Ibu,
Pilar Utama Pendidikan
Maina Sara ; Guru
sekolah Sukma Bangsa Pidie, Aceh
|
MEDIA INDONESIA,
26 Desember 2016
JAMES
Esdras Faust, pemuka agama, pengacara, dan politikus kelahiran Amerika pernah
berujar "The influence of a mother
in the lives of her children is beyond calculation."
Kutipan
itu menunjukkan ibu sosok paling vital dalam fase pendidikan seorang anak.
Proses
pendidikan serta tumbuh kembang seorang anak untuk modal kehidupannya kelak
sangat dipengaruhi bagaimana seorang ibu menjalankan perannya.
Bahkan,
dalam sebuah pepatah Arab yang cukup populer dikatakan al-ummu madrasatul
ula, iza a'dadtaha a'dadta sya'ban thayyibal a'raq, yang artinya kurang lebih
'ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, engkau telah mempersiapkan
generasi terbaik.
Karena
itu, pendidikan karakter yang saat ini digadang-gadang sebagai model ideal
dalam proses pendidikan tentu tidak bisa mengalienasi betapa pentingnya peran
ibu di rumah.
Ibu
sosok penting di balik pembentukan karakter bagi anak-anaknya.
Bahkan
dalam realitas di sekeliling kita, dapat disaksikan, meskipun anak memiliki
ibu yang tidak memiliki pendidikan sekalipun, nyatanya ia mampu mengantarkan
anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Inilah
energi tak kasatmata yang dimiliki seorang ibu.
Energi
yang menjelma dalam bentuk kasih sayang, teladan, nasihat, hingga doa yang
mampu mengubah sesuatu yang terlihat seakan tidak mungkin menjadi mungkin.
Hal
ini senada dengan apa yang pernah diutarakan Marion C Garretty, "Mother
love is the fuel that enables a normal human being to do the
impossible."
Bahkan,
Abraham Lincoln juga mengakui doa sosok ibu yang dimilikinya telah menyertai
kesuksesan sepanjang hidupnya, "I remember my mother's prayers and they
have always followed me. They have clung to me all my life."
Sejumlah
penelitian juga menunjukkan ibu memiliki peran sentral dalam pendidikan anak.
Yoder
dan Lopez (2013) menilai peran ibu di rumah punya pengaruh yang signifikan
dalam mendorong peningkatan pencapaian si anak dalam belajar.
Oleh
karena itu, sangat disayangkan jika masih ada para ibu yang berasumsi sekolah
satu-satunya tempat bagi proses pendidikan serta tumbuh kembang anak-anak.
Seyogianya,
sosok ibulah yang memahami betul kebutuhan tumbuh kembang si anak dari usia
dini hingga dewasa.
Teori
pertumbuhan dan perkembangan yang diungkapkan Piaget (1896-1980) juga
mengindikasikan peran ibu dalam memberi perhatian dan membimbing si anak di
rumah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tumbuh kembangnya kelak.
Musa
Izzanardi, yang beberapa waktu lalu sempat hangat diberitakan di berbagai
media sebagai peserta SBMPTN termuda (13 tahun), merupakan anak yang mendapat
pendidikan langsung dari ibunya (home schooling) sejak usia dini hingga
memasuki perguruan tinggi.
Kepekaan
ibunya melihat sosok Musa yang memiliki kelemahan fungsi motorikn
menyimpulkan menempuh pendidikan formal tidak akan cocok bagi anaknya.
Bersandar
pada kesimpulan tersebut, akhirnya ibu Musa memutuskan untuk mengajari
anaknya di rumah dengan materi pelajaran yang disesuaikan tingkatan usianya.
Meskipun
Musa diberitakan gagal lulus seleksi pada SBMPTN yang diselenggarakan
beberapa waktu lalu, berbekal proses belajar dengan ibunya, ia tetap terbukti
mampu bersaing dengan peserta SBMPTN lainnya yang notebene berusia jauh lebih
tua daripada Musa.
Sosok hebat
Ada
sebuah bait lagu anak yang cukup populer di era 90-an, 'Selamat belajarlah
nak dengan penuh semangat, rajinlah selalu tentu kau dapat, hormati gurumu
sayangi teman, itulah tandanya kau murid budiman.'
Syair
lagu ini mengingatkan saya terhadap pesan yang selalu ibu saya sampaikan
ketika dulu setiap kali saya hendak berangkat ke sekolah.
Pesan
yang terdengar sederhana, tapi bertransformasi menjadi nilai luhur yang saya
tanamkan dalam diri hingga hari ini.
Saya
merasakan sosok ibu telah benar-benar memiliki peran sentral bagi tumbuh
kembang serta perjalanan hidup saya.
Sebuah
penelitian yang dilakukan lembaga treasury di Inggris (1993-2006)
menyimpulkan seorang ibu memiliki efek yang lebih tinggi bagi pencapaian
pendidikan anak-anaknya jika dibandingkan dengan sosok ayah.
Pendampingan
seorang ayah tidak memiliki pencapaian yang tetap.
Namun
sebaliknya, hasil riset tersebut mengatakan seorang ibu yang melakukan
pendampingan kepada anak-anaknya memiliki peningkatan 20% bagi anak
perempuannya, dan 10% bagi anak laki-lakinya.
Karena
pentingnya kebutuhan perkembangan si anak, hari ini telah banyak para ibu
yang memiliki pendidikan tinggi rela meninggalkan pekerjaannya demi fokus
memberikan pendidikan maksimal kepada anaknya di rumah.
Salah
satunya ialah Septi Peni Wulandari dari Salatiga.
Pakar
yang memopulerkan jarimatika ini rela menanggalkan status PNS-nya demi
mendedikasikan ilmunya untuk menjadi guru utama bagi anak-anaknya di rumah.
Di
sisi lain, tidak sedikit pula ibu pekerja yang mampu memaksimalkan waktu
ketika berada di rumah untuk mendampingi dan mendukung keberhasilan
anak-anaknya.
Salah
satunya ibu saya.
Beliau
ibu pekerja yang bekerja keras untuk membantu biaya pengobatan saya karena
dari kecil saya memiliki sebuah penyakit yang menyebabkan kaki saya mengecil
sebelah.
Di
saat-saat saya mulai kehilangan gairah untuk menempuh pendidikan karena kerap
kali dirundung karena kekurangan yang saya miliki, kehadiran ibu untuk terus
mendukung, mendampingi, mengarahkan, bahkan menyemangati saya untuk terus
bersekolah, menjadi energi tersendiri.
Hal
itu mampu menghadirkan kilatan semangat untuk terus berjuang menghadapi
segala bentuk perundungan, sekaligus membuktikan kekurangan fisik tidak
menghalangi saya untuk berprestasi.
Bagi
saya, perjuangan ibu tidak kalah dengan perjuangan aktivis perempuan terkenal
dari Pakistan Malala Yousafzai.
Dia
mengatakan, "Honor your daughters. They are honourable."
Kehormatan
seorang perempuan dapat mempengaruhi kehormatan komunitas berikutnya di masa
depan.
Jika
seorang ibu mampu memperjuangkan keberhasilan anak perempuannya, di saat ia
menjadi ibu, ia juga akan memperjuangkan keberhasilan bagi anak-anak dan
keluarganya.
Ini
merupakan sebuah long sustained education yang tidak terputus untuk kemajuan
pendidikan di masa depan.
Hal
ini sejalan dengan pemikiran aktivis pendidikan Greg Mortenson yang
mengatakan, "Once you teach a boy, they leave the villages and go to
search for work in the cities, but if you want to change the community, the
answered is to educate girls."
Ungkapan
yang dikatakan Mortenson tersebut sangatlah tepat karena anak-anak gadislah
yang akan mendidik anak-anak dan membimbing keluarganya di masa depan ketika
dia sudah menjadi seorang ibu.
Dalam
memperingati hari ibu yang jatuh beberapa hari lalu, saya ingin mengucapkan
'Selamat Hari Ibu'.
Saya
dedikasikan tulisan ini buat ibu saya dan semua ibu-ibu hebat di seluruh
Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar