-usaha tersebut harus
melalui pendidikan, terutama jika yang ingin disasar adalah kelompok usia
muda. Untuk itu, di sini akan dipaparkan apa yang dapat dilakukan di salah
satu ranah mikro dari dunia pendidikan, yaitu ruang sekolah, karena apa yang
berlangsung di sini akan terbawa terus dan merupakan saka guru pendidikan.
Menyimak apa yang diajarkan di tingkat pendidikan dasar dan
menengah, secara garis besar isinya adalah: matematika; pengetahuan alam;
pengetahuan sosial; serta berbagai pelajaran lain menyangkut hidup bernegara
dan bermasyarakat. Selain untuk menyiapkannya jadi warga negara yang baik
serta sebagai landasan memasuki lapangan kerja ataupun untuk meneruskan ke
pendidikan tinggi, ada tujuan lain pengajarannya yang tak kalah penting,
yaitu menanamkan kepadasiswa kemampuan berpikir runtut dan kritis.
Pengenalan pada berbagai fakta dan sifat alam beserta hukum-hukum alam, sebagai contoh, mengajarkan tentang keberagaman yang hakiki di
alam. Juga menunjukkan bahwa berbagai gejala alam tidaklah selalu berdiri
sendiri, tetapi dapat merupakan akibat dari berbagai gejala atau hukum alam
yang lain. Saling pengaruh tersebut adalah suatu kewajaran, yang berlangsung
tidak hanya dalam satu disiplin ilmu, tetapi dapat juga lintas disiplin ilmu.
Hal serupa juga dapat ditemui dalam permasalahan sosial. Karena itu, dalam
menghadapi setiap permasalahan atau konsep,perlu lebih dahulu dilakukan
kajian runtut sebelum mengambil suatu keputusan.
Berlangsungnya antaraksi berbagai gejala dan hukum alam tersebut
sering diwujudkan dan dibuktikan kebenarannya melalui cara-cara matematika.
Untuk itu pulalah, salah satu tujuan dari pelajaran matematika, yang sering
disalahartikan hanya sebagai pelajaran tentang hitung-menghitung. Esensi
sebenarnya adalah bahwa matematika adalah suatu bahasa antardisiplin, yang
diperlukan untuk menggambarkan dan mencari penyelesaian berbagai permasalahan
dalam tiap disiplin.
Matematika terbangun secara runtut dari aksioma dasar menuju ke
dalil-dalil yang lebih tinggi, dengan setiap langkah dalam pengembangannya
selalu dilakukan melalui pembuktian. Demikian pula dalam pengembangan lebih
lanjut, serta dalam penerapannya, setiap dugaan atau kesimpulan selalu
melalui pembuktian yang ketat sebelum dapat diterima. Melalui langkah-langkah
inilah, tata cara dan kebiasaan berlaku kritis terbentuk.
Kembali ke tes
esai
Dalam pengajaran di kelas, langkah-langkah ini perlu ditanamkan,
bukan hanya dengan sekadar diajarkan, melainkan juga dilatihkan dan diujikan.
Langkah pembuktian tidak sama dengan langkah penghitungan karena langkah
pembuktian memerlukan keruntutan dan kekonsistenan dalam berpikir dan
pengambilan kesimpulan.
Usaha ini memerlukan tes dan ujian secara esai, di mana siswa
menuliskan langkah dan argumentasi yang digunakan, yang tak mungkin dilakukan
jika ujian dan tes pilihan ganda. Usaha pertama yang harus dilakukan, dengan
demikian, adalah mengembalikan penggunaan esai dalam ujian dan tes harian di
sekolah.
Kecenderungan menggunakan cara pilihan ganda dipicu oleh
ujian-ujian nasional massal, yang hasilnyajadi penentu kelulusan. Ini tentu
mendorong guru untuk melatih siswa dengan cara yang sama pula. Namun, dengan
diumumkannya bahwa ujian nasional (UN) hanya sebagai uji petik dan bukan lagi
penentu kelulusan, terbuka kesempatan untuk sebanyak mungkin menghindari
digunakannya cara pilihan ganda di tes dan ujian harian di sekolah.
Kesempatan ini sebaiknya tak dilewatkan oleh para pengambil
keputusan untuk menggunakan kembali ujian esai di sekolah sehingga tujuan
pendidikan untuk menanamkan kemampuan berpikir yang runtut dan kritis dapat
tercapai. Tujuan ini hanya akan tercapai jika sekolah dan guru mampu
meninggalkan kebiasaan yang hanya mendorong siswa agar lulus ujian akhir. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar