Sabtu, 22 Mei 2021

 

Mari Bersama Menjaga KPK

Tajuk Kompas ;  Dewan Redaksi Kompas

KOMPAS, 21 Mei 2021

 

 

                                                           

Petuah itu secara lengkap berbunyi ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji. Artinya, mendatangi lawan sendirian, menang tanpa merendahkan, dan sakti mesti tak mempunya azimat. Pesan ini penting untuk dikemukakan agar kegaduhan di Komisi Pemberantasan Korupsi  tak berlarut-larut, dan melemahkan upaya mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), seperti diamanatkan Gerakan Reformasi tahun 1998.

 

Kegaduhan di KPK berawal saat pemerintah dan DPR setuju merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi UU No 19/2019. Perubahan  UU KPK ini adalah yang kedua. Tahun 2015, UU KPK juga direvisi dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No 1/2015, yang disahkan menjadi UU No 10/2015.

 

Perubahan kedua ini membuat lembaga antirasuah yang semula lembaga independen menjadi bagian dari rumpun kekuasaan eksekutif. Pegawai KPK juga menjadi aparatur sipil negara (ASN).

 

UU No 5/2014 tentang ASN memang tak secara tegas menyebutkan perlu adanya tes wawasan kebangsaan bagi calon ASN. Namun, calon ASN harus memenuhi syarat setia kepada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah, dan tak terlibat organisasi terlarang.

 

Dari 1.349 pegawai KPK diketahui, sebanyak 1.274 peserta lolos tes itu dan 75 orang tidak lolos. Pegawai KPK yang tidak lolos itu sebagian adalah penyidik dan pegawai KPK yang dikenal berkinerja baik dan berprestasi. Pimpinan KPK yang menentukan nasib mereka selanjutnya.

 

Sebanyak 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada atasan sampai ada keputusan lebih lanjut. Penyelidik dan penyidik tidak bisa lagi menangani perkara korupsi. Surat keputusan pimpinan KPK yang membebastugaskan pegawai yang tidak lolos tes itu ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021 (Kompas, 12/5/2021).

 

Beredar kabar pegawai itu akan dipecat meskipun dibantah oleh pimpinan KPK. Mahkamah Konstitusi dalam putusan uji materi terhadap UU No 19/2019 menegaskan, pengalihan status kepegawaian tidak boleh merugikan hak pegawai KPK. Presiden Joko Widodo juga meminta  hasil tes tidak merugikan pegawai. Jika ada kekurangan, mereka masih bisa mengikuti pendidikan kedinasan lagi (Kompas, 18/5/2021).

 

KPK adalah buah dari suara rakyat melalui gerakan reformasi. Pimpinan KPK perlu mendengarkan suara rakyat itu, yang selama ini mendukungnya. Apalagi pegawai yang tidak lolos tes sudah memberikan kinerja terbaik bagi pemberantasan korupsi di negeri ini. KKN tak bisa hilang jika KPK berjalan sendiri. Siapa pun perlu menanggalkan ego dan sikap untuk menang-menangan pula dalam mengatasi kegaduhan ini. Mari bersama menjaga KPK supaya bisa menang melawan korupsi. Bukan kita saling melemahkan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar