Hubungan
Indonesia-Arab Saudi
Zuhairi Misrawi ;
Ketua
Moderate Muslim Society ;
Peneliti Politik Timur Tengah di
The Middle East Institute
|
KOMPAS, 28 Februari 2017
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz dijadwalkan melakukan
kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Kunjungan ini mendapatkan perhatian luas
di Tanah Air karena ini kunjungan kedua Raja Arab Saudi setelah lawatan Raja
Faisal bin Abdulaziz tahun 1970. Selain itu, Raja Salman dikabarkan membawa
1.500 orang dalam kunjungan kali ini. Di samping melakukan pertemuan
bilateral dengan Presiden Joko Widodo, anggota DPR, dan ulama, Raja Salman
juga berencana berlibur di Bali bersama seluruh rombongan. Oleh karena itu,
kunjungan orang nomor satu Arab Saudi itu punya makna simbolis yang luar biasa.
Setidaknya ada perubahan signifikan perihal cara pandang
Arab Saudi terhadap Indonesia. Jika Indonesia selama ini hanya dilihat
sebelah mata, sekarang mau tak mau Arab Saudi harus mengakui posisi penting
Indonesia dalam pergumulan global, baik di sektor ekonomi maupun geopolitik.
Pertumbuhan ekonomi nasional yang relatif terus membaik menarik perhatian
sejumlah negara untuk investasi.
Hal itu juga tak bisa dipisahkan dari diplomasi yang
dilakukan pemerintahan Jokowi dengan dunia Arab. Pada 2015, Presiden Jokowi
melakukan lawatan ke Arab Saudi dan memaparkan rencana pembangunan
infrastruktur dan investasi di bidang energi. Rupanya gayung bersambut. Raja
Salman sangat tertarik dengan platform pembangunan yang digariskan Presiden
Jokowi. Bahkan, investasi Arab Saudi ke Indonesia akan mencapai 25 miliar
dollar AS atau sekitar Rp 334 triliun.
Kenapa Arab Saudi mulai melirik Indonesia sebagai tujuan
investasi menjanjikan? Pertama, Indonesia negara mayoritas Muslim terbesar di
dunia yang punya hubungan historis dengan Arab Saudi. Di samping jaringan
intelektual/keulamaan dari masa lampau hingga kini, Arab Saudi salah satu
negara yang mengakui dan memberikan dukungan terhadap kemerdekaan RI.
Saat menunaikan ibadah haji tahun 1960-an, Presiden
Soekarno menanam pohon di Padang
Arafah yang secara simbolis mempererat hubungan RI-Arab Saudi. Pohon yang
juga dikenal dengan "Pohon Soekarno" itu juga ditanam di Mekkah dan
Madinah yang menandakan hubungan historis antara RI dan Arab Saudi.
Ironisnya, hubungan yang relatif menyejarah antara
Indonesia dan Arab Saudi selama ini tak pernah digunakan secara maksimal
untuk meningkatkan kerja sama lebih luas dalam bidang ekonomi. Bahkan, dalam
catatan kerja sama ekonomi, ekspor kita ke Arab Saudi jauh lebih rendah
dibandingkan impor kita.
Dalam lintasan 47 tahun sejak kunjungan Raja Faisal ke
Indonesia, kita tak mampu mengapitalisasi hubungan historis menjadi kerja
sama lebih kokoh dalam bidang ekonomi. Bahkan, kita cenderung pasif dan
hilang harapan dalam membangun kerja sama dengan Arab Saudi. Presiden Jokowi
mengambil langkah cepat dengan melakukan kunjungan pertama ke negara-negara
Teluk, ke Arab Saudi. Ia sadar betul sebenarnya hubungan RI-Arab Saudi sangat
historis sejak masa Soekarno, tetapi sayang belum digunakan secara maksimal
untuk kepentingan RI.
Kedua, Indonesia negara terbesar dalam aspek jumlah jemaah
haji dan umrah. Arab Saudi sadar betul betapa besar sumbangsih warga RI
terhadap devisa negara kaya minyak itu. Apalagi di masa mendatang, Arab Saudi
akan menjadikan haji dan umrah sebagai andalan sumber pendapatan mereka.
Perluasan kawasan Masjidil Haram merupakan salah satu upaya Arab Saudi
memaksimalkan pendapatan mereka dari sektor haji dan umrah.
Dalam visi ekonomi 2030, Arab Saudi mencanangkan jumlah
wisata religi haji dan umrah mencapai 30 juta wisatawan per tahun. Artinya,
Arab Saudi sadar betul minyak akan habis, beriringan dengan ditemukannya
energi alternatif dan terbarukan. Perlu strategi keluar yang tepat dari
ketergantungan pada minyak sebagai sumber pendapatan utama. Maka, haji dan
umrah merupakan sumber pendapatan ekonomi yang tak akan pernah habis hingga
akhir zaman.
Arab Saudi menganggap Indonesia mitra strategis yang dapat
membawa keuntungan dari segi ekonomi. Rencana investasi ekonomi Arab Saudi ke
Indonesia yang relatif besar akan memberikan dampak ekonomi sekaligus
psikologis yang besar pula di mata publik bahwa Arab Saudi merupakan sahabat
dekat RI. Jika Indonesia memberikan sumbangan pemasukan pendapatan Arab Saudi
dalam jangka panjang melalui haji dan umrah, maka Arab Saudi melakukan
megainvestasi dalam sektor energi, infrastruktur, dan pariwisata. Itu sebuah
kerja sama yang menguntungkan kedua belah pihak.
Mitra strategis
Ketiga, Indonesia adalah negara Muslim terbesar yang
terbukti mampu mengadaptasikan antara nilai-nilai keislaman dan kemodernan.
Dunia internasional memandang Indonesia contoh negara Muslim moderat yang
mampu melaksanakan demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Di tengah hiruk pikuk politik yang tak kunjung usai di Timur Tengah setelah
gagalnya "musim semi", semua melihat Indonesia sebagai masa depan
dunia Islam yang mampu mengakulturasikan dirinya dengan kemodernan. Tak hanya
itu, Muslim Indonesia juga mampu mempertahankan kearifan lokal dan kekayaan
budaya.
Arab Saudi mau tak mau harus mengakui fakta ini karena
dunia sedang melihat Indonesia sebagai "negeri impian". Peran
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai tonggak keberislaman telah mampu
memperkokoh solidaritas kebangsaan. Di samping itu, keberislaman di negeri
ini mampu menjadikan demokrasi kian berkualitas. Karena itu, dalam sepekan,
seluruh negara Teluk dan Timur Tengah pada umumnya akan memberikan perhatian
pada Indonesia. Ini sejarah baru karena selama ini Indonesia tak pernah
mendapat perhatian serius dunia Arab.
Keempat, Indonesia melalui politik luar negeri yang bebas
aktif telah memberikan peran sangat konstruktif. Di tengah peta geopolitik
yang selalu berubahubah dan penuh ketidakpastian, terutama pasca-terpilihnya
Presiden AS Donald Trump, Indonesia akan menjadi lokus perhatian dunia.
Apalagi dari segi demokrasi dan ekonomi, Indonesia relatif stabil dan
menunjukkan peningkatan mengagumkan. Di sisi lain, membaiknya hubungan
ekonomi RI-Iran sedikit banyak telah mendorong Arab Saudi melakukan kerja
sama ekonomi lebih besar setidaknya dari segi kuantitas.
Dalam kunjungan Jokowi ke Iran, akhir Desember 2016,
Ayatollah Khamenei menyebutkan, potensi kerja sama ekonomi RI-Iran bisa
mencapai 20 miliar dollar AS. Bahkan, Iran telah menyetujui Pertamina
berinvestasi di ladang minyak Mansouri dan Ab-Teymour. Selain kerja sama di
bidang energi, Iran juga tertarik dalam bidang infrastruktur serta
meningkatkan ekspor dan impor kedua belah pihak.
Sikap agresif Iran dalam meningkatkan kerja sama ekonomi
dengan Indonesia mendorong Arab Saudi mengambil langkah jauh lebih
spektakuler. Arab Saudi ingin menunjukkan kepada Indonesia bahwa mereka lebih
serius daripada Iran dalam membangun kemitraan strategis dalam bidang ekonomi
dengan membawa rombongan yang sangat besar.
Semua itu memberi gambaran bahwa Arab Saudi menganggap
Indonesia mitra strategis, baik dalam konteks hubungan bilateral maupun peta
politik global. Masalahnya sekarang berada di pundak Indonesia harus mampu
memainkan peran yang konstruktif, baik dalam konteks kepentingan nasional
maupun global. Indonesia harus konsisten pada jalur politik luar negeri bebas
aktif dan mendorong perdamaian dunia. Akan sangat baik jika Indonesia dapat
memediasi ketegangan antara Iran dan Arab Saudi yang cenderung memanas
setelah revolusi Islam Iran 1979.
Peta politik Timur Tengah yang selalu berkobar tak lain
karena kontestasi antara Iran dan Arab Saudi yang kehilangan mediator.
Indonesia dapat memerankan sebagai mediator karena Indonesia dapat diterima
oleh kedua negara. Di atas itu semua, kunjungan Raja Salman dan rencana
investasi yang besar jangan membuat kita terlena dan selalu berpegang teguh
pada Trisakti Bung Karno: berdaulat dalam politik, mandiri dalam ekonomi, dan
berkepribadian dalam budaya. Prinsip kesetaraan dalam kerja sama yang
menguntungkan dan saling menghormati harus menjadi pijakan.
Momen kunjungan ini sebenarnya juga dapat digunakan untuk
memecahkan masalah diskriminasi terhadap buruh migran, peningkatan pelayanan
haji dan umrah, dan kedaulatan ideologi negara, khususnya Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar