Mimpi
Kerukunan Umat Beragama
Sulastomo ; Ketua
Umum PB HMI Periode 1953-1966
|
KOMPAS, 28 November
2016
Ketika berada di Washington DC, dua tahun yang lalu, seorang
teman bertanya: mau shalat Jumat di mana? Di sini, kata teman itu, shalat Jumat
juga bisa di gereja. Kalau begitu, kami ingin shalat Jumat di gereja, jawab
kami.
Bersama temanitu kami menuju ke sebuah gereja di dekat Gedung
Putih, yang ternyata adalah gereja Anglikan. Kami tiba sekitar pukul 12.00, disambut
seorang petugas gereja dan dipersilakan mengambil wudu. Shalat itu
berlangsung di altar gereja dengan membentangkan sajadah untuk sekitar 200
anggota jemaah. Imam dan khatibnya berkebangsaan Pakistan, yang menyampaikan
pesan perlunya kerukunan antarumat beragama. Setelah shalat Jumat, seorang
dermawan menyumbang makan siang, sepotong piza untuk setiap anggota jemaah.
Setelah itu, giliran jemaah yang kedua. Di gereja itu, shalat
Jumat diselenggarakan dua kali karena jumlah jemaah banyak, sedangkan tempat
terbatas.
Ketika IMAAM (Indonesian
Moslem Associatioan in America) meresmikan
masjidnya di Washington, tahun 2014, juga dihadiri pemuka umat beragama lain.
Bahkan, ketika ada pemuka agamaKatolik yang merasa belum memperoleh undangan,
pemuka agama Katolik itu menelepon IMAAM untuk memperoleh undangan.
Peresmian masjid itu, sebagaimana kita ketahui, dilakukan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang pada waktu itu ada acara menghadiri
sidang PBB. Karena itu, upacara peresmian masjid tersebut juga dihadiri wakil
Pemerintah AS.
Kalau kita berkunjung ke gereja Bethlehem di Jerusalem, beberapa
tahun yang lalu, Anda pasti ditunjukkan sebuah kursi yang beradadi tengah, di
deretan paling depan. Kursi itu diperuntukkan bagi Yasser Arafat ketika menghadiri
peringatan Natal. Pemandu wisata juga dengan bangga menceritakan bagaimana
indahnya Palestina, di mana agama-agama samawi (Islam, Kristen, dan Yahudi)
hidup berdampingan. Karena itu, ketika Yasser Arafat berpidato di depan
Majelis Umum PBB, ia menyatakan negara Palestina yang diperjuangkannya itu
adalah negara sekuler, yang menjamin kehidupan semua umat beragama
melaksanakan ibadahnya.
Gambarandi atas adalah sekelumit contoh bagaimana umat beragama
di negara lain, bahkan di negara sekuler sekalipun. Masih banyak contoh lain
yang sebenarnya dapat dikemukakan. Hal ini mungkin perlu kita renungkan
ketika kita sedang membangun dan menyosialisasikan Bhinneka Tunggal Ika di
tengah masyarakat kita yang beragam agama.
Mimpi buruk
Indahnya kehidupan antarumat beragama, sebagaimana digambarkan
di atas, perlu kita renungkan ketika kita diterpa mimpi buruk pada tahun
2000-an, saatdi Maluku terjadi konflik antarumat beragama. Demikian juga
kejadian akhir-akhir ini, ketika ada bom meledak di sebuah gerejadi Samarinda
dan lainnya. Di sejumlah daerah masih sering terdengar konflik seputar
pendirian rumah ibadah. Selain konflik antarumat beragama juga konflik
internal sesama umat beragama, khususnya Islam. Apa yang salah dengan
kehidupan antarumat beragama di negara yang berdasarkan Pancasila dengan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai salah satu pilarnya kehidupan berbangsa dan bernegaranya
ini?
Ada kesan, kita harus berhati-hati mencermati perkembangan
zaman,di mana informasi masuk dan keluar begitu cepat ke rumah kita. Masa
depan dunia, menurut Samuel Huntington dalam bukunya, The Clash of Civilization, memang akan diwarnai konflik
antarbudaya, di mana agama ikut berperan. Konflik itu dapat bersifat global
ataupun lokal.
Konflik itu terjadi di mana- mana, melibatkan banyak negara,
sebagaimana sedang terjadi di Suriah, Irak, dan Afganistan.Apa yang terjadi
di negara lain selayaknya harus dapat dicerna secara selektif sehingga tidak
berdampak buruk. Ketahanan nasional dalam hal ini sangat
diperlukan.Berita-berita di sekitar terorisme sering terkait dengan NIIS
sehingga merepotkan aparat kepolisian kita. Akankah mimpi buruk itu tetap
berlanjut dan sampai kapan?
Agama apa saja pasti mengajarkan kehidupan yang aman dan damai. Kita
diajarkan untuk selalu berhubungan baikdengan tetangga dan masyarakat pada
umumnya tanpa membedakan agamanya. Kalau ada di antara kita membuat kehidupan
masyarakat terganggu, dengan sendirinya ada ajaran agama yang tidak diamalkan
sebagaimana mestinya. Atau, dengan perkataan lain, kalau kita semua memegang
teguh dan mengamalkan ajaran agama kita masing-masing, insya Allah akan
tercipta kehidupan masyarakat yang rukun, aman, dan damai.
Adanya konflik antarumat beragama, apalagi internal sesama umat
seagama, mengindikasikan lemahnya pengamalan agama kita masing-masing.
Padahal, Pancasila dengan sila pertamanya, Ketuhanan Yang Maha Esa, mendorong
pengamalan semua agama dengan sebaik-baiknya. Adanya konflik berlatar
belakang kehidupan beragama, dengan demikian, juga merupakan wujud lemahnya
pengamalan Pancasila. Negara, dengan demikian, ikut bertanggung jawab.
Harapan
Langkah apa yang perlu dipersiapkan? Jawabnya: melalui proses
pendidikan sumber daya manusia kita. Pendidikan, baik formal maupun
nonformal, berupa lingkungan yang kondusif, dalam hal ini sangat berperan. Sebab,
pemahaman yang benar terkait ajaran agamadan pengamalan Pancasila bergantung
pada kualitas dan karakter manusianya sehingga slogan perlunya character and nation building masih
sangat relevan. Dan, kualitas manusia itu bergantung pada proses pendidikan,
formal dan nonformal, yang dialaminya.
Tidak berlebih, harapan itu ingin kita sampaikan kepada
pemerintah/ presiden serta DPR/ DPD/MPR yang bertanggungjawab atas jalannya
penyelenggaraan negara sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Selain
itu, sudah tentu juga kepada para pemuka agama.
Di tengah perubahan zaman yang semakin cepat, masalah ini perlu
direspons sesegera mungkin. Misalnya, perlukah UU tentang kerukunan antarumat
beragama? Atau, perlukah membangun etika yang dapat disepakati bersama dalam
membangun kerukunan antarumat beragama?
Kalau tidak, Indonesia akan jadi korban buruknya perkembangan
zaman yang sangat sulit dielakkan, yaitu konflik antarbudaya/agama, lokal
ataupun global, berupa terorisme lokal dan konflik-konflik berlatar belakang
suku, agama, ras, dan antargolongan. Semoga kita dapat segera bermimpi indah dalam
kerukunan antarumat beragama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar