Menanti
Satria Pinilih yang Negarawan
Adi Sujatno ;
Tenaga
Profesional Bidang Hukum dan HAM Lemhannas RI
|
MEDIA
INDONESIA, 23 Februari 2017
TAHUN 1955 merupakan momentum pertama bagi rakyat
Indonesia untuk menggunakan hak pilih. Indonesia menyelenggarakan pemilu
pertama untuk memilih anggota lembaga legislatif DPR/MPR, sementara presiden
dipilih MPR. Hal tersebut berlangsung hingga 10 periode. Pemilu ke-11, yang
diselenggarakan pada 2004, merupakan langkah baru bagi penyelenggaraan pemilu.
Kali ini rakyat Indonesia dapat memilih presiden secara langsung. Alam
demokrasi semakin kuat terus mengalami perkembangan hingga pada 2007,
masyarakat daerah dapat memilih kepala daerah secara langsung.
Namun, seiring dengan dinamika politik dan kebangsaan,
akhirnya pemilihan umum kepala daerah secara bertahap akan diselenggarakan
secara serentak di Indonesia. Kini pilkada serentak tahap II telah
terselenggara dengan aman dan damai pada Rabu, 15 Februari 2017 yang tersebar
di 101 wilayah dan daerah dari Sabang-Merauke yang meliputi 7 Provinsi; 76
Kabupaten, dan 18 Kota, diikuti 337 pasangan calon pemimpin daerah.
Satria piningit
Dalam setiap pemilihan kepemimpinan diharapkan munculnya
satria piningit. Satria piningit, berarti satria yang dipingit/disembunyikan
atau sedang dipersiapkan untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin bahkan
pemimpin nasional. Dalam buku Serat Wulang Reh, satria piningit ialah sebuah
surat yang berisi ajaran, piwulang, pelajaran tentang ilmu memimpin atau ilmu
memerintah yang mengungkap makna tentang pemimpin sejati atau satria
piningit. Buku karya Sri Paku Buwono IV tersebut digali dari warisan khasanah
budaya Jawa, yang menyingkap makna tentang pemimpin sejati, yang harus
diawali kemampuan memimpin diri sendiri terlebih dahulu, baru memimpin orang
lain, rakyat, dan masyarakatnya menuju kemerdekaan dan kearifan. Surat yang
berisi pedoman ajaran kepemimpinan ini ditujukan kepada para putra dan
cucunya yang tidak lain ialah para penerus bangsa.
Konsep pemikiran satria piningit ialah pemimpin nusantara
yang ideal, yaitu pemimpin sejati yang memiliki kualifikasi seorang
negarawan, yang memiliki ciri-ciri antara lain, berhati putih (berbudi luhur,
hormati budaya leluhur bangsanya); bergelar pangeran perang yang memiliki senjata
trisula weda (benar, lurus, dan jujur); adil; dan berkasih sayang. Satria
piningit inilah yang diharapkan benar-benar muncul dalam setiap suksesi
kepemimpinan bangsa dan negara ini. Seorang pemimpin yang benar-benar
dipersiapkan yang memiliki karakter negarawan. Namun, dengan dinamika
demokrasi yang berkembang di Indonesia tampaknya sulit berharap munculnya
sosok satria piningit karena kini suksesi kepemimpinan melalui pemilihan
langsung oleh rakyatnya.
Satria pinilih
Secara etimologis kata pinilih berasal dari kata pilih
mendapat sisipan "-in" menjadi pinilih. Ini berarti satria yang
dipilih masyarakatnya, rakyatnya, bangsanya, melalui Pilkada Serentak 2017
secara luber dan jurdil sesuai perundang-undangan yang telah ditetapkan.
Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945, sebagai hasil amendemen ke III,
dinyatakan "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD." Makna pernyataan "Kedaulatan berada di tangan rakyat"
ialah rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara
demokrasi memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan yang mengurus dan
melayani seluruh kegiatan masyarakat serta memilih wakil rakyat untuk
mengawasi jalannya pemerintahan melalui pemilu yang berlandaskan kepada asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil) setiap lima
tahun sekali.
Memilih pemimpin artinya bukan memilih seorang kepala atau
seorang manajer, melainkan pemimpin yang asalnya dari kata pimpin yang
bermetafora menjadi memimpin, pimpinan, pemimpin yang bermakna pimpinlah
dirimu sendiri terlebih dahulu, sebelum memimpin orang lain, sehingga
lahirlah konsep self leadership, yang semoga berubah menjadi strong
leadership, bahkan akan lahir seorang negarawan (statesmanship) bagi sebuah bangsa bahkan dunia.
Pilkada: mencari negarawan
Kepemimpinan ialah salah satu faktor bagi sebuah bangsa
untuk menyelesaikan permasalahan nasional dan keluar dari krisis
multidimensi, termasuk krisis moral. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok
pemimpin strong leadership. Pemimpin yang memiliki kepemimpinan integratif,
komunikatif, akomodatif, aspiratif serta yang kapabel, kredibel, arif, dan
bijaksana, konsisten, tegas, dan pantas disuriteladani rakyatnya. Dalam
konteks nasional, konsep berpikir pemimpin nasional harus bersifat komprehensif,
integratif, dan holistis dengan tecermin pada terciptanya interaksi yang
harmonis antara seorang pemimpin dengan jajarannya. Kepemimpinan yang andal
harus memenuhi 11 asas kepemimpinan dan Hasta Brata.
Seluruh prasyarat itu sejatinya tidak bisa lepas dari
penegasan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai strategi kepemimpinan
nasional yang kontekstual, sesuai dengan situasi, kondisi, dan kurun waktu
yang dihadapi. Diharapkan rakyat bangsa ini tidak salah memilih para
pemimpinnya yang diharapkan dapat membawa bangsa dan negara ini semakin lebih
aman sejahtera serta adil dan makmur. Semoga akan muncul pemimpin nasional
yang negarawan karena maksud dan tujuan diselenggarakannya Pilkada Serentak
2017 ini tiada lain ialah mencari negarawan. Sosok pemimpin nasional yang
negarawan dengan kriteria dipercaya dan diterima masyarakat; konsisten,
tegas, dan tidak ambivalen; memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan
spiritual serta sosial.
Berpikir sebagai negarawan; bersikap sebagai negarawan;
dan bertindak sebagai negarawan. Pilkada serentak tahap II sudah
dilaksanakan, kini tinggal menanti hasil penghitungan suara, menanti sosok
satria pinilih. Siapa pun yang terpilih, semoga rakyat tidak salah memilih
para pemimpinnya menuju Indonesia hebat. Pemimpin yang siap menjadi teladan
bagi yang dipimpinnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar