Tekanan
Freeport di Balik Mundurnya Chappy
Fahmy Radhi ;
Dosen
UGM dan Mantan Anggota Tim Antimafia Migas
|
KORAN
SINDO, 21
Februari 2017
Mundurnya Chappy Hakim sebagai Presiden Direktur PT
Freeport Indonesia (PT FI), anak perusahaan McMoran yang berbasis di Amerika
Serikat, sangat mengentak dan mengejutkan bagi khalayak. Pasalnya, Chappy
menjabat Presiden Direktur PT FI belum genap empat bulan, sejak dilantik
secara resmi pada November 2016. Wajar kalau kemudian menimbulkan berbagai
spekulasi di balik mundurnya Chappy. Terlebih lagi, Chappy dan PT FI tidak
menjelaskan alasan pengunduran diri tersebut. Berbeda dengan Maroef
Sjamsudin, Presiden Direktur PT FI sebelumnya, Chappy Hakim tidak secara
eksplisit mengungkapkan alasan mendasar pengunduran dirinya. Chappy hanya
mengemukakan alasan pengunduran diri secara normatif.
Lalu, apa alasan sebenarnya di balik pengunduran diri
Chappy Hakim? Minggu lalu memang sempat terjadi ”insiden main tunjuk” yang
dilakukan oleh Chappy Hakim terhadap anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo.
Namun, Chappy sudah menyadari kekeliruannya, lalu minta maaf kepada Mukhtar
Tompo atas insiden itu. Mukhtar Tompo pun telah memaafkannya dan tidak
diperpanjang lagi. Beberapa pihak mengaitkan insiden tersebut sebagai alasan
bagi Chappy untuk mengundurkan diri.
Kalau benar insiden main tunjuk menjadi alas an bagi
Chappy untuk mengundurkan diri, barangkali alasan itu tidak terlalu
signifikan. Tentunya ada alasan lain yang lebih mendasar di balik pengunduran
diri tersebut. Salah satunya kemungkinan terusiknya rasa kebangsaanChappy
atas aksi main tekan dan adu domba. Tidak hanya main tekan terhadap
pemerintah Indonesia, juga tindakan Freeport sudah mengarah pada aksi ”adu
domba” antara karyawan Freeport dan pemerintah Indonesia.
Kalau tetap menjadi Chief Executive Officer PT FI, Chappy
bisa dituduh terlibat dalam aksi tekan dan adu domba. Pengunduran Chappy
barangkali sebagai exit strategy untuk menghindari tuduhan keterlibatannya
dalam aksi main tekan dan adu domba. Chappy memang kembali sebagai penasihat,
tetapi peran Chappy sebatas memberikan nasihat saja.
Aksi Main Tekan dan Adu Domba
Freeport selama ini selalu menuntut beberapa tuntutan, di
antaranya: tuntutan kepastian perpanjangan kontrak karya (KK), yang akan
berakhir pada 2021. Kedua, izin ekspor konsentrat tanpa diolah dan dimurnikan
di smelter dalam negeri. Terkuaknya, skandal ”Papa Minta Saham”
mengindikasikan aksi Freeport untuk memperoleh kepastian perpanjangan KK.
Pada saat berlakunya larangan ekspor Minerba Mentah, sejak 12 Januari 2014
yang berdasarkan UU No 4/2009 tentang Minerba, PT FI menolak keras larangan
itu.
Sembari menekan pemerintah dengan mengancam untuk
menghentikan produksi dan melakukan PHK besar-besaran serta akan menggugat
pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional. Lantaran pemerintah tidak
juga mengizinkan ekspor konsentrat, Freeport kembali menekan pemerintah.
Tekanan Freeport kali ini tampaknya benar-benar dilaksanakan. Terhitung sejak
17 Februari 2017, Freeport telah menghentikan secara total produksinya dan
merumahkan 33.000 karyawan. Keputusan itu telah memicu rencana aksi demo
besarbesar puluhan ribu karyawan beserta keluarganya.
Aksi demo itu menuntut pemerintah Indonesia agar
mengeluarkan izin ekspor konsentrat. Padahal, rekomendasi izin ekspor
konsentrat sudah dikeluarkan pada hari yang sama dengan rencana aksi demo
tersebut. Sangat kentara sekali bahwa aksi demo karyawan Freeport itu
merupakan aksi adu domba, bak devide et impera pada zaman penjajahan. Aksi
demo, yang digunakan untuk menekan pemerintah Indonesia agar mengeluarkan
izin ekspor konsentrat, sesungguhnya tidak relevan lagi.
Mestinya tidak ada alasan lagi bagi Freeport untuk tetap
menghentikan produksi dan merumahkan karyawan, lantaran tuntutan izin ekspor
konsentrat sudah dipenuhi. Rupanya aksi menghentikan produksi dan PHK masih
digunakan untuk menekan pemerintah memenuhi tuntutan lainnya, di luar
tuntutan izin ekspor konsentrat. Tuntutan itu berkaitan dengan penolakan
Freeport untuk memenuhi persyaratan izin usaha pertambangan khusus (IUPK),
tentang syarat divestasi saham dan sistem perpajakan.
Pemerintah sebenarnya sudah memilih opsi jalan tengah
dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2017 tentang Minerba. PP
Minerba itu mewajibkan perusahaan pemegang KK untuk mengolah dan memurnikan
Minerba Mentah di smelter dalam negeri. Tanpa pengolahan dan pemurnian,
perusahaan tambang tidak diizinkan mengekspor Minerba Mentah, termasuk
konsentrat.
Jalan tengah yang diberikan adalah opsi untuk mengubah
status dari KK menjadi IUPK sebagai syarat penerbitan izin ekspor konsentrat.
Freeport menyetujui jalan tengah tersebut dengan mengajukan permohonan
perubahan status kontrak dari KK menjadi IUPK melalui surat yang diajukan ke
Kementerian ESDM pada 12 Februari 2017. Berdasarkan surat itu, Menteri ESDM
sudah mengesahkan perubahan status KK Freeport menjadi IUPK.
Dengan pengesahan tersebut, Menteri ESDM mengeluarkan izin
ekspor konsentrat kepada Freeport 1.113.105 Wet Metric Ton (WMT) konsentrat
tembaga. Izin ekspor konsentrat itu dikeluarkan berdasarkan Surat Persetujuan
Menteri ESDM Nomor 352/30/DJB/ 2017, pada 17 Februari 2017 Kendati Freeport
sudah menyetujui status IUPK, anehnya Freeport menolak persyaratan IUPK
terkait dengan divestasi saham dan sistem perpajakan.
Freeport bersikeras menolak syarat divestasi saham 51%
secara bertahap dalam 10 tahun. Freeport juga menolak sistem perpajakan
prevailing (besaran pajak yang berubah seiring dengan perubahan peraturan
pajak di Indonesia) yang merupakan persyaratan IUPK. Freeport ngotot untuk
tetap menggunakan sistem perpajakan naildown (besaran pajak tetap), seperti
yang diterapkan oleh Freeport dengan status KK.
Tekanan Freeport untuk menolak persyaratan IUPK
sesungguhnya sudah berlebihan dan keterlaluan sehingga tidak seharusnya
dipenuhi oleh pemerintah Indonesia. Sebesar apa pun gertakan Freeport,
termasuk tekanan Freeport untuk mengadukan pemerintah Indonesia ke arbitrase
internasional, pemerintahan Joko Widodo harus berani menolak tuntutan
Freeport itu.
Barangkali, pengunduran diri Chappy Hakim secara implisit
menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap aksi tekanan dan adu domba yang
dilakukan oleh Freeport. Pemerintah pun harus mengikuti jejak Chappy Hakim
untuk melawan tindakan sewenang-wenang Freeport dalam memaksakan kehendak
untuk memenuhi semua tuntutan Freeport, yang kadang sudah tidak masuk akal
sehat.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar