Berhukum
Harus Bersabar
Moh Mahfud MD ; Ketua
Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara
dan Hukum Administrasi Negara
(APHTN-HAN): Ketua MK-RI 2008-2013
|
KORAN SINDO, 26 November
2016
Judul tulisan di atas timbul dari dan sengaja saya kaitkan
dengan masalah penegakan hukum dalam kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
yang kini menjadi tersangka dalam tindak pidana penistaan agama.
Seperti diketahui, pada saat ini sedang bergemuruh suara dan
gerakan agar, setelah dua pekan lalu dinyatakan sebagai tersangka, Ahok
segera ditahan. Bahkan ada yang mengancam akan menggerakkan demo yang lebih
besar daripada demo 4 November 2016 (411) jika Ahok tidak segera ditahan.
Upaya mengawal tegaknya hukum memang menjadi kewajiban kita untuk
melakukannya, lebih-lebih jika karena suatu keadaan, misalnya karena
permainan politik, hukum sulit ditegakkan.
Tapi tetaplah harus diingat bahwa menegakkan hukum itu harus
bersabar dan tidak boleh terburu-buru. Menegakkan hukum harus sabar mengikuti
prosesnya yang mungkin memerlukan waktu dan harus berhati-hati agar tidak
salah dan menyebabkan terjadinya kezaliman. Ini berlaku bagi semua kasus,
termasuk kasus Ahok yang kini sedang menyedot perhatian kita.
Jika dilihat dari perkembangannya sejak terjadi demo 411 itu,
penanganan terhadap kasus Ahok sudah cukup cepat waktunya dan kinerja polisi
sudah cukup proporsional. Ketika menerima pimpinan demo 411, pemerintah yang
dipimpin Wapres jusuf Kalla menjanjikan bahwa kasus Ahok akan diselesaikan
dalam dua minggu oleh dan di kepolisian.
Janji itu sudah ditepati, bahkan belum sampai dua minggu setelah
itu Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka. Setelah menetapkan status Ahok
sebagai tersangka, pada Jumat tanggal 25 November 2016 kemarin pihak
kepolisian pun telah melimpahkan kasus tersebut ke kejaksaan agar segera bisa
diajukan ke pengadilan. Terlepas dari tekanan situasi yang mungkin ada,
faktanya kita melihat bahwa pihak kepolisian sudah bekerja dengan cepat.
Oleh sebab itu demo yang lebih besar daripada demo 411 tidak
diperlukan lagi karena tidak ada relevansinya. Apalagi pihak kejaksaan telah
menjanjikan, perkara Ahok akan dilimpahkan ke pengadilan dalam 14 hari ke
depan. Dalam berhukum kita harus bersabar mengikuti urut-urutan proses yang
diatur oleh hukum itu sendiri, yakni hukum acara.
Jangan sampai terjadi aparat penegak hukum menersangkakan dan
menggiring seseorang ke pengadilan karena tekanan dari luar. Sebab kalau kita
membiarkan apalagi mendorong cara itu, kita pun bisa menjadi korban dari
cara-cara seperti itu.
Kalau sekarang Anda mampu menggerakkan begitu banyak orang untuk
menekan aparat agar menggelandang orang ke pengadilan, bukan tidak mungkin
suatu saat ada orang yang mampu menggerakkan dan menekan aparat untuk
menggelandang Anda ke pengadilan melalui apa yang biasa disebut
kriminalisasi. Itulah relevansi seruan kita harus bersabar dan berhati-hati
dalam berhukum.
Tapi aparat penegak hukum pun tidak boleh bermain-main dalam
tugas untuk menegakkan hukum. Mereka tidak boleh tunduk pada
tekananpolitikdari arahmanapun dalam menegakkan hukum.
Aparatpenegakhukumharuscekatan dan profesional dalam menangani kasus.
Aparat hukum tidak bisa memanipulasi dalil ”lebih baik
membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukumsatuorangyangtak
bersalah” untuk melindungi seseorang. Yang bersalah, meskipun hanya satu
orang, harus dicari dan ditemukan. Penegak hukum tidak boleh juga
memanipulasi dalil agama yang menyatakan, ”Janganlah kebencianmu kepada seseorang
menyebabkan kamu berlaku tidak adil.”
Sebab dalil itu pun bisa dibalik dengan metode mafhum mukhalafah
sehingga berbunyi, ”Janganlah kesukaanmu atau ketakutanmu terhadap tekanan
seseorang menyebabkan kamu tidak berlaku adil.” Ini sangat penting ditekankan
karena kenyataan kita dalam berhukum sering kali dihantui permainan hukum
antara aparat, politisi, dan cukong.
Permainan hukum oleh aparat penegak hukum memang kerap kali
terjadi di Indonesia. Buktinya, banyak penegak hukum, yakni hakim, jaksa,
polisi, pengacara, bahkan pegawai administrasi pengadilan, yang digelandang
ke pengadilan karena tertangkap memperjualbelikan kasus.
Itu pun banyak yang meyakini bahwa tertangkapnya mereka hanya
karena ”apes”, sebab selain yang tertangkap itu masih banyak penjual dan
pembeli kasus yang berkeliaran dan tidak atau belum tertangkap. Dengan
demikian, bersabar dalam menegakkan hukum bisa diartikan, minimal, dalam dua
hal.
Pertama, kita harus bersabar mengikuti urut-urutan penanganan
sebuah kasus agar dilakukan secara berhati-hati dan tidak menimbulkan kezaliman
bagi seseorang yang diduga telah melakukan kesalahan. Kedua, penegak hukum
harus bersikap profesional dan berani menghadapi tekanan dari arah mana pun,
dari penguasa politik maupun pemilik uang suap.
Aparat tidak boleh ditekan oleh kekuatan politik dari atas dan
oleh cukong-cukong penyuap dari samping. Aparat juga tidak boleh
dipaksa-paksa oleh kekuatan massa yang mengepung untuk memaksakan
kehendaknya. Aparat harus berani menolak, kalau perlu melawan,
tekanan-tekanan yang mendorong dirinya untuk berlaku tidak profesional dan
tidak adil.
Itulah wujud kesabaran yang harus ditunjukkan oleh aparat dalam
menegakkan hukum. Berhukum mencakup pembuatan aturan hukum dan penegakan
aturan hukum itu sendiri. Maka itu para pembuat aturan hukum juga harus bersabar
dalam arti tekun dan berhati- hati serta tangguh menolak dan melawan tekanan,
termasuk menolak suap yang akan menyesatkannya dari tugas pembuatan aturan
hukum yang benar dan baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar