Membangun
Keadilan di Tengah Kerumitan
Andreas Maryoto ; Wartawan
KOMPAS
|
KOMPAS, 21 Desember
2016
Kondisi ekonomi global dan domestik memang
tidak menguntungkan selama tahun 2016. Kondisi global bukannya membaik,
melainkan malah memunculkan sejumlah kecemasan baru. Pertumbuhan di dalam
negeri masih stagnan sehingga sejumlah masalah, seperti kemiskinan dan
pengangguran, belum bisa terselesaikan. Namun, setidaknya ada perkembangan
menarik, yaitu makin ada harapan terpenuhinya rasa keadilan terhadap akses
ekonomi di sejumlah daerah.
Pelemahan ekonomi di sejumlah negara masih
menjadi masalah pada tahun ini hingga tahun depan. Terpilihnya Donald Trump
sebagai presiden Amerika Serikat memunculkan kecemasan baru bagi ekonomi
dunia. Untuk Indonesia, dampak yang bisa langsung dirasakan adalah mulai dari
nilai tukar hingga kemungkinan ekspor yang akan terganggu.
Ekonomi di dalam negeri tentu terpengaruh
dengan pelemahan global, seperti ekspor yang belum membaik secara signifikan
dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang fluktuatif. Pertumbuhan
ekonomi juga belum naik secara signifikan karena konsumsi masyarakat juga
stagnan.
Meski demikian, di tengah kabar muram itu ada
kabar baik di dalam negeri. Sejumlah akses ekonomi makin dirasakan merata di
seluruh Indonesia, dari mulai akses finansial, akses telekomunikasi, hingga
akses transportasi. Akses itu memang belum sempurna, tetapi perkembangannya
semakin membaik. Pada masa depan, setidaknya persoalan keadilan di bidang
ekonomi akan tertangani.
Warga di sejumlah daerah mulai menikmati
kemudahan menggunakan transportasi, seperti pembangunan bandara di beberapa
tempat dan pelabuhan. Kini, pembangunan rel kereta api terus dilakukan di
Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pembangunan tol juga dilanjutkan di
Sumatera dan Kalimantan. Beberapa memang masih dalam tahap pembangunan,
tetapi gambaran masa depan sudah muncul di proyek-proyek itu.
Beberapa warga yang ditemui mengatakan dengan
mudah sekarang mereka bisa bertemu dan menjalankan usaha dengan rekan bisnis
dalam hitungan jam, baik apabila harus bertemu di Jakarta dengan menggunakan
kereta api maupun dengan pesawat udara. Ada perasaan tidak lagi terpencil
ketika konektivitas mulai terbangun.
Kebijakan satu harga untuk akses energi
melalui upaya penyamaan harga bahan bakar minyak (BBM) di beberapa tempat,
seperti Papua dan Kalimantan Utara, juga mulai dilakukan. Harga BBM yang
sebelumnya Rp 60.000-Rp 100.000 per liter kini bisa diperoleh dengan harga Rp
6.450 per liter untuk premium dan Rp 5.150 per liter untuk solar.
Akses finansial
BRI yang sukses meluncurkan satelit akan makin
mudah memberikan layanan bagi penduduk terpencil. Penduduk di beberapa pulau
secara bertahap bisa memiliki akses keuangan, mulai dari tabungan, pinjaman,
hingga pembayaran. Bank ini telah mengubah beberapa fasilitas koneksi di
daerah terpencil menjadi lebih cepat. Titik layanan juga bertambah dari
15.000 titik menjadi 23.000 titik pada akhir tahun ini.
Akses telekomunikasi yang membaik juga
terlihat di beberapa daerah. Beberapa tempat selama ini mendapatkan akses
telekomunikasi karena tidak ada fasilitas itu. Dampaknya, masyarakat bisa
lebih mudah berkomunikasi dan meningkatkan kegiatan ekonomi. Tren penggunaan
fasilitas telekomunikasi mengundang e-dagang tidak hanya terjadi di Jakarta,
tetapi juga di sejumlah daerah lain. Penjual kerajinan dan makanan bisa
menjual melalui laman mereka atau dengan menggunakan media sosial.
Perkembangan ini bisa dilihat dari kenaikan
bisnis akses data di beberapa provinsi. Di Maluku Utara, misalnya, beberapa
tahun lalu, komunikasi data di kabupaten-kabupaten di provinsi itu masih
harus disubsidi. Namun, sekarang terdapat sekitar 15 kabupaten sudah layak
secara bisnis karena memberikan pendapatan.
Ke depan, kondisi yang membaik ini bisa buyar
karena beberapa penyebab. Pertama, jika kondisi fiskal kurang mendukung
pembangunan infrastruktur karena belanja modal pemerintah mengecil. Kedua,
kondisi sosial dan politik memburuk yang saat ini sudah mulai dicemaskan oleh
kalangan pengusaha. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar