Minggu, 30 Mei 2021

 

Jalan Selamat Warga Lanjut Usia Perkotaan

Neli Triana ; Wartawan (Penulis kolom “Catatan Urban”) Kompas

KOMPAS, 29 Mei 2021

 

 

                                                           

Seperti biasa, Gelora Bung Karno di Jakarta Pusat pada pagi akhir pekan pertengahan Mei itu ramai oleh orang-orang berpeluh dan penuh semangat. Di antara kaum muda yang tak kenal lelah menggerakkan tubuh untuk berlari, berjalan kaki, bersepeda, bersepatu roda ke sana kemari, berlalu lalang dengan papan seluncurnya, ada banyak warga usia lanjut yang tak kalah energik.

 

Bersama anak dan cucu atau hanya dengan pasangannya atau berkelompok dengan teman sebaya, warga lansia ini juga suka swafoto, bercanda, dan tertawa-tawa. Mereka pun masih mengemudikan sendiri sepeda motor atau mobilnya. Mereka juga suka nongkrong, ngopi sembari mengudap.

 

Tertangkap sepotong percakapan mereka di tengah aktivitas olahraga. Ada yang serius membicarakan politik negeri ini, bicara bisnis atau peluang menggarap bisnis bersama keluarga maupun kolega, berbagi pengalaman berobat dan menjaga kesehatan, sampai begitu bangganya mereka terhadap anak-anak serta cucu-cucu mereka.

 

Selain warga lansia yang jauh lebih mapan hidupnya, di Jakarta dan sekitarnya mudah pula dijumpai kaum berumur yang aktif bekerja dengan pendapatan sebatas upah minimum regional atau di bawahnya. Sebagian penyapu jalan dan perawat jalur hijau maupun taman di seputaran Bintaro dan Serpong di Tangerang Selatan, misalnya, sudah masuk kategori sepuh, tetapi tetap ligat bekerja.

 

Warga berusia senja memang semakin signifikan jumlahnya dalam demografi masyarakat urban di Indonesia. Mereka yang termasuk kelompok lansia sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia adalah yang telah berumur 60 tahun ke atas. Hasil Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 9,78 persen dari 270,2 juta warga negeri ini adalah lansia.

 

Data BPS 2020, secara umum di Indonesia, 52,95 persen warga lansia tinggal di perkotaan. Tren lansia yang menetap di area urban diprediksi akan makin naik persentasenya pada tahun-tahun mendatang sejalan dengan tren meluasnya kawasan perkotaan.

 

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memproyeksikan, dalam delapan tahun ke depan, tingkat urbanisasi pertumbuhan kawasan perkotaan di Indonesia tembus 66,6 persen. Pada 2045, jumlah orang lansia diproyeksikan mencapai 20 persen dari total penduduk Nusantara.

 

Warga lansia di area urban juga memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dan tingkat kesejahteraan lebih baik dibandingkan sejawat mereka di perdesaan. BPS menyebut, dengan mengenyam edukasi formal lebih tinggi, sebagian warga lansia urban melewatkan masa produktifnya dengan bekerja di tempat yang mampu memberi jaminan hari tua lebih baik.

 

Sebagai ibu kota negara sekaligus pusat ekonomi dan bisnis, serta area perkotaan terbesar di Indonesia, Jakarta pada 2018 saja telah memiliki 869.684 warga lansia atau kurang dari 9 persen dibandingkan total penduduknya yang sekitar 10 juta jiwa. Angka itu tidak banyak berubah hingga tahun ini. Meskipun demikian, Jakarta memiliki angka rata-rata lama sekolah lansia tertinggi, yakni 9,47 tahun atau rata-rata lansia mampu bersekolah sampai lulus SMP/sederajat. Angka itu hampir dua kali lipat angka rata-rata nasional.

 

Terlepas dari latar belakang pendidikannya, kini lebih dari separuh jumlah warga lansia sudah terbiasa mengakses teknologi terkini, khususnya telepon genggam. Penggunaan gawai ini khususnya dilakukan seperlima hingga sepertiga warga lansia dari kelompok pengeluaran bulanan terbesar. Warga lansia mapan pengakses telepon genggam hingga laptop ini juga lebih banyak ada di perkotaan, seperti di Jakarta dan sekitarnya.

 

Bagi mereka dengan pengeluaran rutin terbawah, yang mencapai 40 persen jumlah lansia, akses ke gawai masih menjadi persoalan.

 

Terjebak menjadi beban

 

Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) menyatakan, jumlah warga lansia yang semakin besar di suatu negara berkorelasi dengan meningkatnya kesejahteraan negara bersangkutan. Hal ini berkorelasi pula dengan kondisi keamanan serta ketersediaan fasilitas publik, seperti jaminan kesejahteraan dan kesehatan di negara tersebut. Di negara-negara miskin, seperti di sebagian Benua Afrika, jumlah orang berusia lebih dari dua pertiga abad sangat sedikit.

 

Indonesia patut bersyukur karena jumlah masyarakat lanjut usia yang membesar mengindikasikan peningkatan kesejahteraan publik dan keamanan negara secara umum. Namun, seperti dicatat BPS tahun 2020, 48,14 persen dari masyarakat lansia di sini masih mengalami keluhan kesehatan fisik maupun psikis. Persentase orang lansia yang sakit mencapai 24,35 persen.

 

Selain itu, penambahan jumlah lansia diikuti peningkatan rasio ketergantungan lansia terhadap penduduk produktif. Tahun 2020, rasio ketergantungan lansia 15,54, yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif (15-59 tahun) menanggung 15 orang lansia.

 

Isu kesehatan dan ketergantungan warga lansia khususnya, menambah beban kawasan perkotaan yang kini serta kelak menjadi tempat tinggal mayoritas orang usia senja ini. Kesibukan rutin harian kaum urban untuk mencari nafkah atau bersekolah dikhawatirkan membuat warga usia produktif tidak punya cukup waktu tersisa serta fasilitas bagi ibu, ayah, kakek nenek, para kerabat lansia mereka.

 

Di masa pandemi ini, memang sebagian orang menghabiskan lebih banyak waktunya di rumah akibat berbagai pembatasan kegiatan. Namun, tidak berarti kesibukan sehari-hari mereda. Justru dampak berbagai pembatasan membawa problema tersendiri ke setiap individu dan rumah tangga, termasuk tertekan dan bosan dengan kondisi yang telah berlangsung lebih dari satu tahun. Juga ada yang sampai berkurang dan kehilangan sumber pendapatan utamanya.

 

Akibatnya, tidak jarang warga lansia terjebak dalam situasi yang menjadikan mereka sebatas beban bagi keluarga, lingkungan komunitas, atau pemerintah.

 

Peran penting

 

Dalam salah satu laporannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan warga lansia berhak mendapatkan penghormatan tertinggi dalam masyarakat. Penyebabnya bukan sekadar memupuk rasa hormat kepada orang yang lebih tua sesuai tatanan norma masyarakat. Akan tetapi, karena warga lansia, siapa pun dia, pernah dan masih berjasa kepada komunitas di sekitar tempat tinggal mereka maupun masyarakat yang lebih luas.

 

Sebelum usia senja datang, pada masanya, mereka pernah secara langsung maupun tidak langsung menjadi tempat bergantung warga di bawah umur serta lansia. Mereka secara langsung dan tidak langsung turut membangun tatanan masyarakat yang sekarang menjadi tempat tinggal kita. Dalam roda kehidupan yang terus berputar, peran itu laksana tongkat estafet yang wajib diserahkan kepada generasi selanjutnya untuk melanjutkan perjuangan.

 

Walau begitu, warga negara senior ini tak berarti kehilangan peran sama sekali dalam dinamika masyarakat. Dengan angka harapan hidup yang kini bertambah makin panjang, masa setelah usia 60 tahun kini justru menciptakan peluang mengejar karier baru. Sudah banyak contoh lansia bersemangat kembali ke sekolah demi mengenyam pendidikan formal yang dulu terlewat, menjadi penulis, membuka usaha dan mengelola karyawannya sendiri, bertualang menuntaskan cita-cita semasa muda.

 

Bagi yang ingin menikmati hidup tenang dari uang pensiun atau dimanja keluarga pun tentu tak jadi soal. Di sisi lain, masih banyak pula warga lansia yang tetap harus bekerja, bukan sekadar pengisi waktu luang, melainkan agar perut bisa tetap terisi dan mempertahankan ”atap” tempat mereka bernaung. Penyapu jalan, perawat jalur hijau, penjaga keamanan di perumahan, tukang parkir, sopir, turun ke ladang, bahkan mengemis pun dilakoni.

 

Menjadi apa pun para warga lansia di sisa hidupnya, dampaknya sama-sama menjaga kehidupannya dan kehidupan di sekitarnya untuk terus berputar.

 

Seorang nenek yang sehari-hari menjaga cucu-cucunya tanpa dibayar jelas menjadi bagian penting perekonomian rumah tangganya. Kerja keras si nenek memungkinkan putra atau putrinya mencari rezeki dengan tenang untuk menghidupi seluruh keluarga. Baginya, kompensasi memadai, seperti terjaminnya akses ke layanan kesehatan, hiburan, dan keamanan diri, wajib dijamin. Juga bagi mereka yang tak berdaya karena sakit, sendiri tanpa keluarga, atau yang terpaksa masih hidup di jalanan.

 

Di sinilah peran pemerintah memastikan tetap ada jaminan kesejahteraan layak bagi para warga lansia yang kurang atau tidak memiliki akses maupun dukungan penuh dari keluarga. Di Indonesia, di tingkat nasional maupun sebagian daerah seperti di Jakarta, sudah ada program jaminan kesejahteraan bagi warga lanjut usia. Namun, program bantuan itu belum menyentuh semua kelompok lansia yang membutuhkan.

 

Mengambil contoh dari paparan BPS, disebutkan bahwa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) menjadi salah satu program yang dikeluarkan pemerintah untuk penyaluran bantuan sosial dan subsidi. Persentase rumah tangga lansia yang memiliki KKS tahun 2020 baru sebesar 13,59 persen.

 

Selain itu, ada 26,41 persen penduduk lansia belum memiliki jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan yang paling banyak dimiliki penduduk lansia adalah sebagai peserta program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan PBI (Penerima Bantuan Iuran), yaitu 44,59 persen. Sementara jaminan kesehatan yang paling sedikit dimiliki warga lansia adalah asuransi swasta (0,44 persen).

 

Data lain memaparkan bahwa baru 13,84 persen rumah tangga lansia memiliki jaminan sosial. Persentase rumah tangga lansia yang memiliki jaminan sosial di perkotaan mencapai 19,83 persen atau hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan perdesaan yang hanya 7,07 persen.

 

Hal ini karena rumah tangga lansia di perkotaan banyak terpapar jaminan yang diperoleh dari tempat mereka dulu bekerja, seperti jaminan pensiun/veteran, jaminan hari tua, asuransi kecelakaan kerja, jaminan/asuransi kematian, dan pesangon saat mendapat pemutusan hubungan kerja. Akses dan fasilitas yang lebih baik itu memudahkan warga lansia perkotaan mendapatkan jaminan sosial dibandingkan mereka yang tinggal di perdesaan.

 

WHO menyatakan, suatu masyarakat dinilai beradab salah satunya dilihat dari cara memperlakukan warga senior mereka dengan penuh hormat dan kasih sayang. Di Hari Lanjut Usia Nasional yang jatuh tiap 29 Mei, seperti hari ini, warga lansia perkotaan di Indonesia boleh dibilang kembali diingatkan nasibnya sedikit lebih beruntung dibandingkan rekan mereka di perdesaan.

 

Namun, jalan menuju selamat sejahtera bagi warga lansia urban maupun di perdesaan di Indonesia masih belum semulus cita-cita. Fakta bahwa masih banyak fasilitas bagi kelompok lansia yang belum diwujudkan menjadi pekerjaan rumah di kota maupun desa agar segera diselesaikan.

 

Selamat Hari Lansia. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar