Anwar-Mahathir
vs Najib Razak
Ahmad Sahidah ; Dosen
Senior Filsafat dan Etika Universitas Utara Malaysia
|
JAWA POS, 20 Desember
2016
PARTAI Pribumi Bersatu yang didirikan oleh
Mahathir Mohamad secara resmi bergabung dengan Pakatan Harapan, yang
diilhamkan oleh Anwar Ibrahim. Setelah 18 tahun keduanya berseberangan,
dimulai dengan pertemuan di pengadilan Jalan Duta era politik rekonsiliasi
sebenarnya tak terbayangkan. Tak pelak, Salleh Said Keruak, menteri
komunikasi, menyebut bahwa tindakan mantan perdana menteri negeri jiran
tersebut sebagai ciuman maut. Anwar bisa menjadi korban dari kelicikan mantan
mentornya. Sementara Hishamuddin Rais, aktivis kiri, menyebutnya sebagai
gerakan penyatuan perlawanan terhadap penguasa.
Dari beberapa gambar yang beredar di media
pada waktu itu, Anwar tampak tersenyum dan menyambut Mahathir dengan hangat.
Tangan kirinya menyambut tangan Tun M, panggilan Mahathir, dan tangan
kanannya tampak berada di bahu bekas seterunya. Foto ini menjadi berita utama
di media PKR, Suara Keadilan. Untuk kali pertama, corong partai besutan Anwar
menampilkan Tun M di halaman pertama sebagai sekutu.
Sebelumnya, ikon Reformasi ini meminta
rekan-rekannya untuk tidak mengikuti gendang yang ditabuh oleh kawan karib
Soeharto tersebut untuk menyerukan pelengseran Najib.
Setelah turun ke jalan pada aksi Bersih 4.0,
Tun M diserang oleh lawan-lawan politik karena budaya unjuk rasa dianggap
bukan budaya Malaysia. Apa lacur, Little Soekarno ini bersikukuh bahkan rela
jika diseret ke penjara oleh rezim yang berkuasa. Tak hanya itu, bapak
pembangunan Malaysia ini bikin panggung Deklarasi Rakyat yang berkampanye di
banyak negara bagian bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan partai
oposisi, minus partai Islam se-Malaysia, meskipun salah satu elitenya, Mahfuz
Omar, sering terlibat dalam acara tersebut.
Ketika acara Deklarasi Rakyat (DR) digelar di
Shah Alam, kubu kuat Partai Keadilan Rakyat (PKR), sambutan tidak begitu
besar, apalagi pada waktu bersamaan putaran liga sepak bola antara Selangor
dan Johor sedang berlangsung. Bahkan, meskipun DR melibatkan para petinggi
politik oposisi, seperti Lim Kit Siang (DAP), Mat Sabu (Partai Amanah
Nasional), dan Azman ali (PKR), tetapi orang ramai tak menyemuti panggung.
Berbeda ketika ribuan rakyat turun ke jalan untuk menuntut keadilan terhadap
Anwar Ibrahim di awal Reformasi. Ketika gema DR melemah, kasus skandal 1MDB
yang diumumkan oleh Departemen Keadilan Amerika Serikat, seruan menuntut
Najib mundur mengencang kembali.
Tentu saja, aksi unjuk rasa tangkap MO1
(Malaysia Official 1) pada 27 Agustus yang dimotori mahasiswa menjadi babak
baru bagi aktivisme kaum terpelajar perguruan tinggi. Setelah 40 tahun
bungkam, mahasiswa kembali turun ke jalan. Anis Syafiqah memimpin demonstrasi
tersebut, yang turut didukung oleh aktivis, politikus oposisi, dan elemen
pergerakan lain. Hanya, seperti ditegaskan oleh Abdul Rahman Dahlan, ketua
Komunikasi dan Strategi Barisan Nasional, bahwa tuduhan itu tidak akan
menyeret Najib Razak, sehingga yang bersangkutan tidak disebut sesuai dengan
nama dalam dokumen dakwaan, berbeda dengan Reza Aziz dan Jho Low, yang dengan
terang disebutkan oleh jaksa agung dalam konferensi pers.
Tak berhenti pada dukungan terhadap Anwar
Ibrahim untuk menggugat akta (undang-undang) Majelis Keselamatan Negara, yang
memberikan kuasa begitu besar pada perdana menteri, Mahathir meminta
pengacaranya untuk menghubungi pengacara Anwar Ibrahim dalam usaha
menangguhkan undang-undang MKN 2016 ini. Ini sekaligus menandakan bahwa dua
pemimpin ini telah mengatur rentak untuk bersiap sedia menghadapi pemilu yang
akan digelar pada 2018. Tanpa kompromi, kekuatan oposisi akan mengulang
kekalahan yang dialami pada pemilu sela baru-baru ini di dua negara bagian,
Selangor dan Perak.
Tentu, koalisi Pakatan Harapan (PKR, DAP, dan
Amanah) akan makin kukuh dengan bergabungnya Partai Bumiputera Bersatu
(Bersatu) sebagai mitra untuk mengambil tempat dalam menghadapi dominasi
UMNO, sebagai partai Melayu terbesar. Jika Bersatu berhasil mengambil kursi
UMNO sebanyak 30 kursi mengingat kemenangan suara partai PEKEMBAR, nama lain
UMNO, di bawah 1.000 suara dan Pakatan Harapan berjaya mengekalkan kursi yang
diperolehnya pada pemilu 2013 sebanyak 88 kursi, maka oposisi akan mengambil
alih pemerintahan dengan kemenangan tipis (simple majority).
Hanya, kursi yang diraih pada pemilu 2013
adalah hasil kerja sama antara PKR, DAP, dan PAS di bawah payung Pakatan
Rakyat. Setelah PAS memilih keluar dan membangun blok baru, Gagasan
Sejahtera, bersama Partai Ikatan. Tak terelakkan kursi itu akan goyah, dan
mungkin dirampas oleh BN, yang mengambil keuntungan dari perpecahan suara
pendukung Pakatan Harapan plus Bersatu dan Gagasan Sejahtera. Tentu, ide
Bersatu untuk bergabung dengan PAS dalam koalisi tambahan akan membingungkan
pendukung oposisi.
Boleh dikatakan kubu Anwar-Mahathir
vs Najib adalah fase politik paling dinamik setelah era Reformasi. Jika
sebelumnya PR dan BN berhadap-hadapan dengan kemenangan tipis BN, sekarang
oposisi terbelah dua. Ketika bergabung dalam PR, PAS turut mendulang suara
dari pemilih Tionghoa dan India. Setelah keluar, suara dua kelompok etnik
terbesar ini diberikan kepada Amanah, seperti ditunjukkan dalam pemilu di
Sungai Besar dan Kuala Kangsar. Demikian pula pendukung fanatik PAS tentu
menarik diri dari menyokong bekas komponen Pakatan Harapan, seperti PKR
(Melayu) dan DAP (Tionghoa), sehingga situasi ini akan menjadikan calon dari
BN lebih besar untuk menang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar