“Mengamputasi”
Para Penebar Hoax
Hery Firmansyah ;
Dosen
Pidana Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara
|
KORAN
SINDO, 24
Februari 2017
Judul tulisan ini lebih menitikberatkan pada subjek orang
yang melakukan penyebaran berita hoax atau hal yang tidak sebenarnya.
Menghentikan penyebaran berita hoaxadalah suatu hal yang tidak mungkin
mendapatkan hasil maksimal jika tidak diiringi dengan langkah memberikan
treatment hukum kepada para pelakunya, terutama mereka yang dengan sengaja
melakukan hal tersebut baik dari diri sendiri maupun orang lain ataupun
mereka yang mendapatkan keuntungan dari tersebarnya berita hoax tersebut.
Sering kali kita mendengar kata hoax, apalagi jika mereka
sudah menjadi pecandu pengguna perangkat elektronik seperti handphoneyang
terkoneksi dengan internet, penyebaran hoax begitu cepat dan menakutkan. Ia
dapat menembus ruang batas logika manusia.
Tak jarang korban dari hoax tidak langsung merasakan atau
menyadari bahwa ia adalah objek dari berita hoax yang disebarkan oleh orang
yang tidak bertanggung jawab. Hoax dalam beberapa literatur dikatakan sebagai
“an act intended to deceive or trick”, dengan kata lain hoax adalah
pemberitaan palsu atau usaha untuk menipu.
Melawan Hoax
Jika dicermati banyak pelaku penebar hoax selalu
menyatakan bahwa mereka berbicara atas nama data dan fakta. Padahal dalam
membuat sebuah hal yang sifatnya ilmiah tentu data dan fakta itu haruslah
dapat diuji dengan beberapa parameter. Semisal dalam konteks ilmiah, alat
ukurnya parameter yang digunakan, metode yang digunakan, dan sebagainya.
Tentu hal ini menyadarkan kepada kita semua bahwa kita
memiliki tanggung jawab secara pribadi dalam kaitannya dengan konten buah
pikir yang dilakukan baik secara lisan maupun tulisan kepada masyarakat umum
karena masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi yang benar. Masalah akan
terasa betul terlebih jika kita mengacu pada UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (yang sekarang telah direvisi menjadi UU No 19 Tahun
2016).
Para penyebar hoax telah mereduksi bahkan merampas tujuan
luhur dari pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang
dilaksanakan guna mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia serta memberikan rasa aman, keadilan, dan
kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.
Apa yang dapat kita peroleh sebagai manfaat yang baik jika
berita yang kita terima sudah dimanipulasi dan dilakukan dengan niat tidak
baik? Penting bagi pembaca untuk mengetahui sumber informasi atau melakukan
cross check terhadap sumber informasi yang diperoleh. Sebagai tambahan
informasi yang penulis peroleh dari berbagai sumber, setidaknya sementara ini
hanya ada tujuh media online yang terverifikasi sebagai media mainstream di
Dewan Pers.
Dewan Pers masih terus menjalankan verifikasi untuk
media-media mainstream yang memang bertanggung jawab atas beritanya. Dengan
demikian jika konten berita online yang kita dapatkan di luar dari yang
ditetapkan Dewan Pers, tentu sangat sulit informasi tersebut dapat dinyatakan
kebenarannya.
Turn back hoax mungkin bukan istilah latah karena
menyadarkan semua orang bahwa hoax adalah musuh bersama yang layak dan pantas
untuk diperangi. Perang terbuka terhadap pelaku penebar hoax sudah selayaknya
digaungkan. Dengan melihat kondisi politik yang kian hari kian panas tentunya
hoax bukan tidak mungkin jika dibiarkan begitu saja akan dapat memecah belah
persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak sedikit para penyebar berita hoax yang
mendalilkan kebenaran atas hak kebebasan berpendapat.
Mereka mungkin lupa bahwa negara ini didirikan dengan
suatu aturan main yang berpijak pada penegakan hukum yang berkeadilan bagi
setiap individu, maka tidak ada kemerdekaan individu khususnya dalam konteks
menyampaikan pendapat yang bersifat absolut karena dalam konteks berpendapat
harus memperhatikan kaidah adab serta hak asasi setiap orang.
Hal tersebut lebih jauh dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 28 I serta Pasal 28 J (setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara)
Undang-Undang Dasar 1945. Model penebaran hoax jika diperhatikan secara saksama
dewasa ini sering ditautkan dengan jejaring media sosial yang ada, bahkan ada
yang menggunakan akun blog pribadi.
Cara paling mudah untuk menyadarkan para penebar hoax
tentunya adalah dengan melakukan penegasan bahwa penebaran hoax akan
berhadapan dengan hukum. Tanpa sadar mereka yang menyebarkan berita hoax
sudah masuk perangkap si pembuat berita hoax untuk memenuhi tujuan dari
dibuatnya berita hoax itu, apa pun dasarnya, baik karena untuk kesenangan
pribadi semata maupun untuk kepentingan politis atau ekonomis.
Ancaman hukuman pidana bagi para pelaku hoax sudah diatur
dalam UU ITE baik di Pasal 28 (ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6
tahun dan denda Rp1 miliar) ataupun Pasal 34 (ancaman hukuman pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar).
Era digital dan terbukanya arus informasi yang semakin
deras tentu membuat kegunaan teknologi informasi semakin tidak dapat
dihindarkan, tetapi tentunya bersikap bijak dalam menyampaikan berita
informasi yangkitaterimaadalahsalahsatu cara yang dapat meminimalisasi
terjadinya penyebaran hoax di sekitar kita.
Langkah kecil ini akan menjadi sebuah gerakan besar jika
dilakukan secara terus-menerus. Tentu yang paling sering kita dengar adalah
tindakan bijak untuk tidak menyebarkan berita yang belum tentu benar.
Penyebaran hoax dapat mudah terjadi di lingkungan masyarakat kita dikarenakan
sikap instan yang sudah “membudaya” dan kian sulit dihilangkan.
Hal lain yang dapat ditengarai sebagai penyebab mudahnya
berita hoax beredar adalah dikarenakan minimnya tingkat minat baca
masyarakat. Orang yang semakin banyak membaca dan banyak tahu terkadang jauh
dapat lebih bersikap bijak daripada orang yang hanya tahu sedikit dan
terkadang lebih banyak bersikap.
Deteksi dini dalam hal amputasi penyebaran berita hoax
sebenarnya dapat dilakukan melalui mekanisme laporan secara online di
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), tetapi para
penyelenggara negara yang terlibat di Kemkominfo harus secara aktif melakukan
pengecekan terhadap mekanisme laporan onlinetadi apakah sudah berjalan secara
maksimal dan efektif.
Parameter dalam hal penilaian maksimal dan efektif bukan
semata-mata hanya dititikberatkan pada data laporan yang masuk, tetapi juga
harus linear dengan tindakan yang dilakukan setelah menerima laporan dari
masyarakat. Tentu negara harus hadir dalam memberikan rasa aman bagi setiap
warga negara.
Karena itu mengamputasi para penyebar hoax dengan
memproses perbuatan tersebut secara hukum yang berlaku harus dilakukan tanpa
meninggalkan sisi edukasi bahwa menyebarkan berita bohong adalah suatu
kesalahan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar