Demo
yang Islami?
Abdul Mu’ti ; Sekretaris
Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah;
Dosen UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta
|
KORAN SINDO, 03 November
2016
Sejak
Reformasi 1998 Indonesia seperti tidak pernah lepas dari aksi demonstrasi.
Tetapi, sejak 16 tahun silam belum pernah ada aksi demo yang perhatiannya
melebihi rencana demo 4 November.
Demo
belum benar-benar terjadi. Tetapi, mengikuti pesan-pesan di media sosial,
banyak pihak yang ketakutan. Jakarta sepertinya akan dipenuhi lautan manusia
yang menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sang ”terdakwa” penistaan
agama, dihukum seberat-beratnya. Sepertinya Jakarta akan rusuh karena isi
undangan terbuka demo yang begitu menggetarkan. Setiap peserta aksi diimbau
meninggalkan surat wasiat untuk keluarga, seakan mereka bersiap mati.
Demo
seakan perang suci demi tegaknya Kalam Ilahi. Walaupun mengatasnamakan
perjuangan membela Islam, tidak semua muslim bersetuju. Semua umat Islam
tentu terusik jika Islam dihina. Ini persoalan harga diri dan keyakinan.
Tetapi, umat memiliki strategi yang berbeda dalam membela agamanya. Demo
adalah salah satu cara di antara ribuan jalan yang lain.
Unjuk
Kekuatan
Aksi
demo Jumat, 4 November tentu bukanlah sebuah peperangan. Jika toh harus
berperang, siapa lawannya? Apakah untuk melawan Ahok? Begitu hebatkah Ahok
sehingga puluhan ribu orang harus dikerahkan dan berjuta rupiah harus
dibayarkan? Ahok hanyalah seorang warga negara biasa. Jabatannya sebagai
gubernur hanyalah ”warisan” dari Joko Widodo yang terpilih sebagai presiden.
Prestasinya
sebagai gubernur DKI Jakarta juga biasa-biasa saja, tidak terlalu istimewa.
Ahok tidak mewakili umat Kristiani dan etnis Tionghoa. Ahok adalah rakyat
biasa. Lalu, untuk apa demo itu? Kalau memang Ahok harus diproses secara
hukum, bukankah dia sudah dilaporkan ke kepolisian? Mengapa tidak
dipercayakan saja kepada polisi untuk memproses sebagaimana mestinya? Jika
polisi lambat, bukankah ada Kompolnas, anggota DPR, yang bisa menyentil
mereka? Jika polisi main api, bukankah ada Presiden yang setiap saat bisa
mengganti?
Presiden
yang arif dan bijaksana tentu menyadari yang mengantarkannya ke Istana adalah
berjuta umat Islam. Presiden yang berhati nurani jernih tentu tidak akan
membiarkan mayoritas rakyat yang sangat dicintainya bertikai. Saatnya para
wakil rakyat bicara dan pemimpin partai menunjukkan komitmennya. Institusi
hukum adalah lembaga independen yang tidak bisa ditekan dan intervensi oleh
siapa pun. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden tidak bisa mengintervensi
pengadilan. Para hakim juga tidak boleh memutuskan perkara karena tekanan.
Hukum
memiliki sistem tersendiri untuk menjamin setiap warga negara mendapatkan
keadilan. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum. Setiap
rakyat, termasuk Ahok, berhak mendapatkan keadilan. Kalau hakim tidak adil,
ada Komisi Yudisial yang bisa menghakimi mereka. Kalau polisi tidak segera
menahan Ahok, itu karena deliknya penistaan agama. Ahok bukan teroris atau
koruptor yang tertangkap tangan sehingga bisa ditangkap tanpa proses
peradilan. Begitulah ketentuan hukum yang berlaku.
Jadi,
semua harus prosedural dan memerlukan kesabaran. Jika demikian, demo 4
November nanti kemungkinan dilakukan sebagai sebuah unjuk kekuatan. Pertama,
kekuatan para tokoh yang mampu menggerakkan umat. Kedua,menunjukkan kepada
siapa pun untuk tidak bermain-main dengan umat Islam. Jangan meremehkan
kekuatan umat Islam. Pesan itu begitu kuat. Demo itu bisa juga berarti
tersumbatnya komunikasi. Bisa juga berarti perlawanan bahwa selama ini mereka
tidak mendapatkan keadilan baik secara ekonomi, politik, maupun hukum.
Aksi
yang Islami
Sebagai
sebuah cara demo semestinya menjadi pilihan akhir walau bukan yang terakhir.
Alquran sesungguhnya lebih menekankan jalan islah, bil hikmah, dan
musyawarah. Prosedur hukum memang lama. Tetapi, itulah cara yang lebih
maslahat. Bukan berarti demo adalah pilihan yang salah. Tetapi, tampaknya
manfaat dan hasilnya kurang maksimal. Bahkan, jika tidak dilaksanakan dengan
baik, bisa menimbulkan mafsadat baik secara politik, ekonomi, maupun sosial.
Jika demo tetap akan dilaksanakan, semua tentu bersepakat untuk
melaksanakannya dengan santun, tertib, aman, dan berkeadaban.
Demo
itu digelar untuk membela Islam sehingga para demonstrannya sudah pasti akan
menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmah yang melindungi, memberi, dan
mencintai sesama. Masyarakat tentu tidak perlu merasa khawatir akan terjadi
kerusuhan. Para demonstran itu adalah muslim yang taat, pejuang syariat, dan
tokoh umat yang senantiasa mematuhi hukum dan peraturan. Jika ada kerusuhan,
pasti bukan karena Islamnya. Para demonstran itu tidak akan merusak fasilitas
umum, mencemari lingkungan, dan memblokir jalanan karena Islam adalah agama
yang senantiasa memerintahkan ihsan.
Di
negeri yang merdeka dan demokratis inidemotidakbolehdihalangi. Itu hak
konstitusional yang dijamin undang-undang. Warga negara bebas menggunakan
haknya secara bertanggung jawab. Adalah hak pula jika ada warga negara yang
tidak menggunakan haknya untuk strategi dan energi yang lebih bermanfaat.
Mereka yang berdemo bukanlah anti-Pancasila dan menentang Bhinneka Tunggal
Ika. Demo 4 November dilaksanakan di tengah ribuan warga muslim yang rumahnya
tergenang banjir atau di pengungsian karena rumahnya tersapu air bah.
Mereka menyaksikan puluhan ribu saudaranya
membela Islam, sementara mereka juga perlu uluran tangan. Selamat berdemo.
Semoga Allah meridai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar