Perlindungan
Pemegang Polis Asuransi
Hotbonar Sinaga;
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen
Risiko dan Asuransi
|
KOMPAS, 18 November
2016
Sudah lebih dari 150 tahun
perkembangan industri asuransi di Indonesiamengalami pasang surut. Perusahaan
asuransi jiwa pertama berdiri tahun 1859 pada masa zaman kolonial yang
sekarang menjelma menjadi perusahaan asuransi jiwa BUMN Jiwasraya. Menyusul
kemudian, tahun 1912, didirikan perusahaan asuransi jiwa bersama Bumiputera
1912 yang berbentuk usaha bersama atau mutual.
Sejak UU No 2/1992 tentang
Usaha Perasuransian diberlakukan, yang telah diganti dengan UU No 40/2014
tentang Perasuransian, sudah ada beberapa perusahaan asuransi yang ditutup
oleh regulator. Penyebab utama adalah kegagalan perusahaan memenuhi kewajiban
membayar uang pertanggungan atau klaim sesuai perjanjian yang disebut
polis.Sejak 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator
sudahbertindak tegas dan realisasi pencabutan izin diproses dalam waktu
relatif singkat.
Perusahaan asuransi jiwa ini,
Bumiputera, patut diakui punya ”brand name” yang sangat baik dan posisinya
selalu masuk ”tiga besar” di benak masyarakat kita. Namun, terdapat masalah
yang mendera perusahaan asuransijiwa ini,dimulai menjelang tahun 2000, yang
dalam istilah finansial dinyatakan mengalami masalah solvabilitas, di
manajumlah kewajiban lebih besar daripada kekayaan. Berita di media massa
menimbulkan tanda tanya bagi para pemegang polis aktif perusahaan asuransi
jiwa ini. Yang paling mereka pentingkan adalah bagaimana status polis yang
mereka miliki: apakah masih cukup aman atau perlu dicairkan walaupun belum
jatuh tempo?
Pemegang polis Asuransi
Bumiputera sebetulnya tak perlu terlalu khawatir. OJK sebagai regulator dan
pengawas perasuransian sudah mengambil langkah antisipatif. Langkah penting
yang harus segera dilakukan adalah merealisasikan skema perlindungan bagi
para pemegang polis sesuai amanah UU Perasuransian.
Penunjukan Pengelola Statuter
(PS) oleh tim yang berpengalaman menimbulkan harapan besar bagi pemegang
polis. Pengelola Statuter adalah tim yang ditunjuk regulator sesuai ketentuan
UU untuk melakukan pembenahan dan menjaga agar Bumiputera tetap going
concern, menerbitkan polis secara rutin, memproses pengajuan dan membayar
klaim dan sebagainya.
Tugas dari PS selama satu tahun
melakukan pemetaan masalah dan menyampaikan usulan solusi kepada regulator.
PS harus dapat bekerja sama dengan penasihat keuangan yang telah ditunjuk.
Dukungan regulator mutlak diperlukan, termasuk dukungan dari direksi
nonaktif, Badan Perwakilan Anggota (BPA), dewan komisaris, dan pihak internal
perusahaan.
Perlindungan pemegang polis
Nasabah asuransi yang lazim
disebut pemegang polis membeli pertanggungan asuransi untuk melindungi
diridari berbagai risiko atas harta benda yang di miliki ataupun risiko
terkait kondisi kesehatan, hidup terlalu lama atau hidup terlalu singkat,
risiko kecelakaan, bencana alam dll. Akan tetapi, siapa yang akan melindungi
nasabah asuransi jika perusahaan asuransi yang awalnyabonafide menghadapi
masalah keuangan? Dalam istilah asuransi dikatakan perusahaan tidak memiliki
kemampuan untuk membayar klaim. Risiko keuangan ini berbeda dengan risiko
reasuransi dalam hal pertanggungan ulangyang tidak mencukupi.
Pasal 8 Ayat 2 butir d UU
Perasuransian menyatakan, untuk mendapatkan izin usaha dari OJK, setiap
perusahaan asuransi harus memenuhi persyaratan mengenai dana jaminan. Pasal
20 UU tersebut menjelaskan bahwa setiap perusahaan asuransi wajib membentuk
dana jaminan yang bentuk dan jumlahnya ditentukan sesuai peraturan OJK.
Dana ini sebagai lapis pertama
perlindungan bagi pemegang polis. Bagaimana jika dana tersebut tidak
mencukupi? Pasal 53 UU yang sama mensyaratkan setiap perusahaan asuransi
wajib jadi peserta penjaminan polis yang akan diatur dengan UU. UU yang
dimaksud dalam Ayat 3 pasal yang sama harus dibentuk paling lama Oktober
2017, yang berarti kurang dari setahun lagi dari sekarang.
Perlindungan untuk pemegang
polis yang saat ini dipraktikkan di banyak negara cukup bervariasi. Di
Kanadatelah dibentuk perusahaanyang bertindak sebagai penjamin polis untuk
polis-polis asuransi jiwa. Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang
sudah sangat maju industri perasuransiannya baru saja, 2015, memberlakukan
Policyholder Protection Act. Di Jepang, Hongkong, dan juga Thailand dibentuk
dua badan yang menjamin pemegang polis asuransi jiwa dan polis asuransi umum.
Di beberapa negara ASEAN, masih ada yang belum memiliki skema penjaminan
polis, yaitu Laos, Kamboja, dan Myanmar. Di Vietnam sudah dimulai sejak 2011 dan
di Filipina sudah berjalan dengan baik sejak beberapa tahun lalu.
Salah satu model yang dapat
dijadikan rujukan adalah praktik yang telah dilaksanakan di beberapa negara,
khususnya di ASEAN, yaitu Singapura dan Malaysia. Di kedua negara tersebut,
termasuk Korea Selatan, lembaga yang ditunjuk sebagai penjamin polis adalah
korporasi yang juga menjadi penjamin deposito atau simpanan.
Di Singapura, lembaga ini
adalah Singapore Deposit Insurance Corporation (SDIC), sedangkandi Malaysia
bernama Perbadanan Insurans Deposit Malaysia (PDIM), sejak 2011, termasuk
Takaful melalui skema Takaful and Insurance Benefit Protection System. Di
Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan/LPS (Indonesia Deposit Insurance
Corporation/IDIC) akan menjadi lembaga penjamin polis seperti di kedua negara
tetangga setelah direncanakan dilakukan amandemen atas UU LPS.
Semoga saja, tahun depan akan
terbentuk skema penjaminan polis yang akanmemberikan perlindungan bagi
pemegang polis serta menenangkan para nasabah perusahaan asuransi. Penulis
yakin keberadaan skema ini akan lebih meningkatkan bisnis perasuransian di
Tanah Air sehingga akan semakin banyak penduduk yang mendapatkan proteksi
asuransi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar