Merawat
Asa Kejayaan Indonesia
Mohammad Nuh ;
Guru
Besar ITS Surabaya
|
KORAN
SINDO, 26
Februari 2017
Menarik untuk disimak laporan Price Water Coopers(PwC)
yang dipublikasikan Februari 2017 dengan judul The Long View: How Will The Global Economic Order Change By 2050.
Kalau kita baca dengan seksama,
menjadikan kita semakin optimistis bahwa Indonesia akan menjadi bangsa dan
negara besar, baik dalam perspektif ekonomi, demografi, demokrasi, sosial,
maupun politik. Laporan serupa juga pernah disampaikan Mc Kinsey Global Institute
2012. Namun, yang menarik adalah jauh sebelumnya, yaitu pada 2007, Yayasan
Indonesia Forum (YIF) yang dipimpin Chairul Tanjung, Si Anak Singkong, telah
mengeluarkan laporan tentang Indonesia 2030.
Intinya sama, yaitu optimisme akan kejayaan Indonesia.
Laporan YIF tersebut dipresentasikan di Istana Negara awal 2007, yang
dihadiri para akademisi (rektor beberapa perguruan tinggi), para peneliti,
praktisi industri, dan pebisnis. Waktu itu banyak kalangan akademisi yang
skeptis (tidak percaya) terhadap studi masa depan Indonesia yang disampaikan
YIF tersebut, termasuk saya (waktu itu sebagai rektor ITS) dan kawan saya,
rektor ITB (Pak Djoko Santoso). Bukan tanpa alasan bagi mereka yang skeptis,
tentu ada banyak alasan. Tahun 2007 masih merupakan tahun euforia setelah
kita bisa mengatasi berbagai persoalan yang sangat rumit. Baru sepuluh tahun
kita lalui lembaran hitam sejarah perjalanan Indonesia, peristiwa 1998-1999,
yang dilanjutkan dengan konsolidasisosial, politik, dandemokrasi.
Bencana alam tsunami (2004), krisis global masih
menghantuinya, dan yang sangat mengkhawatirkan adalah budaya keberlanjutan
(sustainability culture) yang belum terbangun dengan baik. Alergi psikososial
dan psikopolitik terhadap apa yang dilakukan pemerintahan sebelumnya masih
menjadi bagian dari kebiasaan pemerintah baru. Di samping itu, seluruh
estafet kepemimpinan nasional berada dalam suasana kegaduhan, tidak layaknya
seperti lomba lari estafet. Keikhlasan dan kesadaran bahwa tongkat
kepemimpinan harus diserahkan ke penerusnya yang ditandai dengan serah terima
jabatan dan dalam suasana penuh keharmonisan dan kedewasaan belum pernah
terjadi.
Namun, alhamdulillah, untuk pertama kalinya, pada 2014
estafet kepemimpinan nasional telah berlangsung dengan penuh keharmonisan dan
kedewasaan. Sebuah tradisi baru yang harus dirawat dan dilanggengkan.
Terhadap studi YIF dengan analisis yang sangat mendalam serta melakukan
ekstrapolasi angka-angka sangat bisa dipahami tingkat kepastiannya. Namun,
kemampuan mengelola ketidakpastian baik yang bermula dari kemampuan mengelola
sistem kebangsaan dan kenegaraan dengan segala derivasinya dan pengaruh serta
tekanan lingkungan global masih menjadi kendala tersendiri.
Itulah beberapa alasan mengapa muncul skeptis saat itu.
Waktu terus berjalan, capaian demi capaian, akhirnya apa yang diproyeksikan
oleh YIF bahwa Indonesia akan menjadi negara besar dan berkesejahteraan pada
2030, insya Allah, akan menjadi kenyataan. Tentu dengan syarat, yaitu
berkemampuan dalam mengelola faktor ketidakpastian (uncertainty factors) dan
tumbuhnya budaya keberlanjutan, terhindar dari alergi apa yang telah
dilakukan pemerintahan sebelumnya. Dalamkaidahfikihyaitumempertahankan apa
yang sudah ada yang masih baik dan mencari yang baru yang lebih baik (al
muhafadhotu al muhafadhotu ala alqodimi assholih wal akhdu bil jadidi al
ashlah) yang dikenal sebagai prinsip keberlanjutan (sustainability) tetap
dijadikan sebagai prinsip.
Kemunculan studi yang dilakukan oleh lembaga internasional
seperti Mc Kinsey Global Institute (2012) dan PwC (2017), dan senantiasa
memohon pertolongan Allah, semakin menambah kepercayaan dan optimisme akan
kejayaan Indonesia. Kejayaan Indonesia bukanlah sebuah fatamorgana, tetapi
cita mulia yang harus diperjuangkan. Kesempatan sangat terbuka dan modal yang
kita miliki juga luar biasa, terutama populasi usia produktif sumber daya
manusia (bonus demografi). Semua telah memahami bahwa manusia bagi suatu
bangsa merupakan kapital abadi di mana sikap (attitude), keterampilan
(skills), dan pengetahuan (knowledge) yang melekat pada setiap individu
memungkinkan untuk menghasilkan atau meningkatkan nilai ekonomi dan
kualitashidupnya.
Humancapital bukan semata untuk ihwal yang terkait
produktivitas yang bernilai ekonomi, tetapi juga untuk meningkatkan fungsi sosial,
politik, dan institusi kemasyarakatan (civic institutions). Jadi, pembangunan
yang berorientasi pada manusia menjadi keniscayaan dan prioritas. Potret
kualitas sumber daya manusia salah satunya disajikan dalam bentuk human
capital index (HCI) yang memiliki korelasi positif dengan human development
index (HDI), pendapatan GDP per kapita, dan lobal competitiveness index.
HCI memiliki parameter lebih lengkap dibanding HDI. Setiap
tahun World Economic Forum (WEF) mengeluarkan laporan tentang HCI berbagai
negara, termasuk Indonesia. Dalam HCI, indeksnya dibuat dalam rentang usia:
di bawah 15 tahun, antara 15-24 tahun, 25- 54 tahun, 55-64 tahun, dan usia di
atas 65 tahun. Peringkat indeks kumulatif 2016 mengalami penurunan yaitu dari
66 dengan nilai 66.99 (2015) turun menjadi 72 dengan nilai 67.61 (2016).
Memang, nilai nominal mengalami kenaikan, namun peringkatnya justru mengalami
penurunan. Artinya, negaranegara lain memiliki perbaikan lebihcepat.
Sebagaipembanding, Malaysia di peringkat ke-42 dan Filipina
ke-49. Meski demikian, keasaan untuk menjadikan kejayaan Indonesia 2045
(seratus tahun Indonesia merdeka) harus tetap kita jaga. Berhemat energi
kebangsaan dan fokus pada cita-cita pendiri bangsa. Musuh utama dan musuh
bersama kita adalah kemiskinan, ketidak-tahuan (kebodohan), keterbelakangan
peradaban, dan ketidakadilan. Kita masih punya kesempatan dan punya modal,
khususnya human capital untuk rentang usia di bawah 15 tahun yang memiliki
indeks 84.04 (2016), di atas ratarataduniadanjumlahnya hampir 30% dari jumlah
penduduk Indonesia.
Bangsa yang bermasa depan cerah, sepanjang kita tidak
salah urus, terutama generasi berusia di bawah 15 tahun. Pendidikan dan
kesehatan yang inklusif, berkeadilan, dan berkualitas menjadi kata kunci
dalam menghantarkan kejayaan Indonesia 2045. Insya Allah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar