Perlindungan
TKI, Siapa Peduli?
Bagong Suyanto ;
Dosen
Sosiologi FISIP Universitas Airlangga
|
JAWA
POS, 25
Februari 2017
TERLIBATAN Siti Aisyah, seorang tenaga kerja asal
Indonesia, dalam kasus pembunuhan Kim Jong-nam, saudara tiri pemimpin Korea
Utara Kim Jong-un, seyogianya menjadi momen yang menyadarkan kita tentang
arti penting perlindungan bagi TKI (Jati Diri Jawa Pos, 20/2).
Di balik gemerlap dolar, ringgit, dan lain-lain
penghasilan yang menjanjikan ketika bekerja di luar negeri, harus diakui
masih banyak TKI yang bernasib nahas. Siti Aisyah yang di Malaysia bekerja
sebagai terapis spa adalah salah satu contoh betapa rentan para TKI kita
menjadi korban penipuan dan godaan iming-iming uang yang terkadang tidak
jelas. Konon, hanya gara-gara iming-iming uang 100 dolar dan juga karena
ketidaktahuan, Siti Aisyah kemudian dimanfaatkan orang-orang yang tidak
bertanggung jawab terlibat dalam aksi pembunuhan Kim Jong-nam yang dibungkus
kejutan acara reality show televisi.
Kisah tentang TKI yang bernasib malang dan terjerumus
dalam tindak kriminal seperti Siti Aisyah tidak sekali dua kali terjadi dan
menjadi warna buram kondisi pencari kerja dari Indonesia yang hendak mengadu
nasib ke negeri jiran. Tidak adanya perlindungan, kurangnya pendidikan
kritis, dan tidak pula didukung status hukum yang sah mengakibatkan sebagian
TKI rawan menjadi korban penipuan dan rentan diperlakukan salah di negeri
orang.
Di Malaysia saja, misalnya, jika kita menengok kamp-kamp
atau tahanan imigresen, di sana akan bisa dijumpai ribuan TKI ilegal yang
terjaring razia atau tertangkap karena terlibat dalam tindakan kriminal. Di
tengah keterbatasan dan kesulitan untuk mencari kerja dan usaha di daerah
asal, menjadi TKI adalah salah satu godaan yang acap kali membuat mereka
bermata gelap: tidak menakar keselamatan jiwanya, karena yang dipentingkan
bagaimana bisa segera memperoleh pekerjaan dan uang di negeri jiran.
Tidak Berdaya
Berbeda dengan tenaga kerja asal Filipina yang selama ini
dikenal solid dan memperoleh dukungan serta perlindungan dari pemerintah
negaranya, TKI/TKW dari tanah air sering kali minim perlindungan. Karena
berangkat secara nonprosedural, sebagian TKI yang mengadu nasib di negeri
jiran rawan menjadi korban perlakuan yang tidak manusiawi, baik oleh pihak
perantara yang mengirim mereka maupun oleh mandor, majikan, dan juga oknum
aparat di sana.
Berdasar UU Nomor 39 Tahun 2004, pihak yang berwenang
mengirim dan melakukan penempatan TKI ke luar negeri sebetulnya adalah
pemerintah dan PPTKIS. Namun, kenyataannya, tidak sedikit TKI yang berangkat
ke negeri jiran dikoordinasi oleh oknum perseorangan atau pihak yang tidak
bertanggung jawab yang mengirim TKI ke luar negeri melalui jalur ilegal.
Pemalsuan dokumen, pengutipan uang jasa pengiriman yang
dipotongkan dari gaji TKI, dan lain sebagainya adalah berbagai hal yang
selama ini mewarnai proses pengiriman TKI secara ilegal. Jadi, alih-alih
memperoleh perlindungan dan jaminan kerja seperti yang dipromosikan, sebagian
besar TKI justru bekerja dalam kondisi yang serbarawan dan hidup di bawah
tekanan berbagai pihak. Kisah tentang TKI yang tidak digaji majikan hingga
berbulan-bulan, TKI yang menerima perlakuan kasar, dan menjadi korban tindak
pelecehan seksual adalah kisah-kisah yang sudah biasa kita dengar dan baca
dari media massa.
Berbeda dengan tenaga kerja asing lain yang memperoleh
kepastian dan jaminan perlindungan hukum jika diperlakukan semena-mena di
tempat kerjanya, TKI ilegal dari Indonesia sering kali tidak berdaya karena
status hukumnya yang tidak sah. Sudah bukan rahasia sebagian TKI yang mengadu
nasib ke Malaysia rawan dideportasi karena mereka tidak memiliki paspor dan
tidak memiliki visa kerja yang sah. Mereka biasanya hanya menggunakan visa
kunjungan yang masa berlakunya bersifat sementara.
Titik Rawan
Dengan status hukum yang tidak jelas atau ilegal,
kemungkinan TKI ilegal memperoleh perlakuan yang buruk tentu menjadi lebih
terbuka. Mereka tak hanya rawan dideportasi dan menjadi target penangkapan
aparat, tetapi juga rawan dirugikan berbagai pihak –tanpa ada kemungkinan
untuk memperjuangkannya. Beberapa titik rawan yang acap kali dihadapi TKI
ilegal adalah:
Pertama, di titik proses pemberangkatan awal, karena
statusnya yang ilegal dan tidak pula didukung pengetahuan yang memadai, para
TKI umumnya rawan ditipu pihak yang mengurus keberangkatan mereka atau oleh
orang-orang yang menjanjikan pekerjaan di negeri jiran. Sudah sering terjadi
calon TKI yang hendak berangkat terpaksa batal karena uang yang telanjur
mereka setor dibawa lari sponsor atau orang yang menjanjikan pekerjaan.
Kedua, ketika berhasil sampai ke negeri jiran dan kemudian
bekerja, tidak menutup kemungkinan TKI ilegal mengalami proses eksploitasi
yang merugikan mereka. Sudah sering terjadi para TKI ilegal ketika bekerja ternyata
tidak memperoleh upah seperti yang dijanjikan, dan bahkan sebagian yang
bernasib sial malah sama sekali tidak dibayar. Paspor yang ditahan pihak
majikan dan tiadanya jaminan perlindungan hukum yang pasti membuat sebagian
TKI terpaksa pasrah menerima nasib dan perlakuan yang tidak manusiawi.
Ketiga, karena statusnya yang ilegal, TKI yang mengadu
nasib ke negeri jiran umumnya tidak memperoleh jaminan sosial dan
perlindungan kesehatan yang memadai. Mereka biasanya tidak terdaftar resmi
dan tidak diikutsertakan dalam program asuransi, sehingga saat mereka sakit,
mengalami kecelakaan kerja atau musibah, sama sekali tidak ada santunan yang
bisa diakses.
Keempat, karena tidak memiliki dokumen yang sah, para
buruh migran ilegal umumnya selalu menjadi sasaran atau target operasi
penertiban yang digelar aparat keamanan setempat. Para TKI bukan saja waswas
karena khawatir ditangkap polisi dan kemudian dideportasi, tetapi mereka juga
rawan menjadi korban tindakan pelecehan seksual dan perlakuan kasar selama di
penjara atau tempat penampungan.
Untuk mencegah agar buruh migran ilegal tidak menjadi
korban eksploitasi dan perlakuan salah, yang dibutuhkan sebetulnya bukan
hanya pengetahuan tentang prosedur dan hak-hak mereka sebagai TKI. Yang tak
kalah penting adalah perlindungan dan sikap proaktif pemerintah. Upaya
memberikan perlindungan kepada buruh migran niscaya akan lebih efektif jika
para TKI diberdayakan dan di saat yang sama pemerintah memberikan jaminan
perlindungan hukum yang benar-benar memadai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar