Berharap
pada Tol Trans-Sumatera
DRI/SAH/RAM/ITA/WSI/MUL ; Wartawan
Kompas
|
KOMPAS, 23 Desember
2016
Jalan lintas timur Sumatera Selatan sepanjang
32 kilometer, antara Indralaya dan Palembang, telah lama menjadi jalan yang
sangat menjengkelkan bagi pemakai jalan. Kemacetan kerap terjadi di ruas
jalan padat kendaraan itu.
Kemacetan disebabkan jalan sempit dengan dua
lajur berlawanan, yang masing-masing hanya dapat dilewati satu mobil. Begitu
ada kecelakaan, langsung macet parah.
Kondisi serupa juga kerap terjadi di ruas
Medan ke Stabat, ibu kota Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kemacetan akibat
jalan sempit dan banyaknya kendaraan melintas membuat perjalanan ke arah
Aceh, dan sebaliknya ke arah Medan, menjadi lambat.
Lokasi kemacetan di sejumlah lokasi lain di
jalan lintas timur Sumatera, dengan penyebab yang sama, juga kerap terjadi di
Lampung, Jambi, Riau, dan Aceh.
Pemerintah mencoba memecahkan keterbatasan
infrastruktur jalan di Sumatera itu dengan membangun tol. Jalan bebas
hambatan sepanjang lebih dari 2.000 kilometer akan membentang mulai Pelabuhan
Bakauheni di Lampung hingga Banda Aceh.
Saat Tol Trans-Sumatera terwujud kelak,
kemacetan lalu lintas di banyak lokasi di jalan lintas timur serta lintas
tengah Sumatera tentu akan berkurang. Demikian pula di lintas barat.
Mobilitas lebih dari 50 juta penduduk Pulau Sumatera pun dipastikan lebih
mudah, baik di daerah sendiri, ke provinsi lain, maupun ke Pulau Jawa.
Keuntungan lain terbukanya transportasi darat
adalah pertumbuhan ekonomi. Distribusi hasil produk hortikultura, tanaman
pangan, dan pertambangan akan lebih mudah dan murah. Truk-truk besar pun
tidak lagi terjebak di jalan lintas yang hingga kini sering rusak parah.
Rencana pembangunan Tol Trans-Sumatera di
Provinsi Aceh disambut positif pemerintah daerah setempat. Tol akan mampu
mengembangkan potensi sektor pertanian dan perkebunan Aceh yang selama ini
belum optimal.
Kepala Dinas Bina Marga Aceh Rizal Aswandi
mengatakan, jalan bebas hambatan sangat penting untuk mendukung pengembangan
perekonomian Aceh. Apalagi jalan lintas timur yang menghubungkan Banda Aceh
dan Medan sudah padat.
Sektor pertanian dan perkebunan Aceh memiliki
potensi besar. Di sektor pertanian, misalnya, produksi padi Aceh 2,3 juta ton
pada 2015. Di sektor perkebunan, Aceh memiliki kopi arabika Gayo yang populer
hingga ke di tingkat internasional. Menurut Rizal, kedua sektor itu butuh
daya dukung infrastruktur jalan untuk menunjang pemasaran, terutama saat akan
diekspor melalui Medan. Tol Trans-Sumatera menjadi solusi masalah itu.
Jika ada tol, mobilitas Banda Aceh-Medan yang
biasanya 12-15 jam bisa menjadi 5-6 jam.
Menurut Rizal, rencana pembangunan Tol
Trans-Sumatera di Aceh sudah masuk tahap perampungan berkas detail
engineering design (DED) untuk ruas Banda Aceh-Sigli, Kabupaten Pidie,
sepanjang 73 kilometer di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
DED tuntas, pembebasan lahan dimulai. Rencana pembangunan fisik ruas Banda
Aceh-Sigli dimulai 2017 dan diharapkan selesai 2018.
Pembangunan Tol Trans-Sumatera di Aceh, kata
Rizal, terdiri dari ruas Banda Aceh-Sigli, Sigli-Lhokseumawe,
Lhokseumawe-Langsa, dan Langsa-Kuala Simpang, dengan total panjang 400
kilometer. Semua ruas itu ditargetkan selesai 2019.
Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala, Muhammad Isya, mengatakan, selain membangun Tol
Trans- Sumatera di lintas timur Aceh, pemerintah pun patut membangun jalan
akses penghubung kawasan timur, tengah, dan barat Aceh. Jika akses penghubung
tidak dibangun, kawasan tengah dan barat akan kian tertinggal.
Di Sumatera Utara, pengerjaan di ruas
Medan-Binjai dan Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi yang merupakan bagian dari Tol
Trans-Sumatera terus dikebut agar bisa selesai tahun 2017. Direktur Bina
Keterampilan Pedesaan Indonesia, Wahyudi, mengatakan, pembangunan jalan tol
itu memberi kesempatan kepada warga perdesaan yang dilewati jalan tol
memasarkan produk desanya, terutama di tempat peristirahatan. Warga desa
perlu disiapkan agar memanfaatkan kesempatan itu sehingga mereka tidak hanya
menjadi penonton.
Babak baru
Di Provinsi Riau, pekan kedua Desember 2016
menandai babak baru pembangunan Tol Sumatera ruas Pekanbaru-Dumai. Proses
pembangunan fisik jalan tol sepanjang 131 kilometer itu sudah dimulai dan
dijadwalkan bakal selesai pada 2019.
Transportasi dari dan menuju kota pelabuhan
Dumai, atau kendaraan dari dan menuju Medan, akan semakin lancar yang pada
gilirannya mampu mengurangi biaya transportasi sekaligus mengurangi beban
jalan lintas Sumatera yang semakin berat. Waktu tempuh jalur Pekanbaru-Dumai,
yang selama ini lima jam hingga tujuh jam, dipotong menjadi dua jam sampai
tiga jam.
Peran Kota Dumai dalam pembangunan Riau
sungguh tak dapat diabaikan. Sumbangsih pelabuhan terbesar kedua di Sumatera
itu terhadap negara ini pun besar. Setiap tahun Pelabuhan Dumai memberi
sumbangan sedikitnya Rp 12 triliun, hanya dari pajak ekspor minyak kelapa
sawit (CPO). Dumai juga memiliki kilang minyak Pertamina dan PT Chevron serta
beberapa perusahaan pengolahan kelapa sawit berskala besar.
Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman
mengatakan, percepatan pembangunan Riau sangat mengandalkan Tol
Pekanbaru-Dumai. Dalam kondisi migas dan perkebunan yang belum membaik saat
ini, ekonomi Riau tetap tumbuh, apalagi kalau tol ini selesai bisa
dibayangkan kami bisa lebih baik.
Koordinator Pembebasan Lahan Tol
Pekanbaru-Dumai, Syamsul Bahri Lubis, mengungkapkan, pekerjaan fisik Ttol
Pekanbaru-Dumai sudah dilakukan. Adapun pembebasan lahan dilakukan secara
simultan.
Di Sumatera Selatan, menurut Manajer Proyek
Jalan Tol Palembang-Indralaya (Palindra), Hasan Turcahyo, perkembangan
pengerjaan tol sepanjang 22 kilometer itu baru 40 persen atau mundur dari
rencana awal 58 persen sampai akhir tahun ini.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumsel
Permana berharap Tol Palindra selesai tepat waktu. Apabila akses dari dan
menuju Kota Palembang semakin lancar, perekonomian di Sumsel akan bertumbuh.
Jika kelak Tol Trans-Sumatera dioperasikan,
perekonomian Aceh hingga Lampung niscaya akan tumbuh, dengan semakin mudahnya
distribusi barang. Bahkan, dua provinsi kepulauan di kawasan Sumatera,
Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, akan ikut terangkat. Dukungan lancarnya
penyeberangan ke Pulau Jawa akan semakin mendorong kebangkitan ekonomi itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar