Bom
Istana dan Metamorfosis ISIS
Ibnu Burdah ; Pemerhati
Timur Tengah dan dunia Islam;
Dosen UIN Sunan Kalijaga
Jogjakarta
|
JAWA POS, 15 Desember
2016
SUNGGUH beruntung, rencana sel teror ISIS
untuk meledakkan Istana Negara telah tercium Densus 88. Jika tidak, betapa
banyak korban dari aksi yang direncanakan pada saat pergantian Pasukan
Pengamanan Presiden itu (11/12).
Pelaku rencana jahat ini telah tertangkap.
Namun, otak dari semua ini sulit dikejar. Sebab, ia kemungkinan besar berada
di wilayah teritorial ISIS di Syria.
Isis menjadi ancaman di mana-mana. Seperti
pernah beberapa kali terjadi, peledakan sepertinya direncanakan serentak di
Jakarta, Istanbul, Kairo, ‘Adn (Yaman Selatan), dan Mogadishu. Sebagian besar
tudingan mengarah ke sel-sel ISIS.
Padahal, ISIS sudah jauh melemah. Struktur
kenegaraan ISIS pusat, yaitu di Mosul, Iraq, sudah lumpuh. Tak ada kota besar
dan penting yang mereka pertahankan secara penuh di Negara Seribu Satu Malam
itu. Terbebasnya Mosul, ibu kota ISIS sekaligus pusat kekhalifahannya,
tinggal menunggu hari.
Saat ini, kekuatan elite Iraq dibantu
sejumlah tentara reguler dan banyak milisi menggempur kekuatan meliter ISIS.
Lenyapnya ISIS sebagai kekuatan teritorial di Iraq tak akan lama lagi. Mereka
tinggal berkuasa di beberapa daerah pinggiran di Syria.
Akankah kelompok ini kemudian segera
bermetamorfosis kembali jadi kelompok teroris global tanpa basis teritorial
seperti tandzim Al Qaeda, induknya dahulu? Kemungkinan itu sangat besar,
khususnya bagi anasir ISIS di Iraq. Tak akan mudah bagi mereka melakukan
eksodus teritorial ke Raqqa, Syria, misalnya. Sebab, musuh mereka telah
mengepung dari berbagai arah.
Perpindahan ke Raqqa yang relatif jauh dari
Mosul barangkali hanya terjadi di kalangan para pemimpin teras ISIS dan
orang-orang terdekatnya melalui penyamaran yang sangat rahasia. Raqqa (Syria)
adalah wilayah yang paling dekat dengan Mosul yang masih dikuasai secara
penuh oleh ISIS. Saat ini, sebagian pentolan ISIS diberitakan sudah berada di
Raqqa, Syria. Entah kapan mereka bergerak dan dengan cara apa bisa mengelabui
kekuatan yang mengepung mereka. Yang jelas, ISIS sudah tak lagi mengontrol
jalur Mosul-Raqqa.
Oleh karena itu, banyak eksponen ISIS di
Iraq yang kemungkinan sudah menyebar dengan cara menyusup ke dalam barisan
pengungsi. Penyebaran yang paling mungkin adalah ke kota-kota lain di Iraq,
termasuk ke wilayah Kurdistan dan juga ke daerah-daerah perbatasan Turki.
Sebagian mereka bisa saja berhasil mencapai
wilayah yang jauh seperti ke negara-negara Arab atau Timur Tengah lain hingga
ke Eropa. Infiltrasi ISIS ke dalam barisan pengungsi menuju Eropa banyak
diberitakan. Karena itu, sikap negara-negara Arab dan Eropa terhadap
pengungsi sangat waspada.
Namun, ISIS sebagai organisasi teroris
terbesar tampaknya tak mau menyerah. Mereka tak mau segera bermetamorfosis
kembali jadi kelompok teroris global yang hanya ”bertamu” di banyak negara.
Mereka berupaya habis-habisan untuk mempertahankan basis teritorialnya.
Bagaimanapun, basis teritorial adalah identitas
mereka. Teritorial adalah inti sari ”ijtihad” al-Baghdadi dalam membangun
organisasi teror baru bernama ISIS (al-Dawlah al-Islamiyyah fi al-Iraq wa
al-Syam) atau IS (al-Dawlah al-Islamiyyah) ini. Ini pula yang menjadi pusat
koreksi para jihadis terhadap organisasi teroris lama Al Qaeda yang hanya
menjadi ”tamu” di setiap negara. Bagaimanapun, penguasaan atas wilayah
tertentu dan membangun struktur kenegaraan di dalamnya membuat ISIS dipandang
para jihadis sebagai kelompok yang lebih kredibel daripada Al Qaeda. Dengan
penguasaan teritorial, mimpi utopia tentang khilafah itu tampak jadi lebih
nyata. Karena itu, banyak sekali pengikut Al Qaeda yang eksodus loyalitas ke
ISIS begitu ”negara khilafah” itu diproklamasikan.
Para pemimpin ISIS adalah orang-orang yang
dikenal ahli dalam strategi. Mereka terdiri atas orang-orang yang sangat
berpengalaman di arena-arena ”jihad” di dunia Islam, eks pimpinan teras
Partai Baaths masa Saddam Hussein, dan lain-lain. Banyak di antara mereka
sebenarnya bukan tipe manusia ideologis, tapi manusia rasional.
Ada kemungkinan para pemimpin teras ISIS
sejak dini mempersiapkan skenario terburuk jika suatu saat seluruh basis
teritorial ISIS tumbang. Faktanya memang demikian. Mereka hampir kehilangan
seluruh wilayah di Iraq, terdesak di Syria, Libya, Sinai, dan Yaman. Mereka
sepertinya juga sedang mempersiapkan diri jika harus bermetamorfosis jadi
kelompok teroris global, termasuk menyiapkan sel-selnya di Eropa hingga
Indonesia.
Mereka harus memiliki jaringan yang lebih banyak
sebarannya, lebih kuat, dan lebih mumpuni daripada Al Qaeda. Mereka tentu
mempersiapkan diri agar mereka berbeda dari Al Qaeda agar tetap dipandang
kredibel oleh para pengikutnya dan jaringan jihadis global. Sebab, jika
mereka tak bisa meyakinkan para pengikut sebagai kelompok teror nomor wahid,
mereka hampir bisa dipastikan akan ditinggalkan banyak pengikut sebagaimana
nasib Al Qaeda.
Bisa saja para pengikut ISIS itu kembali ke
Al Qaeda kendati kemungkinan itu kecil sebab permusuhan ISIS-Al Qaeda itu
sudah demikian mendalam. Kemungkinan lain, para komandan ISIS yang telah
memiliki pengikut akan mendeklarasikan organisasi teroris baru. Ini yang
paling berbahaya jika organisasi teroris itu kemudian bisa diterima komunitas
jihad global dan mampu menghimpun mereka kembali dalam organisasi teror yang
lebih menakutkan. Tetapi, hingga saat ini belum ada berita mengenai
kepemimpinan baru yang sangat kuat yang melebihi al-Baghdadi di cabang-cabang
ISIS. Metamorfosis ISIS tampaknya akan sangat ditentukan oleh perkembangan
satu dua bulan ke depan di medan tempur Mosul, Syria Utara, dan Libya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar