Minggu, 30 Mei 2021

 

Subyek dan Obyek Kalimat Tertukar, Makna Berubah

Nur Adji ; Penyelaras Bahasa Kompas

KOMPAS, 29 Mei 2021

 

 

                                                           

Dua pekan lalu saya mendapat kiriman foto dari guru saya. Saking cintanya kepada bahasa Indonesia, beliau kerap mengirimkan foto-foto kesalahan bahasa yang muncul di media massa.

 

Tidak hanya kesalahan di media massa arus utama, kesalahan di media kuning (dulu disebut koran kuning) pun beliau kirimkan. Kadang kesalahan bahasa yang dikirimkannya mengundang tawa, tetapi yang lebih sering mengundang senyum.

 

Salah satu kiriman fotonya yang mengundang tawa, ya, yang dikirim Pak Guru dua pekan lalu itu. Beliau memfotonya dari berita yang dibuat salah satu media televisi. Begini bunyinya: ”Sejak dinikahi Atta Halilintar, Anang Hermansyah belum ketemu Aurel”.

 

Pada foto kirimannya itu, guru saya tidak mencantumkan komentar apa pun. Barangkali beliau ingin saya menebak sendiri kesalahan yang terjadi pada kalimat itu.

 

Informasi dari kalimat tersebut menunjukkan bahwa yang dinikahi Atta Halilintar adalah Anang Hermansyah. Lazim kita ketahui bahwa dalam konstruksi kalimat demikian, subyek pada induk kalimat (Anang Hermansyah) merupakan satuan yang lebih dekat dengan posisi anak kalimat (sejak dinikahi Atta Halilintar).

 

Selain itu, Anang Hermansyah pun merupakan obyek yang dikenai pekerjaan oleh subyek pada anak kalimat (dalam hal ini Atta Halilintar), dan akan menjadi subyek pada induk kalimatnya. Hal itu terbukti jika posisi anak kalimat kita pindahkan ke belakang induk kalimat (Anang Hermansyah belum ketemu Aurel sejak dinikahi Atta Halilintar).

 

Jadi, baik posisi anak kalimat berada di depan maupun di belakang induk kalimat, informasi yang tersaji kepada kita adalah bahwa yang dinikahi Atta adalah Anang. Anang merupakan fokus pada kalimat itu. Padahal, faktanya tidak demikian.

 

Sebagai perbandingan, kita tampilkan contoh berikut. ”Setelah dikalahkan Chelsea (di Liga Champions), Real Madrid tinggal mengincar juara liga”. Atau contoh berikut: ”Sejak ditinggali ayah, rumah itu seperti mendatangkan berkah”.

 

Real Madrid dan rumah itu merupakan subyek pada induk kalimat. Keduanya juga merupakan obyek yang dikenai pekerjaan oleh subyek pada anak kalimat (Chelsea dan ayah).

 

Jika susunan kalimatnya dibalik, informasi yang didapatkan pun tetap sama. Konstruksi kalimat demikianlah yang lazim dalam bahasa Indonesia.

 

Real Madrid tinggal mengincar juara liga setelah dikalahkan Chelsea (di Liga Champions). Demikian pula kalimat contoh yang kedua (Rumah itu seperti mendatangkan berkah sejak ditinggali ayah).

 

Kecermatan dan ketepatan

 

Kembali ke contoh yang dikirimkan guru saya, maksud si penulis sebenarnya tidak seperti yang saya katakan tadi. Dia tidak memaksudkan bahwa Anang Hermansyah-lah yang dinikahi Atta Halilintar, tetapi Aurel, anak Anang.

 

Jika demikian, kalimat yang dia tulis seharusnya tidak seperti itu. Ada beberapa perbaikan jika yang dimaksud si penulis adalah bahwa yang dinikahi Atta adalah Aurel, anak Anang, bukan Anang, ayah Aurel.

 

Sejak dinikahi Atta Halilintar, Aurel belum ketemu Anang Hermansyah. Bisa juga dibalik posisinya menjadi Aurel belum ketemu Anang Hermansyah sejak dinikahi Atta Halilintar. (Jika kata ketemu dirasa kurang sreg, kita bisa menggantinya dengan bertemu yang lebih formal.)

 

Kita bisa juga mengubah bentuk pasif dinikahi menjadi menikahi pada anak kalimatnya (Sejak menikah dengan Atta Halilintar, Aurel Belum Ketemu Anang Hermansyah (Aurel Belum Ketemu Anang Hermansyah sejak menikah dengan Atta Halilintar).

 

Perubahan bisa juga dilakukan dengan menyisipkan Aurel pada anak kalimat untuk menghindari keambiguan. Namun, dalam konstruksi ini dibutuhkan keterangan untuk menggantikan Aurel agar nama Aurel tidak disebutkan dua kali.

 

Misalnya, Sejak Aurel dinikahi Atta Halilintar, Anang Hermansyah belum ketemu anaknya itu. Bisa juga menjadi Anang Hermansyah belum ketemu Aurel sejak anaknya itu dinikahi Atta Halilintar.

 

Kasus seperti itu biasa terjadi jika seorang penulis menempatkan anak kalimat sebelum induk kalimatnya. Tidak salah sebetulnya, tetapi kecermatan dan ketepatan dalam membuat anak kalimat dan induk kalimatnya sangat dibutuhkan.

 

Kita harus sepakat bahwa kecermatan dan ketepatan dalam membuat kalimat merupakan salah satu cara agar informasi yang akan disampaikan tepat sasaran. Kalimat yang dibuat tidak dengan cermat dan tepat akan menimbulkan ketaksaan, multitafsir. Padahal, ketaksaan sangat tidak diharapkan dalam penulisan di media massa. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar